Wednesday 8 December 2021

Bukan Bungkam! Indonesia Bargaining Position Terhadap China

Ilustrasi Gambar : SINDONews


Pemerintah China meminta Indonesia menghentikan pengeboran Migas di Laut China Selatan dan menghentikan latihan militer Garuda Shield (latihan bersama Amerika dan Indonesia). Surat protes tersebut dimuat dalam Laporan eksklusif Reuters 1 Desember 2021. Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengungkapkan 3 alasan China melayangkan surat protes tersebut :  

1. Perspektif China terhadap Nine Dash Line

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) berdasarkan UNCLOS 1982; area laut dari sebuah negara berjarak 200 mil dari garis dasar pantai terluar. Sedangkan China memiliki pandangan Nine Dash-Line yang sebelumnya adalah Eleven Dash Line, wilayah historis Laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang 90% didalamnya mereka klaim sebagai hak maritim. Bahkan meski wilayah-wilayah ini berjarak hingga 200 km dari daratan China.

Indonesia patut menentukan bargaining position terhadap sikap China selama ini. Secara hukum internasional UNCLOS 1982, Indonesia memiliki kedaulatan terhadap wilayah maritim dan kedaulatan Laut. Terkait konflik ini, Indonesia berhak untuk melakukan protes dan memberikan peringatan kepada China melalui Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Lestari Priansari Marsudi menegaskan bahwa "Kami akan terus menegakkan prinsip kami melawan negara Partai Komunis atas klaim militer mereka". Indonesia tidak terlibat sengketa maritim di LCS dengan China. Tetapi, kerap kali Kapal Penangkap Ikan China yang dikawal kapal Coast Guard sering masuk perairan Natuna. Bargaining position Indonesia memiliki kepentingan nasional yang berlaku sepanjang masa yang sudah tertuang dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945 dengan menjunjung tinggi kepentingan keamanan negara, kepentingan kesejahteraan, kepentingan hubungan internasional. Lokasi pengeboran minyak masih masuk dalam ZEE sesuai dengan hukum internasional. Bahkan RIG Noble yang disengkatakan masih masuk dalam landas kontinen karena hanya berjarak kurang dari 150 mil dari Pulau Sekatung yaitu pulau terluar dari gugus kepulauan Natuna. TNI AL sendiri saat ini masih menyiagakan 5 kapal perang untuk pengamanan kegiatan anjungan minyak lepas pantai.

Indonesia patut menentukan bargaining position terhadap sikap China selama ini. Secara hukum internasional UNCLOS 1982, Indonesia memiliki kedaulatan terhadap wilayah maritim dan kedaulatan Laut. Terkait konflik ini, Indonesia berhak untuk melakukan protes dan memberikan peringatan kepada China melalui Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Lestari Priansari Marsudi menegaskan bahwa "Kami akan terus menegakkan prinsip kami melawan negara Partai Komunis atas klaim militer mereka". Indonesia tidak terlibat sengketa maritim di LCS dengan China. Tetapi, kerap kali Kapal Penangkap Ikan China yang dikawal kapal Coast Guard sering masuk perairan Natuna. Bargaining position Indonesia memiliki kepentingan nasional yang berlaku sepanjang masa yang sudah tertuang dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945 dengan menjunjung tinggi kepentingan keamanan negara, kepentingan kesejahteraan, kepentingan hubungan internasional. Lokasi pengeboran minyak masih masuk dalam ZEE sesuai dengan hukum internasional. Bahkan RIG Noble yang disengkatakan masih masuk dalam landas kontinen karena hanya berjarak kurang dari 150 mil dari Pulau Sekatung yaitu pulau terluar dari gugus kepulauan Natuna. TNI AL sendiri saat ini masih menyiagakan 5 kapal perang untuk pengamanan kegiatan anjungan minyak lepas pantai.

2. Prosedur standar agar terkesan China tidak terkesan melepaskan wilayah

Sebagai negara yang mengklaim zona wilayah teritorialnya di Laut, China berusaha untuk menjalankan prosedur terhadap ancaman dan serangan yang datang dari luar kedaulatan China. Jika China tidak melayangkan protes terhadap pengeboran MIGAS di Natuna Utara, maka dianggap China telah melepas wilayah teritorial tersebut terhadap Indonesia. Selain itu, China berusaha untuk menggambarkan kekuatannya pada dunia termasuk Indonesia. 


3.  Membangun Citra Otoritas China Akuntabel di luar dan didalam negeri China

 Dalam hal ini, Otoritas China diharapkan akuntabel dalam segala macam persoalan. Otoritas ini berkenaan dengan citra baik pemerintahan China terhadap rakyatnya dan pada dunia yang tetap berpegang teguh pada prinsip Nine Dash-Line yang selama ini digaungkan. 


Menanggapi tuntutan China tersebut, Muhammad Farhan, anggota DPR RI, berpendapat bahwa Indonesia tidak akan menghentikan pengeboran MIGAS tersebut di Laut Natuna. Hal ini karena jelas wilyah teritorial tersebut berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan sah dalam hukum internasional. Balasan surat diplomatik kepada China adalah Indonesia MENOLAK/ TIDAK MENERIMA surat diplomatik tersebut dan akan terus melanjutkan pengeboran MIGAS di Laut Natuna. Nota Diplomatik sikap asertif tersebut tidak perlu dinegosiasi. Setelah penolakan surat tersebut, saat ini Indonesia tidak perlu reaktif menanggapi klaim China tersebut. Sikap reaktif justru membuat China makin besar kepala dan menganggap Indonesia sudah mengakui Nine Dash-Line yang berlaku di China. Saat ini, Indonesia harus tetap berwaspada kemungkinan yang tidak terduga dan mempersiapkan pasukan TNI AL untuk menjaga kedaulatan NKRI di Natuna. 


Filiphina pernah mempertanyakan terkait masalah Nine Dash Line China vs UNCLOS 1982, apakah nine dash line dikenal dalam hukum internasional UNCLOS 1982? Jawabannya pada tahun 2016 adalah tidak dikenal. Meski demikian, China tidak merasa butuh pengakuan tersebut dan klaim tersebut terus dilayangkan kepada beberapa negara ASEAN. Eskalasi konflik LCS ini akan terus terjadi, karena China akan terus berusaha menaikkan isu Nine Dash-Line ini sebagai hal serius yang harus ditanggapi. Saat ini, Pemerintah China terus mengupayakan pengakuan kekuatan Nine Dash-Line secara internasional. Pemerintah dan Rakyat Indonesia harus cerdas terhadap segala isu ancaman yang terjadi dan akan terjadi. 


Salam, 


Sri Patmi 

Next
This is the most recent post.
Older Post

0 comments:

Post a Comment