Tuesday 22 April 2014
Tuesday, April 22, 2014

Budaya Kerja Naik Tangga

BUDAYA KERJA NAIK TANGGA





Dunia kerja merupakan wujud interprestasi dan implementasi disiplin ilmu yang diperoleh selama mengenyam pendidikan akademik. Mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan diploma maupun sarjana.
            
   Bekerja merupakan salah satu tujuan setiap orang setelah mengenyam jenjang pendidikan akademik. Di Indonesia, sistem payroll ditentukan oleh jenjang pendidikan yang ditempuh, capability dan pengalaman dalam bidang yang ditekuni. Perusahaan menetapkan ketiga hal tersebut sebagai kriteria penerimaan karyawan. Jika standarisasi penerimaan karyawan tersebut tidak dapat dipenuhi seseorang, maka perusahaan memiliki trik untuk menolak secara tidak langsung.

Contohnya : “Mohon maaf pak, untuk interview hari ini sudah cukup, nanti diterima atau tidaknya dihubungi kembali via telepon ya?”. Satu hari, satu minggu, bahkan hingga satu bulan, konfirmasi via telepon dari pihak perusahaan tak kunjung didapat. Mencoba untuk make sure dan menelepon ke perusahaan, banyak alibi yang disampaikan, mulai dari HRD tidak ditempat hingga diberikan janji untuk menunggu lagi.

            Hadeuh .. Kalau udah di PHP – in gitu, pasti bete banget. Nyari kerjaan sana sini di PHP – in, nah sekalinya dapet, gajinya enggak sesuai sama jenjang pendidikan yang ditempuh. Maka tak heran jika peranan relasi sangat besar dalam lingkungan kerja. Selain itu, fenomena ini dijadikan oleh sebagian oknum perusahaan untuk mengeruk keuntungan.

 Misalnya, jika pekerja ingin diterima dan bekerja di perusahaan  tersebut, maka ia harus membayar sejumlah rupiah untuk mendapatkan pekerjaan. Lho kok gitu? Kerja itu kan dibayar ya, bukan untuk membayar?

Tapi, itulah realita yang terjadi. Mau tidak mau, suka tidak suka, itu menjadi sebuah keharusan untuk para calon pekerja yang kalah daya saing dengan yang lain. Hal tersebut dikarenakan  keterdesakan akan kebutuhan dan mindset bahwa tanpa bekerja, maka takkan hidup.

            Waduh ... susah banget ya buat dapet pekerjaan? Dibutuhkan perjuangan yang luar biasa. Oleh karena itu, dibutuhkan profesionalisme dan etos kerja yang tinggi untuk memaksimalkan kinerja, sehingga memeperoleh hasil kerja yang optimal. Jika hasil kerja optimal, maka perusahaan tak segan untuk memberikan reward dalam jumlah yang besar.

            Untuk mengoptimalkan hasil kerja, dibutuhkan pembagian kerja (Divisi). Setiap divisi memiliki tanggung jawab dan target yang harus dicapai. Meskipun dibedakan dengan sebuah sekatan divisi, tetapi antara divisi satu dan yang lainnya saling membutuhkan dan memiliki korelasi yang sangat kuat.

 Sebagai contoh, Front officer merupakan gerbang utama perusahaan. Oleh karena itu seorang Front officer harus memiliki good communication skill, mampu bekerja underpressure dan memiliki kemampuan ekstra dalam menghadapi customer.

            Banyak yang beranggapan bahwa para staff front officer memiliki tanggung jawab dan pekerjaan yang dapat dibilang mudah. Semua kembali ke pribadi masing – masing. Setiap pekerjaan pasti memiliki tanggung jawab dan tingkat resiko tersendiri. Tergantung cara kita menyikapinya. Keberadaan mereka akan diakui penting, jika salah satu dari divisi tersebut cuti, sakit maupun izin. Pada hakikatnya, karyawan hanya ingin dihargai eksistensinya dalam ruang lingkup kerja.


            Terkadang, optimalisasi hasil dapat menjadikan seseorang menjadi underpress terhadap pekerjaan. Tentunya dengan pencapaian kinerja terbaik, maka akan meningkatkan pencitraan yang baik untuk seseorang. Pencitraan dari siapa? Untuk apa?

            Pencitraan dari atasan guna mendapatkan simpati dan mendongkrak salary. Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan simpati dari atasan. Cara yang ditempuh semakin beragam. Trik dan cara yang sering dilakukan yaitu sebagai berikut :
  1. Orang yang menduduki posisi penting dengan tanggung jawab yang besar, namun tidak didukung dengan sarana dan prasarana penunjang, ia akan mengajukan peningkatan jumlah payroll secara prosedural.
  2. Pengajuan insentif atas dasar loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan.
  3. Optimalisasi, kreativitas dan inovasi kerja yang baru, sehingga menciptakan suasana kerja yang nyaman dan kondusif.
  4. Memupuk jiwa “sense of belonging”, artinya kemampuan seseorang untuk mencintai dan menumbuhkan perasaan memiliki pekerjaan tersebut. Sense of belonging ini sangat penting dalam pekerjaan, karena dengan jiwa memiliki, maka pekerjaan bukan hanya menjadi beban. Kerja merasa nyaman, hasil menjadi maksimal, salary pun optimal, bukan begitu?
  5. Selain sense of belonging, faktor CINTA juga dapat menentukan dan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman ( ceritanya cinta lokasi atau cinlok hehehehe ... )
  6. Alih – alih resign atau mengundurkan diri dengan tujuan perusahaan akan meningkatkan salary.
Selain dengan cara tersebut diatas, nah ada praktek pencitraan yang nakal juga, yaitu dengan cara naik tangga. Woow.. capek dong ya naik tangga, apalagi kalo sampe lantai 12? Hehehe piiis :P

Makna budaya kerja naik tangga ini bersifat konotatif. Dalam arti bukan makna sebenarnya. Naik tangga? Coba anda bayangkan, bagaimana jika anda naik tangga?. Ketika menaiki tangga, tentunya kaki akan berpijak pada anak tangga dan tangan berusaha untuk menggapai pegangan tangga.

Budaya kerja naik tangga adalah sebuah analogi yang digunakan untuk mengilustrasikan budaya kerja yang rela mengorbankan masa depan bawahannya demi mendapatkan pencitraan baik dari atasan. Waduh? Sama bawahan nginjek, sama atasan merangkul? Bagaimana menurut anda mengenai seseorang yang menerapkan etos kerja seperti itu?

Kadang kesel juga ya kalo ada rekan kerja yang kayak gitu? Demi pencitraan sesaat, kepentingan dan masa depan orang lain dikorbankan. Dalam sebuah tim, kerja sama dan koordinasi sangat diperlukan untuk membangun hubungan yang baik antara atasan dan bawahan. Atasan, takkan bisa disebut atasan jika tidak memiliki bawahan. Begitupun sebaliknya. Betul? Nah, cara yang mana yang akan Anda gunakan untuk mendongkrak karir?

Terus yang bikin kesel lagi nih ya? kalo ada rekan kerja yang selalu mencari – mencari kesalahan orang lain dengan maksud dan tujuan untuk menjatuhkan karir dan citra baik seseorang. Enggak masalah sih, positive thinking aja, karena lawan adalah orang yang jauh lebih memperhatikan kita dibanding kawan. Cukup berpikir aja, orang yang marah – marah melulu dan suka mencari kesalahan orang lain itu cepet tua ( hahahahah ... smiley :-P ). Terkadang, kesalahan terkecil saja ia tahu, sebenarnya itu bisa dijadikan media pembelajaran untuk pembenahan diri, bukan hanya pembenaran diri.

Secara harfiah, seorang manusia memiliki kecenderungan tidak senang jika pendapatnya disanggah dan berusaha dengan berbagai cara untuk meyakinkan orang lain bahwa apa yang ia lakukan benar atau mencari pendukung demi pembenaran diri. Sah – sah saja, jika seseorang selalu melakukan pembenaran diri, namun harus didukung dengan data yang faktual dan mampu bertanggung jawab dengan statement yang ia lontarkan. Jika sekedar cuap – cuap, ya management juga punya mata kok? Dengan mata tersebut, management akan memiliki penilaian dan pertimbangan yang berbeda. Tergantung tinta warna apa yang akan anda goreskan dalam raport anda, warna hitam atau merah?

Sebaiknya, jika anda memiliki satu permasalahan kerja, maka fokus untuk tidak meluas ke masalah yang lain. Karena jika konflik yang anda alami semakin diperluas, bukan hanya citra anda yang buruk, namun akan berpengaruh pada berkurangnya kredibilitas perusahaan terhadap Anda. Sayang kan ya? udah berusaha semaksimal mungkin, gara – gara emosi yang tidak terkendali, dengan sesaat apa yang sudah anda bangun, hancur semua, mulai dari hubungan kerja yang baik dan kondusif, hubungan sosial dengan rekan kerja dan ketidaknyamanan kerja. Lingkungan kerja merupakan ajang pendewasaan. Disiplin ilmu yang diterapkan tidak hanya bersifat teoritis, namun juga wujud kinerja yang pragmatis. Just reminded aja nih ya ... manusia  itu dilengkapi dengan tiga kecerdasan yaitu kecerdasan inteligensi, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Jika konflik tersebut memicu anda pada perencanaan yang destruktif, coba anda pikirkan kembali? Konflik akan mendorong pada perubahan yang radikal. Berpikir !!! Jika dengan konflik justru membuat anda tidak berpikir, apa perbedaan manusia dan binatang?

Orang yang hebat adalah orang yang berani dan jujur mengakui kesalahan. Berjiwa besar ajalah sob? Pasti management pun akan respect sama kita. Manusia adalah makhluk yang serakah. Hal itu terkait masalah 3G. Jika pada masa penjajahan kita mengenal sebutan 3G itu adalah Gold, Glory dan Gospel. Istilah tersebut mulai dikembangkan kembali dalam dunia kerja.

Gold dalam arti kekayaan. Glory yaitu kejayaan atau popularitas. Dan Gospel yaitu kredibilitas dari atasan. Padahal, dalam lingkungan kerja, harus terjalin hubungan kerja sama dan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal. Karena hubungan ini akan berlanjut intens pada hubungan sosial dalam masyarakat. Bukan hanya tertuang dalam secarik kertas kontrak kerja. Apakah sebuah hubungan hanya sebatas hubungan kerja?


Terkadang, aturan yang diterapkan pun semakin tidak logis. Aturan dibuat dengan tujuan pembenahan management menjadi lebih baik, namun apa yang terjadi?

SEBUAH TIRANI KEKUASAAN !!!

Mereka, yang sejatinya adalah pembuat dan penggiat aturan, yang seharusnya menegakkkan aturan justru merekalah yang menjadikan aturan sebagai sub ordinat dari sebuah tirani kekuasaan. Jika keadaan demikian yang terjadi, kembali kepada pasal berikut :
1.     Atasan selalu benar
2.    Atasan tidak pernah salah
3.    Jika atasan berbuat kesalahan, tinjau kembali pasal 1 dan 2
Jadi, Siapa lagi orang yang dapat kita percaya dalam lingkungan kerja?

DIRI SENDIRI !!!

KAMI HANYA DIPISAHKAN DALAM SEBUAH SEKAT
TAPI KAMI JUGA MEMILIKI JIWA PENGGIAT
ATURAN DIJADIKAN SUB ORDINAT
TIRANI BAGI PARA KAUM PENGKHIANAT

TUMPUKAN KERTAS SEMAKIN ENGAP
BUT SALARY NOT UP UP



0 comments:

Post a Comment