@sripatmi : harmoni cosmos
Sekarang
sudahkah kalian berjalan dengan kedua kaki kalian dengan sempurna? Setiap hari
melangkah keduanya saling beriringan? Adakah satu diantaranya saling mendahului
bahkan bersaing untuk merebut perhatian dari si pemilik kaki? Mereka hanya
berjalan dengan pola yang tersistematis. Satu sama lain saling berkaitan dan
berhubungan. Bergerak dengan arah yang telah ditentukan oleh otot-otot dan
syaraf serta tulang kuat yang menopangnya. Sehingga semuanya akan menjadi satu
tatanan sistem gerak yang beratur. Satu diantaranya tidak berfungsi dengan
baik, maka yang lain akan merasakan efeknya. Kemungkinan akan tidak sempurna
dalam proses berjalan. Harus ditunjang dengan sesuatu yang mengkokohkan missal
tongkat atau pilar penopang lainnya. Anggap saja jika satu kaki tersebut sakit,
bagian tubuh yang lain akan merasakan sakitnya, demam ringan atau gejala lain
yang menyertainya. Miniatur ini merupakan gambaran sederhana untuk memberikan
representasi hakikat kehidupan yang saling terikat satu sama lain. Dipadukan
dengan segala rasa agar terus bersama. Satu kesatuan ini membentuk gerak yang
sama antar bagian. Gerak tubuh yang mempengaruhi kehidupan secara menyeluruh.
Hakikat
kesatuan anggota tubuh ini menjadikan pantulan refleksi sederhana dari
kehidupan yang luas. Dimana hirarki dan sistem kehidupan berjalan akan terus
berlangsung. Komponen kehidupan manusia saling berhubungan dengan komponen
vital kehidupan lainnya. Hidup saling berdampingan antara manusia dan alam
semesta maha perkasa. Manusia makhluk yang dibekali banyak sekali pengetahuan
kehidupan. Puncak tertingginya adalah tataran manusia sebagai pemimpin dunia.
Menggerakkan roda kehidupan ini berjalan dengan sebuah sistem yang telah
disepakati menjadi sebuah konsensus. Ada tatanan dan aturan yang membatasi
tindak tanduk manusia. Aturan yang berlandaskan kebenaran dari sebuah pemahaman
moral dan para ahli filsafat kebenaran lainnya.
Pemimpin
dan alam. Keduanya dekat sedekat urat nadi. Denyutnya sama dengan kehidupan
alam ini dan kehidupan makhluk disekitarnya. Jika diamati dengan nurani,
gerakannya dengan alam ini seakan selaras. Bersinergi dengan cahaya kehidupan
yang terpancar dalam dirinya. Mari kita sama-sama pejamkan mata, gunakan rasa,
jiwa dan nurani kita untuk sama-sama memikirkan, apakah kita sosok pemimpin
alamiah yang ditunjuk secara langsung oleh kehidupan ini atau dibentuk dari
proses seleksi alam? Mandataris seorang pemimpin adalah pemangku kepentingan
semesta bukan kepentingan dirinya semata.
Alih-alih
yang terjadi saat ini adalah pemimpin tidak memiliki hubungan yang kokoh
seperti hubungan anggota tubuh dan ruh yang mengisinya. Sebagian besar mereka
menjadi boneka yang bergerak atas dasar kepentingan diri semata. Maka diri itu
tidak ada peperangan melawan ego diri yang serasa tamak. Segalanya ingin dikuasai
menjadi milik pribadi. Meletakkan cap stempel dengan deretan nama dinasti
kerajaannya. Gelang rantai kekuasaan yang dikaitkan dengan hubungan
kekeluargaan untuk memenuhi sederet nafsu perutnya. Seberapa banyak perut ini
diisi, ia akan kembali pada lubang pembuangan akhir tinja. Masuk dari mulut
keluar dari anus. Masuk dari bagian yang tinggi, keluar ke lubang yang lebih
rendah bahkan nista. Bayangkan saja, siapa yang akan bersedia mengobok-obok
lubang tinja? Itulah hakikatnya kepentingan perut yang banyak diperjuangkan
sebagian besar pemimpin. Diperparah lagi dengan kondisi yang sangat mengerikan
dimana untuk mendapatkan tahta pemimpin itu harus baku hantam dan terjadi
pertumpahan darah yang menyebabkan keadaan semakin chaos.
Pada
sisi yang bersamaan, ada bagian dari pemimpin yang membuat kamuflase untuk
menutupi strategi dan tujuan yang akan dicapai agar tidak menjadi kemelut. Tentunya
ini bukan sebuah konspirasi biasa, melainkan konspirasi terhadap alam semesta. Sekali
lagi, pertautan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meski ada
pertautan dari keduanya, bukan berarti adanya pergeseran makna terhadap hukum
rimba itu sendiri. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Cermati lebih
dalam lagi, apakah itu yang dimaksud dalam hukum rimba secara harfiah? Mereka
yang menang dalam kontestasi ajang perdebatan kepentingan, lalu mereka yang
akan menduduki singgasana tertinggi suatu kerajaan? Jika demikian, benturkan
dengan premis lain yang menyatakan raja tanpa mahkota?
Hukum
rimba sendiri pada hakikatnya mengandung essensi nilai yang lebih dalam
dibanding makna konotatif dan denotatif. Tataran disiplin ilmu yang maha agung
untuk menggambarkan sebuah aspek hukum rimba. Kekuatan dari alam semesta ini
mampu menitahkan manusia terpilih untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin
alamiah yang telah dipersiapkan segalanya dalam bentuk kekuasaan yang hakiki.
Dua hakikat kata memimpin dan dipimpin ini membentuk sebuah siklus mata rantai
tatanan kehidupan. Ada raja, ada rakyat, tentu ada kekuasaan didalamnya. Roda siklus
mata rantai kepemimpinan ini pada akhirnya mengacu pada sebuah kekuatan untuk
sama-sama menggerakkannya dalam sebuah tujuan yang sama. Hal serupa dengan
analogi yang disebutkan pada awal paragraf yang mengatakan hubungan anggota
badan. Akankah roda kekuasaan berjalan tKareanpa didorong oleh kekuatan mata
rantai lainnya? Munculnya kekuatan seorang pemimpin didorong oleh gerak kuasa
dari rakyatnya. Maka tidak ada cerita tentang pemimpin boneka, pemimpin
kaleng-kaleng. Dekandensi makna itu saja sudah melenceng jauh dari kehidupan
kita, maka dari mana ceritanya kita bisa mendapatkan pemimpin yang
sesungguhnya? Pemimpin itu diciptakan secara alamiah, jika karbitan matang
lebih cepat, berbeda rasanya. Tidak ada sentuhan sedekat urat nadi. Sentuhannya
hanya untuk melenggang kekuasaan pada sebagian besar keluarganya. Bahkan karena
faktor kekuasaan dan kepentingan perut saja, hubungan keluarga sudah diiris
dalam titik nadir. Renungkan sekali lagi dalam diri!
Jangan
ada tuntutan apapun terhadap seorang pemimpin jika kita hanya tergerak dengan
gerak kuasa iming-iming! Sudah seharusnya gerak yang dihasilkan dari sebuah
proses berpikir dan bertindak adalah gerak mekanik yang berjalan lurus pada
hakikat nilai kebenaran. Memilih dan terpilih sebuah pemaknaan subjek dan objek
atas segala pergerakan. Mau menjadi raja atau rakyat, pergerakannya bagaikan
langkah kaki kanan dan kiri saat berjalan, selalu bersinergi. Sudah secara
otomatis ketika keduanya sudah bertautan maka kriteria dan syarat yang
diinginkan sebagai seorang pemimpin seperti nubuat yang dipenuhi sendiri (self-fulfilling
prophecy), yakni ramalan yang menjadi kenyataan karena, sadar atau tidak,
kita percaya dan mengatakan bahwa ramalan itu menjadi kenyataan. Harapan dan
kepentingan rakyat sejalan dengan gerak kuasa seorang raja. Rakyat kekuatan,
raja adalah kekuasaan. Keduanya hampir sepadan bukan? Kemunculan sosok ini
masih menjadi misteri bagi sebagian besar orang. Jika rakyat sudah memenuhi
standar rakyat yang baik, maka mana sosok raja yang baik pula? Sekali lagi kata
standar ini bukan menjadi hal yang baku, karena kata standar sendiri adalah
konsensus penyeragaman bahasa oleh manusia. Sudut pandang akan merubah kata
standar menjadi banyak makna.
Pemimpin
dan rakyat adalah pantulan dua bayangan cermin yang saling berseberangan. Sudha
tentu gerakannya akan sama. Jangan hanya berfokus pada posisi. Posisi cermin
kanan menjadi kiri dan kiri menjadi kanan. Kita semua dilahirkan sebagai
manusia yang berbudi, jangan mencari pembenaran diri dengan menjadi spindoctor
yang seakan hebat untuk memperoleh tujuannya. Sudah waktunya kita mulai
bercermin. Seperti apa gerak kita pada cermin tersebut? Mengapa tidak sama
dengan gerak cermin diseberangnya? Adakah yang salah dalam diri kita? Apakah
harus memandang dari sudut yang lain? Bahkan memandang tanpa sudut menggunakan
kacamata helicopter view?
Permasalahan
pemimpin ini sudah menjadi konsumsi makanan basi bagi rakyat yang terumbar
janji-janji. Bertahun-tahun menjalani kehidupan dengan penuh pengharapan,
tetapi yang terjadi jauh panggang dari api. Tidak matang, bahkan tidak tahu
objek apa yang sedang ada diatas alat panggang tersebut? Jangan-jangan hanya
sebatas pepesan kosong tanpa isi? Mengerikan sekali permasalahan yang begitu
pelik ini. Apatis bukan jawaban. Skeptis apalagi? Malah hanya menambah beban
permasalahan. Dari waktu ke waktu pandangan kita semakin tajam, menatap makna
pemimpin lebih mendalam. Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup
yang lebih terpimpin atau orang berjalan tegap diatas jalan yang lurus? Dan keduanya
berjalan pada falsafah kebenaran.
Jika
semesta raya ini sudah meletakkan mahkota istimewa diatas kepala pemimpin
terpilih, maka pemimpin itu akan senantiasa menghargai alam. Kerusakan alam dan
hutan adalah cerminan nyata kehidupan pemimpin. Dari paparan diatas telah jelas
bahwa pemimpin membawa sifat dasar dasar alam. Hidup dan menghidupi. Manusia
hidup bersama alam, begitupun sebaliknya. Intisari alam telah merasuk dalam
dirinya. Apapun keadaannya, alam tetap memberikan persembahan terbaik kepada
manusia, menyerap segala unsur kebaikan dan mengembalikan essensi nilai manfaat
yang bisa dirasakan dengan tulus. Memberikan tempat singgah yang nyaman diatas
tanah. Memberikan hijau yang memukau. Digerogoti hijau itu menjadi abu dan
kelabu. Asap beterbangan kemana-mana, sesak napas, kopong paru-paru dunia.
Sampai dengan saat ini kita tidak pernah bisa menghitung berapa jumlah oksigen
yang telah kita hirup dari setiap helai daunnya. Kondisi ini akan menimbulkan
efek domino dimana setiap kepulan demi kepulan asap menghilangkan nilai murni
alam itu untuk memberi setulus hati tanpa pamrih. Rantai makanan terputus dan
rusaknya sebagian besar tatanan kehidupan yang ada. Padahal, setiap waktu jasad
ini selalu menerima pemberian dari alam itu secara cuma-cuma bahkan lebih
berdaya guna dengan sistem dagang transaksional yang diciptakan oleh manusia.
Hutan tandus, salah siapa?
Alam
menjaga kita, sudah seharusnya kita juga menjaga alam. Ada atau tiada kita
didalam dunia ini, kehidupan terus berjalan. Tetapi bukan hanya itu saja
permasalahannya, seberapa besar kita berperan untuk kehidupan kita yang telah
menghidupi kita kali ini? Dari dedaunannya yang berfotosintesis, manusia
merasakan banyak manfaat didalamnya. Untuk memenuhi rongga dada dengan oksigen
yang segar didalamnya. Jika kita ingin hitung-hitungan dengan alam, saya rasa
manusia takkan mampu menebus segala anugerah yang diberikan alam untuk
menghidupinya. Mulai dari terbukanya mata hingga menutup mata di pembaringan
akhir. Lalu apa yang sudah kita lakukan untuk membalas segala kebaikan alam
itu?
Jika
selama ini masyarakat adat dan pemimpin adat setempat menjadi roleplayer terhadap
perlindungan hutan. Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling bahu
membahu mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih terhadap alam. Keluhuran
budi dan ilmu inilah yang seharusnya kita junjung tinggi dalam kehidupan. Pelajaran
di sekolah saja tidak cukup untuk menumbuhkan kesadaran antar manusia untuk
hubungan timbal balik alam dan manusia. Sedini mungkin orientasi dan tanamkan
dalam jiwa tentang kelestarian alam. Suatu saat nanti, generasi kita pasti akan
terpanggil oleh gerak alam menjadi pemimpin yang terpimpin. Peran generasi muda
sudah harus banyak mencontoh gerakan di hyperlink https://www.golonganhutan.id/.
Kepedulian tim Golongan Hutan terhadap lingkungan adalah gerakan yang dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan. Menjadi penjaga, pelindung, pengawas
dan segala informasi persuasif untuk seluruh rakyat Indonesia. Pioneer/pelopor
perubahan sikap terhadap hutan.
Saat
penat dengan kebisingan, hiruk pikuk, dan polusi yang meracuni diri, kemana
kita akan berlari? Alam dan hutan yang segar, terasa damai menyejukkan mata. Pernahkah
kita melirik sedikit saja kepada alam? Hanya menjadikannya sebagai pelampiasan
berlibur saat kota sudah tak bersahabat. Menjadi makhluk yang tamak menikmati
sumber daya alam yang berlimpah ini sendiri, tidak memikirkan keberlangsungan
hidup anak cucu kita dimasa mendatang. Jangan sampai hutan hanya menjadi bagian
dari sejarah yang pernah tertulis, lalu hilang didalam perut para penebang
liar. Sampai dengan saat ini saya masih
meyakini, siapapun kita masih ada kebaikan didalam diri kita untuk berbuat
terbaik terhadap kehidupan, keberlangsungan anak cucu.
Kehormatan
pemimpin terletak pada caranya untuk menjaga keberlangsungan hidup makhluk dibawah
kepemimpinannya. Paritrana pertama, bentuk kesadaran antara pemimpin dan yang
dipimpin. Banyak makhluk yang hidup tetapi tidak sadar akan keberhargaan
dirinya sebagai seorang pemimpin untuk dirinya sendiri. Hidup bergantung pada
alam sekitarnya tetapi lupa untuk menjaga kebaikannya. Sehingga hanya menjadi
benalu untuk pepohonan yang tumbuh subur. Simbiosis yang dibentuk hanya sebatas
faktor butuh. Padahal hidup menjadi benalu pula dapat mati juga sumber
nutrisinya mati. Ironi, keadaan ini akan memberikan dampak buruk untuk generasi
penerus. Lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal harus membantu
menanamkan nilai kebaikan untuk alam, khususnya hutan kita. Merusak hutan
berarti merusak diri sendiri, karena satu kesatuan. Hutan adalah rumah kedua
untuk kita kembali. Bahkan menempati kedudukan yang sama dengan diri sendiri. Reputasi
kita saat ini adalah Indonesia paru-paru dunia. Pertahankan reputasi ini
sebagai kehormatan tertinggi yang diberikan semesta raya ini untuk kita. Sosialisasi
dan penyuluhan yang intensif perlu dilakukan dengan skema penetapan dari
seorang pemimpin. Menjalankan pendekatan akar rumput (grass root) dalam
pijakan pedomana hidup.
Paritrana
kedua adalah mengubah abu dan kelabu dalam benang hitam dan putih yang jelas. Penegakkan
legitimasi hukum dianggap lemah karena pembalakan dan penebangan hutan diluar
kontrol dari penglihatan manusia itu sendiri. Sehingga perpanjangan organ tubuh
mereka harus diletakkan dalam setiap gerbang hutan. Jangkauan yang terbatas
diperpanjang dengan menempatkan perisai pelindung wilayah hutan. Pelindung
hutan mengemban tugas mulia untuk menjaga kelangsungan hidup kita. Berikan
kehormatan khusus untuk mereka dalam bentuk fisik dan nonfisik. Pemerintah bisa
mencanangkan insentif terhadap pelindung hutan, meski nilai yang terkandung
dalam insentif tersebut tidak dapat menggantikan kemuliaan tugas mereka. Wujud
apresiasi ini menjadi sebuah lencana yang disematkan kepada patriot hutan di
Indonesia. Insentif ini diberikan kepada masyarakat adat dan pemimpin adat guna
menjaga kelestarian hutan di Indonesia. Selain itu, insentif ini akan
memberikan manfaat untuk mendorong potensi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat
untuk terlibat langsung hidup bersama dengan hutan kita. Watchdog bukan
hanya dari sistem top bottom, sekarang harus dikembangkan secara linear
dan sirkular. Mereka yang melanggar dan melakukan pembalakan liar diberikan sanksi
hukum serta sanksi moral dalam masyarakat.
Paritrana
ketiga adalah perencanaan purifikasi dan restorasi. Adanya sebuah pergeseran
nilai yang menyebabkan manusia seakan skeptis dan apatis terhadap hutan,
jangankan hutan bahkan terhadap dirinya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh banyak
faktor yaitu modernisasi, pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan internal dan eksternal
semakin berkurang. Upaya preventif dan kuratif yang dapat dilakukan adalah Mencanangkan
hari tanam nasional seluruh masyarakat menanamkan satu pohon untuk masa depan.
Gantungkan sebuah harapan pada pohon yang mereka tanam. Hal ini akan merangsang
daya kreatif imajinasi dan rasa memiliki (sense of belonging) yang
tinggi. Satu bulan sekali masyarakat mengamati perkembangan pohon-pohon yang
mereka tanam. Bahkan untuk pelaku pembalakan liar diwajibkan menjalankan hukum
alam untuk menanam pohon sebanyak yang mereka tebang. Selama masa tanam, uji
emisi gas harus diterapkan secara ketat untuk menjaga kontrol kehidupan
seimbang. Modernisasi dan perkembangan IPTEK membawa perubahan positif berupa paperless
atau pengurangan penggunaan kertas. Kertas dihasilkan dari hutan, kita
tidak pernah tahu seberapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat berlembar-lembar
kertas yang kita buang sia-sia.
Keanekaragaman
hayati (biodiversitas) dilindungi dengan upaya intensif yaitu menjaganya dalam
habitat itu sendiri. Habitat terbaik bagi tumbuhan dan hewan-hewan adalah
hutan. Segala elemen itu hidup berdampingan, sumber air, tanah subur, udara
bersih. Membentuk cagar alam, kawasan konservatif dan hutan lindung sudah
menjadi bagian dari sejarah yang tak bisa dijarah. Menjalankan dharma tertinggi
dengan menjalankan dasa raja dhamma terhadap kehidupan alam. Keselarasan hidup dengan anugerah alam,
harmoni cosmos manusia dengan dharma bhakti tertinggi dan keagungan Sang
Pencipta. Apapun yang kita berikan kepada hutan akan dikembalikan lagi kepada
kita. Merusak alam, alam murka, dihabisi sudah kehidupan diatasnya. Jika alam
sudah murka, salah siapa?
Amanah
bukan sembarangan amanah. Jangan sampai amanah menjadi amarah karena kita membuat
hijau menjadi merah. Berkobar asap membumbung ke udara dengan tangisan
berdarah. Mari kita jaga alam sebagai anugerah!
291120
***
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.