Faktor keselamatan telah mulai diabaikan oleh sebagian
orang. Padahal setiap waktu kita selalu bergerak mobilisasi kesana kemari.
Hilir mudik untuk memperjuangkan banyak kepentingan seperti kepentingan perut
bahkan keinginan untuk maslahat banyak umat. Berkendara merupakan wujud
pergerakan manusia berpindah dari satu sisi ke sisi kehidupan yang lainnya.
Secara fisik akan terjadi perpindahan tempat dimana manusia saling berinteraksi
dengan kebisingan, lalu lalang, polusi di tempat umum yang tidak dapat dihindarkan.
Harapan dalam setiap diri adalah keselamatan dan keamanan untuk mewujudkan
faktor lain dalam kehidupan. Padatnya mobilisasi lalu lintas ini tak ayal dapat
mengurangi konsentrasi dalam berkendara di jalan raya.
Faktor keselamatan yang mulai diabaikan oleh banyak
orang, contoh sederhana apabila berkendara dengan jarak tempuh yang dekat
mereka hanya berjalan apa adanya tanpa menggunakan alat keselamatan diri. Betul
saja, Tuhan telah menjamin kehidupan manusia dalam kasih sayang-Nya. Tetapi
manusia tetap harus bergerak dan berbuat memberikan persembahan terbaik untuk
diri sendiri bahkan kepada orang lain apapun yang terjadi. Disini, kita
sama-sama menyadari betapa keberhargaan diri sering diabaikan hanya karena
mereka merasa kehidupan ini sedang tidak apa-apa dan baik-baik saja. Setiap
waktu, berkendara ataupun tidak, sang maut siap untuk menghampiri dan menjadi
teman terbaik bagi manusia.
Hal yang diutamakan adalah mengetahui dan memahami
hakikat dari keselamatan itu sendiri sehingga manusia akan tergerak untuk
melakukan sesuatu dalam dirinya dalam bentuk kesadaran dan bukan karena
paksaan. Faktor x yang akan membuat kesadaran meningkat adalah meningkatnya
pengalaman indrawi akibat sebuah peristiwa yang nyata terjadi disekitarnya. Misalnya
mereka pernah mendengar kabar musibah dan duka akibat lalai dalam berkendara
dari kerabatnya sendiri. Mau tidak mau, suka tidak suka, hal tersebut akan
tertanam dalam alam bawah sadar mereka untuk diverifikasi oleh kemampuan akal,
nalar, logika, jiwa dan rasa yang dimiliki.
Dalam kondisi terbalik, mereka akan menempatkan cermin
sederhana dihadapan mereka untuk menatap kehidupan itu akan berharga jika
mereka menghargai diri sendiri dimulai dari keselamatan. Setelah itu mereka
akan melihat cara-cara untuk meningkatkan keselamatan diri dan terus berbuat
lebih untuk diri sendiri. Jadi semuanya harus dipupuk dari dalam diri sendiri
terlebih dahulu agar tertata dan terbentuk secara struktural. Jangan
memanfaatkan keteledoran diri sebagai alih-alih alasan untuk melakukan pembenaran
terhadap kondisi tertentu. Waspada dan mawas bukan berarti berpikiran negatif. Justru
hal tersebut menjadi penjaga utama yang dapat dirasakan meskipun abstrak
keberadaannya.
Mendasari dari segala kegiatannya, manusia cenderung
memikirkan alat untuk melindungi dirinya dari marabahaya. Saat berkendara,
manusia membutuhkan pelindung diri seperti helm, jaket, sepatu, masker dan
lainnya. Kesadaran untuk menggunakan ini semua dibentuk dari dalam diri
sendiri. Meskipun pemerintah telah menerapkan beberapa protokol dan aturan
untuk para pengendara disertai dengan segala sanksi. Sudah barangkali hal ini
efektif untuk meningkatkan kesadaran. Faktanya, meski dalam kondisi terpaksa
mereka menggunakan atribut tersebut. Lambat laun keterpaksaan menjadi kebiasaan
menerapkan protokol keselamatan diri saat berkendara. Sederhana saja, ketika
hal yang terpaksa dilakukan saja akan menjadi kebiasaan, bagaimana dengan hal
yang dilakukan dengan kesadaran? Apakah mungkin akan membuahkan hasil jauh
lebih tinggi dibandingkan kebiasaan itu sendiri?
Dengan keselamatan itu sendiri mereka akan sampai pada
puncak hal yang tidak terduga. Secara logis, jika dalam berkendara mereka
merasakan keselamatan dan kenyamanan, maka manusia dapat menjalani rutinitasnya
seperti sediakala tanpa hambatan. Hal ini tidak didukung dengan keinginan logis
saja dimana keselamatan ini adalah faktor abstrak yang tidak dapat dilihat
secara indrawi. Keselamatan selalu menaungi manusia dimanapun berada. Letaknya
ada di segala arah dan segala sudut kehidupan. Jika alat indra secara fisik
memiliki keterbatasan kemampuan, maka keselamatan dibantu dengan rasa, karsa,
jiwa dan nurani mampu merasakan.
Hal sederhana yang mungkin kita rasakan setiap waktu
adalah tentang kondisi psikologis dimana manusia merasakan kegelisahan. Kesalamatan
didalam dirinya sudah berkurang. Didalam dirinya diliputi dengan rasa waswas
dan merasakan hal negatif yang melingkupi sebagian besar kehidupannya. Keselamatan
memang berwujud abstrak tetapi dapat dilihat akibatnya. Utamanya menghadapi pandemic
seperti ini, dimana COVID-19 mengincar dimanapun berada. Faktor keselamatan
bukan hanya sebatas menjalankan segala protokol kesehatan. Kepedulian terhadap
diri sendiri perlu ditingkatkan karena kondisi mental down syndrome bisa
menjadi bagian dari berkurangnya keselamatan terhadap diri sendiri. Tekanan
mental dan ekonomi menurun, akan menurun pula keselamatan untuk diri sendiri. Menjaga
keselamatan adalah perbuatan fisik dan batin. Sudah selayaknya dilakukan secara
rutin. Jangan sampai keselamatan berlari dari kita mencari selamat.
281120
***
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.