BUDAYA
KERJA NAIK TANGGA
Dunia kerja merupakan wujud interprestasi
dan implementasi disiplin ilmu yang diperoleh selama mengenyam pendidikan
akademik. Mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan diploma maupun sarjana.
Bekerja merupakan salah satu tujuan
setiap orang setelah mengenyam jenjang pendidikan akademik. Di Indonesia,
sistem payroll ditentukan oleh jenjang pendidikan yang ditempuh, capability dan
pengalaman dalam bidang yang ditekuni. Perusahaan menetapkan ketiga hal
tersebut sebagai kriteria penerimaan karyawan. Jika standarisasi penerimaan
karyawan tersebut tidak dapat dipenuhi seseorang, maka perusahaan memiliki trik
untuk menolak secara tidak langsung.
Contohnya : “Mohon maaf pak, untuk
interview hari ini sudah cukup, nanti diterima atau tidaknya dihubungi kembali
via telepon ya?”. Satu hari, satu minggu, bahkan hingga satu bulan, konfirmasi
via telepon dari pihak perusahaan tak kunjung didapat. Mencoba untuk make sure dan menelepon ke perusahaan,
banyak alibi yang disampaikan, mulai dari HRD tidak ditempat hingga diberikan
janji untuk menunggu lagi.
Hadeuh .. Kalau udah di PHP – in gitu,
pasti bete banget. Nyari kerjaan sana sini di PHP – in, nah sekalinya dapet,
gajinya enggak sesuai sama jenjang pendidikan yang ditempuh. Maka tak heran jika
peranan relasi sangat besar dalam lingkungan kerja. Selain itu, fenomena ini
dijadikan oleh sebagian oknum perusahaan untuk mengeruk keuntungan.
Misalnya, jika pekerja ingin diterima dan
bekerja di perusahaan tersebut, maka ia
harus membayar sejumlah rupiah untuk mendapatkan pekerjaan. Lho kok gitu? Kerja
itu kan dibayar ya, bukan untuk membayar?
Tapi, itulah realita yang terjadi. Mau
tidak mau, suka tidak suka, itu menjadi sebuah keharusan untuk para calon
pekerja yang kalah daya saing dengan yang lain. Hal tersebut dikarenakan keterdesakan akan kebutuhan dan mindset bahwa
tanpa bekerja, maka takkan hidup.
Waduh ... susah banget ya buat dapet
pekerjaan? Dibutuhkan perjuangan yang luar biasa. Oleh karena itu, dibutuhkan
profesionalisme dan etos kerja yang tinggi untuk memaksimalkan kinerja,
sehingga memeperoleh hasil kerja yang optimal. Jika hasil kerja optimal, maka
perusahaan tak segan untuk memberikan reward
dalam jumlah yang besar.
Untuk mengoptimalkan hasil kerja,
dibutuhkan pembagian kerja (Divisi). Setiap divisi memiliki tanggung jawab dan
target yang harus dicapai. Meskipun dibedakan dengan sebuah sekatan divisi,
tetapi antara divisi satu dan yang lainnya saling membutuhkan dan memiliki
korelasi yang sangat kuat.
Sebagai
contoh, Front officer merupakan gerbang utama perusahaan. Oleh karena itu
seorang Front officer harus memiliki good
communication skill, mampu bekerja underpressure
dan memiliki kemampuan ekstra dalam menghadapi customer.
Banyak yang beranggapan bahwa para
staff front officer memiliki tanggung jawab dan pekerjaan yang dapat dibilang
mudah. Semua kembali ke pribadi masing – masing. Setiap pekerjaan pasti
memiliki tanggung jawab dan tingkat resiko tersendiri. Tergantung cara kita
menyikapinya. Keberadaan mereka akan diakui penting, jika salah satu dari
divisi tersebut cuti, sakit maupun izin. Pada hakikatnya, karyawan hanya ingin
dihargai eksistensinya dalam ruang lingkup kerja.
Terkadang, optimalisasi hasil dapat
menjadikan seseorang menjadi underpress terhadap pekerjaan. Tentunya dengan
pencapaian kinerja terbaik, maka akan meningkatkan pencitraan yang baik untuk
seseorang. Pencitraan dari siapa? Untuk apa?
Pencitraan dari atasan guna
mendapatkan simpati dan mendongkrak salary. Berbagai cara dilakukan untuk
mendapatkan simpati dari atasan. Cara yang ditempuh semakin beragam. Trik dan
cara yang sering dilakukan yaitu sebagai berikut :
- Orang yang menduduki posisi penting
dengan tanggung jawab yang besar, namun tidak didukung dengan sarana dan
prasarana penunjang, ia akan mengajukan peningkatan jumlah payroll secara
prosedural.
- Pengajuan insentif atas dasar
loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan.
- Optimalisasi, kreativitas dan inovasi
kerja yang baru, sehingga menciptakan suasana kerja yang nyaman dan
kondusif.
- Memupuk jiwa “sense of belonging”, artinya kemampuan seseorang untuk
mencintai dan menumbuhkan perasaan memiliki pekerjaan tersebut. Sense of belonging ini sangat
penting dalam pekerjaan, karena dengan jiwa memiliki, maka pekerjaan bukan
hanya menjadi beban. Kerja merasa nyaman, hasil menjadi maksimal, salary
pun optimal, bukan begitu?
- Selain sense of belonging, faktor CINTA juga dapat menentukan dan
menciptakan lingkungan kerja yang nyaman ( ceritanya cinta lokasi atau
cinlok hehehehe ... )
- Alih – alih resign atau mengundurkan
diri dengan tujuan perusahaan akan meningkatkan salary.
Selain dengan cara tersebut diatas, nah ada
praktek pencitraan yang nakal juga, yaitu dengan cara naik tangga. Woow.. capek
dong ya naik tangga, apalagi kalo sampe lantai 12? Hehehe piiis :P
Makna budaya kerja naik tangga ini bersifat
konotatif. Dalam arti bukan makna sebenarnya. Naik tangga? Coba anda bayangkan,
bagaimana jika anda naik tangga?. Ketika menaiki tangga, tentunya kaki akan
berpijak pada anak tangga dan tangan berusaha untuk menggapai pegangan tangga.
Budaya kerja naik tangga adalah sebuah
analogi yang digunakan untuk mengilustrasikan budaya kerja yang rela
mengorbankan masa depan bawahannya demi mendapatkan pencitraan baik dari
atasan. Waduh? Sama bawahan nginjek, sama atasan merangkul? Bagaimana menurut
anda mengenai seseorang yang menerapkan etos kerja seperti itu?
Kadang kesel juga ya kalo ada rekan kerja
yang kayak gitu? Demi pencitraan sesaat, kepentingan dan masa depan orang lain
dikorbankan. Dalam sebuah tim, kerja sama dan koordinasi sangat diperlukan
untuk membangun hubungan yang baik antara atasan dan bawahan. Atasan, takkan
bisa disebut atasan jika tidak memiliki bawahan. Begitupun sebaliknya. Betul? Nah,
cara yang mana yang akan Anda gunakan untuk mendongkrak karir?
Terus yang bikin kesel lagi nih ya? kalo
ada rekan kerja yang selalu mencari – mencari kesalahan orang lain dengan
maksud dan tujuan untuk menjatuhkan karir dan citra baik seseorang. Enggak
masalah sih, positive thinking aja,
karena lawan adalah orang yang jauh lebih memperhatikan kita dibanding kawan. Cukup
berpikir aja, orang yang marah – marah melulu dan suka mencari kesalahan orang
lain itu cepet tua ( hahahahah ... smiley :-P ). Terkadang, kesalahan terkecil
saja ia tahu, sebenarnya itu bisa dijadikan media pembelajaran untuk pembenahan
diri, bukan hanya pembenaran diri.
Secara harfiah, seorang manusia memiliki
kecenderungan tidak senang jika pendapatnya disanggah dan berusaha dengan
berbagai cara untuk meyakinkan orang lain bahwa apa yang ia lakukan benar atau
mencari pendukung demi pembenaran diri. Sah – sah saja, jika seseorang selalu
melakukan pembenaran diri, namun harus didukung dengan data yang faktual dan
mampu bertanggung jawab dengan statement yang ia lontarkan. Jika sekedar cuap –
cuap, ya management juga punya mata kok? Dengan mata tersebut, management akan
memiliki penilaian dan pertimbangan yang berbeda. Tergantung tinta warna apa
yang akan anda goreskan dalam raport anda, warna hitam atau merah?
Sebaiknya, jika anda memiliki satu permasalahan
kerja, maka fokus untuk tidak meluas ke masalah yang lain. Karena jika konflik
yang anda alami semakin diperluas, bukan hanya citra anda yang buruk, namun
akan berpengaruh pada berkurangnya kredibilitas perusahaan terhadap Anda.
Sayang kan ya? udah berusaha semaksimal mungkin, gara – gara emosi yang tidak
terkendali, dengan sesaat apa yang sudah anda bangun, hancur semua, mulai dari
hubungan kerja yang baik dan kondusif, hubungan sosial dengan rekan kerja dan
ketidaknyamanan kerja. Lingkungan kerja merupakan ajang pendewasaan. Disiplin
ilmu yang diterapkan tidak hanya bersifat teoritis, namun juga wujud kinerja
yang pragmatis. Just reminded aja nih
ya ... manusia itu dilengkapi dengan
tiga kecerdasan yaitu kecerdasan inteligensi, kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual.
Jika konflik tersebut memicu anda pada
perencanaan yang destruktif, coba anda pikirkan kembali? Konflik akan mendorong
pada perubahan yang radikal. Berpikir !!! Jika dengan konflik justru membuat
anda tidak berpikir, apa perbedaan manusia dan binatang?
Orang yang hebat adalah orang yang berani
dan jujur mengakui kesalahan. Berjiwa besar ajalah sob? Pasti management pun
akan respect sama kita. Manusia adalah makhluk yang serakah. Hal
itu terkait masalah 3G. Jika pada masa penjajahan kita mengenal sebutan 3G itu
adalah Gold, Glory dan Gospel. Istilah tersebut mulai dikembangkan kembali
dalam dunia kerja.
Gold dalam arti kekayaan. Glory yaitu
kejayaan atau popularitas. Dan Gospel yaitu kredibilitas dari atasan. Padahal,
dalam lingkungan kerja, harus terjalin hubungan kerja sama dan koordinasi baik
secara vertikal maupun horizontal. Karena hubungan ini akan berlanjut intens
pada hubungan sosial dalam masyarakat. Bukan hanya tertuang dalam secarik
kertas kontrak kerja. Apakah sebuah hubungan hanya sebatas hubungan kerja?
Terkadang, aturan yang diterapkan pun
semakin tidak logis. Aturan dibuat dengan tujuan pembenahan management menjadi
lebih baik, namun apa yang terjadi?
SEBUAH
TIRANI KEKUASAAN !!!
Mereka, yang sejatinya adalah pembuat dan
penggiat aturan, yang seharusnya menegakkkan aturan justru merekalah yang
menjadikan aturan sebagai sub ordinat dari sebuah tirani kekuasaan. Jika
keadaan demikian yang terjadi, kembali kepada pasal berikut :
1.
Atasan
selalu benar
2.
Atasan
tidak pernah salah
3.
Jika
atasan berbuat kesalahan, tinjau kembali pasal 1 dan 2
Jadi,
Siapa lagi orang yang dapat kita percaya dalam lingkungan kerja?
DIRI
SENDIRI !!!
KAMI HANYA DIPISAHKAN DALAM SEBUAH SEKAT
TAPI KAMI JUGA MEMILIKI JIWA PENGGIAT
ATURAN DIJADIKAN SUB ORDINAT
TIRANI BAGI PARA KAUM PENGKHIANAT
TUMPUKAN KERTAS SEMAKIN ENGAP
BUT SALARY NOT UP UP
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.