Kacamata kehidupan ini begitu luas. Disaat semuanya
menganggap tak ada yang berdaya lebih selain kekuatan itu sendiri. Mereka
memaknai kekuatan hanya berasal dari kehadiran fisik terhadap suatu muatan
benda. Menggeser benda ke segala arah dengan kemampuan fisik. Perpindahan benda
itu ke lain tempat bukti fisik kekuatan itu muncul dari perubahan arah benda
kemanapun. Bergerak atas kekuatan fisik dapat menghasilkan efek dari berbagai
lini kehidupan. Mengubah tatanan, struktur dan ruang yang lebih signifikan. Bagaimana
bila kedua kekuatan fisik dan kekuatan dari sebuah harapan serta keyakinan itu
dipadupadankan?
Bergerak dan bermutasi ke segala arah akan memberikan
dampak yang dilihat secara visual kasat mata. Bagaimana dengan mereka yang
terlihat diam tetapi ada pergerakan? Aksi dalam keanggunan, kelembutan,
kebijaksanaan dan kemolekan dari seorang perempuan. Dengan mahkota kecil diatas
kepalanya ia mengubah dunianya sendiri dengan nilai estetika yang sangat
digandrungi oleh kaum lainnya. Melakukan pergeseran dengan tutur lembutnya.
Perpindahan benda bukan dengan kekuatan fisik semata. Hal yang dilogikan secara
sederhana dengan pemahaman yang sangat luas.
Kekuatan mereka terlihat anggun nan rupawan. Rupanya
yang indah menjadi bagian dari kesantunan yang ditunjukkan dalam wujud fisik
yang mampu dipandang semua mata. Kemolekannya berlenggak lenggok dalam panggung
kehidupan akan menjadikan mereka semakin dipandang memberikan keuntungan untuk
sebagian para pemegang kepentingan untuk dirinya sendiri. Kehadirannya ditengah
kehidupan ini dimanfaatkan sebagai komoditas perdagangan bebas. Dimana
keindahan dan kemolekan tubuh mereka diperjualbelikan bak barang yang dipajang
pada sebuah etalase. Mencicipi bukan untuk memiliki. Pemuas nafsu birahi bagi sebagian
lelaki.
Dalam keadaan suka atau tidak suka, mau atau tidak mau
itu dilakukan demi memenuhi isi kantong dan isi perut. Polesan keluguan mereka
harus digantikan dengan tebalnya bedak, gincu dan perabotan lenong lainnya. Miris,
jika pada awal telah dijelaskan kekuatan dalam wujud keanggunan, sekarang
dibenturkan dengan makna yang terbalik. Keanggunan mereka direnggut oleh faktor
kepentingan semata.
Diperparah dengan kondisi dimana kekerasan menjadi
aksi untuk melenggangkan ketundukan terhadap suatu perintah. Alih-alih mereka
tidak memiliki kekuatan justru malah kekuatan itu bergerilya menjadi aksi
sporadis menghancurkan lawannya. Ditimbun agar tidak mencuat ke permukaan
dengan sosok yang berbeda bahkan lebih mengerikan. Mereka yang menikmati
permainan sandiwara itu akan menjadi santapan utamanya. Setelah dijejali dengan
ketamakan yang meraja, satu per satu kekuatan perempuan akan membuat mereka
tertebas dengan sekali gilas.
Hingga akhir dari sebuah cerita, sangat sulit
dibedakan mana subjek dan objek dari kekerasan tersebut. Perempuan dengan
kalimat aktifnya atau perempuan dengan kalimat pasifnya? Imbuhan me- dan di-
adalah hal sederhana tetapi mengubah banyak makna. Menentukan peran perempuan
seorang perempuan dalam kehidupan. Bisa jadi ketika kedua hal tersebut disandingkan
secara bersamaan, justru perempuan akan menjadi sosok yang penuh kekuatan dalam
kelembutan yang anggun.
Kekerasan yang sangat brutal justru menjadikan
keruntuhan terhadap tembok pertahanan kehormatan kaum yang bertindak terhadap
aksi terhadap perempuan. Saksikan saja dengan mata telanjang yang saat ini
masih menatap tajam aksi kekerasan, pelecehan kehormatan dan pembunuhan
terhadap keanggunan. Berapa banyak yang mengalami trauma psikis dan psikologis
hingga mengakibatkan gangguan mental dan kejiwaan mereka. Seberapa banyak yang
telah mencoba bangkit untuk menjalani kehidupan yang terasa sudah runtuh.
Mereka berbagi kisah tragis yang menjadikan mereka
jauh lebih hidup dibanding harus mengakhiri hidup. Perempuan korban kekerasan baik
secara fisik, moral dan verbal akan memiliki keberanian untuk membagikan
kekuatan mereka untuk bangkit dengan dorongan dari jiwa dan lingkungan
eksternal mereka. Setelah kejadian itu bertubi melanda dan menghancurkan
kehidupannya, keterasingan terhadap diri sendiri kian mengungkung mereka dan
cenderung mengisolasi diri. Tak ada alasan apapun selain bertindak dengan
dorman negatif dan dorman positif dari dalam diri. Besar kemungkinan efek yang
ditimbulkan yaitu perbaikan dan kehancuran terhadap diri sendiri.
Segala bentuk kekerasan bukanlah jalan keluar atas
segala permasalahan. Apalagi ditengah pandemi COVID-19 yang saat ini melanda
dunia secara global. Dimana terjadi purifikasi dan pemurnian alam, semua
berbondong-bondong berlari menyerbu pertanian. Di pekarangan rumah saja gersang
tanah retak berganti dengan hijaunya daun yang ranum ditambah bunga yang sedang
bermekaran. Disadari atau tidak, diamati dengan kasat mata belum melalui proses
penelitian secara siginifikan langit membiru tetapi kantong saku legam
menghitam. Bahkan hangus isinya dikuras dengan berbagai kebutuhan yang masih
membludak dengan pemasukan yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali karena
pasangan menjadi korban PHK dan dirumahkan efek pandemi.
Apapun yang terjadi kehidupan terus berjalan, manusia
membutuhkan makan, minum, biaya sekolah bagi anak dan lain sebagainya. Secara
umum, kebutuhan biaya tersebut dititikberatkan pada perempuan. Tekanan secara
psikis dan psikologis akan memicu terjadinya pertikaian dalam rumah tangga.
Jika tidak disikapi dengan baik dan kepala dingin, kekerasan dalam rumah tangga
ranah personal (KDRT/RP) akan terjadi secara disengaja atau tidak disengaja. Motivasi
dan penyuluhan untuk perempuan utamanya pandemi seperti ini perlu dilakukan
sebagai upaya preventif dan kuratif. Kerja sama yang bersinergi, pemahaman dan
kesadaran antara pasangan suami istri harus dibangkitkan dengan gerak bersama
satu langkah. Bahkan seorang motivator sendiri pun akan merasakan demotivasi
untuk melangkah pasti menghadapi pandemi. Solusi yang harus dilakukan untuk
ruang lingkup sederhana ini adalah terus bergerak. Apapun hasilnya, saling bahu
membahu, dukungan keluarga akan memberikan trigger dan spirit
tersendiri untuk mendapatkan buah yang manis di masa peperangan.
Sebagaian besar perempuan korban kekerasan akan lebih
tertutup terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka tidak berani menceritakan
apapun yang ada didalam diri mereka karena mengkhawatirkan adanya ancaman
terhadap kehidupan mereka. Sebagian besar lebih memilih untuk memaafkan dan
berbesar hati menjalani bahtera kehidupan dengan meninggalkan semua masa lalu
yang kelam. Dibutuhkan upaya khusus untuk menangani kasus kekerasan terhadap
perempuan. Rasa simpati dan empati dari lingkungannya justru bukan solusi
terbaik untuk mengatasi beban psikologis yang mereka rasakan. Beban tersebut
ibarat fenomena gunung es ditengah lautan. Dipendam-pendam hingga tak terlihat
sedikitpun.
Dengan adanya forum audiensi dan komunikasi bagi
perempuan, mereka akan merasakan didengar dan diberikan solusi meski tidak
mendalam. Legitimasi hukum harus ditegakkan demi terciptanya perdamaian dan
keamanan tanpa terkungkung isu gender. Faktanya hukuman bagi para pelaku tidak
menimbulkan efek jera bahkan angka kekerasan tersebut semakin meroket. Usut
kepentingan-kepentingan yang menjadi dalang kurusetra atas segala kasus
dwitunggal ini terjadi. Kasus kekerasan dan hukum terhadap gender perempuan. Jika
masih ada kepentingan yang bermain didalamnya, maka kasus kekerasan ini hanya
menjadi sebuah wacana diatas kertas. Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak
bukan melakukan sulap agar semua masalah ini tuntas dengan mantra abrakadabra. Tanpa
adanya dukungan dan kerja sama partisipatif dari pihak terkait, semuanya tidak
akan berjalan dengan mulus. Maka dari itu, disini saya mengajak semua pihak
untuk membantu menanggulangi kasus ini secara intensif, satu kepedulian kita
lebih berarti untuk masa depan yang menanti.
Selamat Hari
International Kekerasan terhadap Perempuan
25 November 2020
***
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.