Monday 20 October 2014
Monday, October 20, 2014

MENANTI SECERCAH HARAPAN




MENANTI SECERCAH HARAPAN





Hati pilu seperti tersayat sembilu. Semakin hari, makin membeku. Bibir yang biasa berucap makin membisu. Tubuhku semakin kaku diterpa dinginnya malam yang bercampur haru biru.

Berjalan kedepan menghitung langkah. Mata tertuju pada satu arah. Silau menyaksikan cahaya yang membuat mataku semakin jengah. Kuraih cahaya itu penuh gairah. Namun, apa daya, tubuhku tersungkur bersimbah darah. Keterbatasan ini membuatku menyerah. Kakiku terasa lelah, akankah aku berhenti atau berbalik arah?

Engkau laksana sebongkah gunung es ditengah hamparan lautan yang luas. Mencintaimu bagaikan menghirup oksigen tanpa batas. Aku dan engkau dipisahkan oleh tipisnya sekat pembatas. Membran tipis yang mudah diretas.

Pasir – pasir di pantai seolah – olah berlari mengikuti ombak dan hilang. Hari demi hari, hanya kupandangi puncak gunung es itu tanpa kutahu keindahan proses penciptaan Tuhan akan alam semesta ini?

Kuhirup oksigen di udara, masuk kedalam paru – paru, memompa jantung hingga merasuk kedalam nadi. Aku takut jika suatu saat oksigen berhenti mengalir dalam setiap aliran darahku. Perlahan, kakiku hilang dalam derasnya ombak dipinggir pantai. Bibirku berucap “ Jalan .. terus berjalan! Hirup oksigen dan rasakan!”.

Ketika kuhirup oksigen itu, apa yang kurasa? Tersedak dan menyakitkan. Bulir – bulir air laut masuk kedalam paru – paruku dan membuatku sulit bernapas. Tanpa kusadari, aku telah berhasil menyelami lautan yang membatasiku untuk memandangi keindahan gunung es itu seutuhnya.

Kubuka mataku, perih terasa ketika air laut itu menyentuh kornea mataku. Ombak seakan berbisik “ Teruslah menyelam dan lihatlah keindahan dasar laut ini dengan hatimu!”

Hatiku tersentak kaget dan takjub melihat pemandangan yang tak pernah kulihat sebelumnya. Kehadiranku disambut gembira jutaan biota laut, ikan – ikan itu riang menari dan rumput laut bergoyang menunjukkan kegembiraan.

Keindahan ini menawarkanku pada dua kenyataan hidup yang pahit, hidup atau mati? Semakin dalam aku menyelam, semakin sulit untuk kembali ke permukaan dan semakin dekat pada kematian.

Sungguh Keindahan yang menyesakkan dada! Muncul pertanyaan retorika “Sampai kapan aku bertahan didasar laut ini? Apakah aku harus menunggu gunung es itu meleleh dan aku akan melihat gunung es itu seutuhnya dari dasar laut?”.

Hatiku menjerit  “Dimana oksigen yang menjadi sumber penghidupan bagiku bahkan seluruh makhluk hidup didunia ini? Mengapa aku bertahan didasar laut ini untuk hal yang tak pasti?”.

Tubuhku melayang, antara hidup dan mati. Tiba – tiba oksigen merasuk kedalam setiap aliran darahku dan memberikan energi untuk bangkit.

Kudengar bisikan lirih “Aku hidup untukmu, untukmu aku hidup. Rasakan kehadiranku dalam hidupmu, dan hiduplah untuk hidup!”

Terdengar seperti sebuah majas hiperbola menjelang sakaratul maut. Namun, hatiku mengkal dan berbalas mengucap “Aku mencintaimu dengan caraku sendiri dan biarkan aku hidup untuk cinta serta cintailah hidup!”.

Inspired by true story


SP 

0 comments:

Post a Comment