Siapa
bilang mereka yang tidak memahami apapun itu merupakan orang yang bodoh? Mari
saja kita amati lagi secara seksama! Mereka itu bukan tidak paham dengan apapun
yang disampaikan. Tutur dari alam semesta ini dapat diterima oleh manusia
dengan perantara. Perantara yang seakan memiliki kedudukan tetapi tidak
menduduki jabatan. Mereka tidak berorientasi pada hal apapun selain untuk
membagikan apa yang mereka ketahui secara cuma-cuma. Jika mengharapkan sepeser
uang hanya sebatas kepantasan mereka menjalani kehidupan layaknya manusia
lainnya yang membutuhkan kebutuhan primer lainnya. Jika harus dibandingkan,
tidak akan seberapa dengan tutur yang disampaikannya untuk mengubah kehidupan
ini menjadi lebih terang benderang.
Dari
kegelapan melihat huruf yang menyinari alam semesta bahkan mengubah dunia.
Mereka menyampaikan setitik saja yang didapatkan dari kalam Illahi. Hasil yang
diperoleh dengan perjalanan waktu yang ada mengantarkan manusia satu per satu
pada gerbang kehidupan yang berkilauan. Menjadi seorang pengajar dan pendidik
bukan hanya sebagai tugas dan tanggung jawab saja. Terlebih lagi mereka harus
menyampaikan kebenaran yang hakiki dari essensi kehidupan. Amanah yang diemban
oleh para pemikul pengetahuan semakin berat tetapi bahunya yang kuat tetap
menengadah ke langit menyaksikan satu per satu bintangnya telah tampil bersinar
di tengah galaksi yang sangat luas.
Kumpulan
buku yang pernah mereka baca dituangkan dalam suara yang begitu lantang dihadapan
kelas. Langkah lelahnya digantikan dengan senyum sumringah menatap bintangnya
bersinar terang. Kesucian ilmu pengetahuan yang tertuang dalam sebentuk kalimat
sederhana dengan cara mendidik yang mudah dipahami oleh banyak manusia. Dari
kejauhan matanya memandang mata demi mata yang tatapannya seakan nanar belum
memahami kehidupan ini dalam sejatinya makna. Manusia yang baru terlahir belum
tahu kearah mana mereka harus dididik dan terdidik. Pada akhirnya sentuhan dari
seorang pendidik dan pengajar adalah bentuk kesahajaan terhadap kekosongan
bejana yang menanti diisi oleh materi berwujud pengetahuan.
Seberapa
besar sentuhan itu akan memberikan arti untuk kehidupan dimasa yang akan
datang. Percetakan hidup yang dinaungi oleh lingkungan formal. Gerak kuasanya
menciptakan lembaran kertas putih yang bertuliskan banyak karya didalamnya.
Mencetak ribuan nilai yang hidup dan berjalan bersamaan dengan pergerakan
semesta raya. Sepercik saja cahaya yang diberikan melalui kehangatan tutur
sapanya memberikan goresan tinta emas. Junjung tinggi kehidupan mereka para
pengemban tugas suci dan mulia. Meskipun fenomena yang terjadi saat ini mereka
masih saja dibenturkan dengan konflik kepentingan semata.
Idealisme
dengan anggun ditanamkan dalam diri setiap generasi penerus bangsa. Para
penggenggam kehidupan bangsa ini terus diberikan pupuk agar tetap bertumbuh
hidup dan memberikan buah untuk kehidupannya itu sendiri dan masyarakat secara
luas. Sementara lain waktu, akan ada sisi mereka yang disentuh dengan keinginan
untuk menyampaikan tutur pengajar secara turun temurun untuk anak cucunya
bahkan beranak pinak. Dalam garis bilangan Fibonacci mereka akan membuahkan
sebuah piramida raksasa dengan satu puncak diatasnya mahaguru yang sangat hebat
yang telah membagikan keilmuan itu secara berkesinambungan. Bayangkan saja bila
seorang pengajar dan pendidik melahirkan pengajar-pengajar lainnya? Lalu dimana
posisi si pengajar yang sebelum-sebelumnya? Puncaknya adalah kemuliaan bagi
mereka yang berpengetahuan luas, tulus dan tanpa pamrih. Bisa jadi mereka tidak
menempati piramida posisi tersebut melainkan berada pada deret tunggal
disekitaran Fibonacci tersebut. Tetap berada pada susunan nilai yang sama dari
waktu ke waktu. Perspektif lain dari kehidupan seorang pengajar dan pendidik. Nalar
yang diluar nalar, dimana sesuatu yang dibagikan justru memiliki beranak pinak
menjadi banyak bahkan satu pengajar dikuadratkan lagi dalam sebuah kuadran
jendela manusia.
Belum
lagi dengan analogi dimana satu piramida ini masih harus menelurkan piramida
lagi dalam bentuk pohon faktor yang lebih luas. Ditambah akal pikir akan
semakin merasa tak logis dengan sesuatu yang dibagikan justru semakin banyak
hasilnya. Tidak berkurang malah semakin bertambah. Jadi, jangan lagi-lagi
semuanya harus dipikirkan dengan logika. Bisa jadi apapun yang disampaikan
melalui pesan sederhana ini bukan melalui proses penalaran para pemangku
kepentingan diri.
Membagikan
ilmu sama halnya dengan memperpanjang indra manusia untuk terus berada didunia.
Misal saja, jika seorang ibu mengajarkan anaknya untuk mengaji, maka ilmu
tersebut akan terus hidup jika dipergunakan sebagaimana mestinya. Lalu
bagaimana jika tidak dipergunakan? Apakah ilmu itu akan berhenti sampai disitu
saja. Entah pada bagian lembaran kehidupan yang mana, ilmu itu akan keluar lagi
melalui proses konversi dari materi yang sama. Apapun yang sudah ditanamkan
dalam jiwa akan terus terekam dan secara psikologis memori dapat recall/memanggil
kembali. Perpanjangan tangannya pada generasi penerus selanjutnya akan membuahkan
banyak hasil pada bidang yang berbeda-beda. Mereka adalah manifestasi harta berwujud
nyata.
Sudah
semestinya dharma bakti tertinggi seorang murid bukan hanya untuk bayar iuran
SPP, mengerjakan PR, memberikan hadiah. Wujud bakti tertinggi seorang murid
adalah menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki menjadi sebuah pilar kokoh
yang menguatkan sendi kehidupan mereka. Menyajikan ilmu itu untuk menghadapi
segala realita yang ada. Ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh tutur pengajar
dan pendidik ditancapkan sebagai tiang pancang hingga ke dasar. Semakin tinggi
kedudukan, harkat dan martabatnya semakin dalam pula tiang pancang itu
tertancap menuju dasar. Hingga tidak ada lagi alih-alih pengajar dan murid itu
hanya sebatas hubungan transaksional lingkungan formal yang disebut sekolah. Dari
paparan diatas, pantaskah kita memperlakukan seorang pengajar sebatas orang
yang sedang bekerja dengan profesinya sebagai guru? Tataran ini sangat rendah
untuk para murid yang menjalankan kewajiban saja yang dicanangkan oleh
pemerintah tentang program pendidikan 12 tahun. Bukalah mata hati kita,
pejamkan mata, kita tundukkan kepala! Bertanyalah pada nurani bukan logika! Sebagai
manusia yang empurna dibekali oleh budi pekerti yang mulia menjadi manusia yang
tak berbudi karena dibutakan oleh hawa nafsu dan kepentingan perut lainnya.
Mereka
yang mengajar, lalu dibayar. Pembagian raport, beri hadiah itu sudah mewah? Sudah
usai sampai disitu saja hubungannya? Ironis sekali jika kita masih memandang
dari perspektif kehidupan yang sangat sempit. Sedangkan mereka mengajarkan
kepada kita dalam sudut keluasan, kedalaman, ketinggian, kebesaran dan
keagungannya sebagai manusia. Jangan sampai kita hanya menjadi seonggok daging
busuk yang tak memiliki arti tanpa gerak jiwa dan nurani. Mulai dari waktu ini
juga, sematkan nama-nama pengajar itu dalam jiwa. Kirimkan doa dan segala
persembahan terbaik meski tak ada temu secara fisik. Berikan mereka kekuatan
untuk terus menyampaikan pengajaran dan pendidikan meski sudah tertatih dan
tergopoh-gopoh menjalani kehidupan yang sudah renta diujung senja. Menunggu
tenggelamnya cakrawala menanti bintang bersinar menyinarinya lagi dalam
kegelapan malam. Terima kasih pengajarku yang malang, meski tak dihargai tetap
saja menyinari bumi.
Selamat Hari Guru Nasional
25 November 2020
***
https://youtu.be/S2OdZudVJa8
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.