Sunday 15 September 2013
Sunday, September 15, 2013

Apakah Hukum Itu Sebuah Pisau?



Apakah Anda tahu pisau? Apakah kegunaan pisau? Tentu sebagian besar sudah mengetahui apa itu pisau dan apa kegunaannya. Pisau dipergunakan untuk memotong daging, buah, sayur dan lain – lain. Apakah Anda mengetahui bentuk pisau? Pisau memiliki dua sisi, yaitu sisi bawah, sisi yang tajam, yang sering dipergunakan untuk memotong suatu benda, dan sisi tumpul dibagian atas.



Sisi yang tumpul dari sebuah pisau mungkin kita tidak pernah mempergunakannya. Nah, bagaimana jika hukum diibaratkan seperti sebuah pisau? Dapatkah Anda membayangkan betapa ironis sekali. Hukum tampak memiliki dua sisi, yaitu sisi yang tajam dan sisi yang tumpul. Kita tidak bisa menyangkal lagi, karena itulah fenomena yang terjadi saat ini. Hukum tak ubahnya seperti pisau yang memiliki dua sisi yang mungkin itu bisa kita sebut sebagai simbiosis parasitisme. Apa maksudnya? Artinya hanya menguntungkan salah satu pihak.

Fenomena yang terjadi saat ini adalah, hukum untuk orang bawah atau rakyat jelata jauh lebih tajam dibandingkan hukum terhadap orang atas atau para pejabat Negara. Hal ini mencontohkan bahwa hukum ini bagaikan sebuah pisau yang memiliki dua sisi. Untuk rakyat jelata, hukum itu tajam. Tetapi untuk para pejabat Negara yang terbukti melakukan pelanggaran hukum, hukum itu tumpul.

Salah satu contohnya kasus mafia pajak. Seorang Napi yang bebas plesiran. Bayangkan seorang Napi dalam penjara bisa plesiran ke Bali untuk menyaksikan pertandingan tenis. Bahkan kasus yang terakhir terjadi, mafia pajak plesiran ke Singapura menggunakan paspor Sony Laksono. Dapat Anda bayangkan, paspor adalah dokumen rahasia Negara, tapi dapat dipalsukan oleh seorang Napi, hanya dengan beberapa rupiah saja dokumen Negara dapat dipalsukan. Hal tersebut sudah mencoreng ranah hukum di Indonesia. Itu menandakan betapa lemahnya supremasi hukum.

Seorang maling jemuran, dihukum hingga berbulan – bulan bahkan hingga bertahun – tahun, yang lebih tragis, terkadang nyawa mereka menjadi taruhan jika massa bertindak arogan. Padahal barang curiaanya bernilai rendah tetapi nyawa yang menjadi taruhannya. Sedangkan para koruptor, mafia pajak, dihukum hanya beberapa tahun tanpa taruhan nyawa di Hotel prodeo dengan fasilitas yang eksklusif. Tidak sebanding dengan pelanggaran hukum yang diperbuat. Pencuri ayam dengan pencuri uang Negara, hukumannya tidak sebanding.

Ada salah satu Makelar Kasus (Markus ) yang berdalih hal tersebut dilakukan karena faktor ekonomi. Jika itu dilakukan karena alasan faktor ekonomi, bagaimana dengan rakyat jelata yang mencuri ayam hanya untuk sesuap nasi? Apakah alasan tersebut dapat dibenarkan? Padahal kehidupan para Koruptor telah bergelimangan harta, namun masih saja berdalih faktor ekonomi. Fenomena ini sangat ironis.

Apalagi dengan melonjaknya beberapa harga bahan pokok saat ini. Hal ini diimbangi juga dengan kenaikan bahan pokok yang lain. Jadi tidak heran jika tindak kriminalitas pun semakin meningkat. Hidup serba kekurangan, lapangan kerja yang kurang, kebutuhan semakin meningkat dan harga yang semakin melonjak. Mungkin itu adalah salah satu alasan yang memicu terjadinya tindak kriminalitas seperti pencurian.

Nah, apa alasan para pencuri uang Negara? Apa karena hidup yang serba kekurangan? Tidak! Apa karena lapangan kerja yang kurang? Tidak juga! Apa karena harga yang semakin melonjak? Saya pikir tidak, karena penghasilan mereka pun sebanding dengan lonjakan harga, dengan harga tersebut mereka masih dapat menjangkau. Apa karena kebutuhan yang semakin meningkat? Mungkin iya. Karena manusia tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka dapat. Seperti hukum ekonomi, kebutuhan tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan bersifat terbatas. Atau alasan para pencuri uang Negara melakukan itu karena mereka bekerja di Ladang uang? Segala tindakan yang mereka lakukan dapat menghasilkan uang.

Oleh karena itu, hal seperti ini menjadi PR bagi pemerintah untuk memperbaiki dan membenahi sistem Pemerintahan. Seharusnya sebagai Pejabat Negara yang telah dipercaya oleh rakyat, bermoral yang baik dan memikirkan nasib rakyat yang kian lama kian terpuruk. Seperti peribahasa “ Gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati ditengah”. Jangan sampai pertikaian dua golongan besar, rakyat yang merasakan dampaknya. Rakyat Indonesia tidak membutuhkan Pejabat Negara yang pintar. Rakyat Indonesia membutuhkan Pejabat Negara yang benar dan berjiwa besar. Karena jika Pejabat Negara yang pintar, dapat membodohi orang yang awam terhadap berbagai macam permasalahan. Kami membutuhkan seorang Pejabat Negara yang benar, sehingga dapat menjadi suri teladan bagi rakyat Indonesia. Dan kami butuh Pejabat Negara yang berjiwa besar, yang berani mengungkap kebenaran dan berani mengakui kesalahan. Pejabat Negara boleh salah, tapi tidak boleh bohong. Jika Pejabat Negara salah, masih bisa diperbaiki untuk menjadi yang lebih baik. Tapi jika Pejabat Negara berbohong demi menutupi kesalahan yang diperbuat, maka untuk seterusnya, akan berbohong demi menutupi kebohongan yang lain. Karena kedaulatan yang tertinggi adalah kedaulatan rakyat. Dan diatas itu semua masih ada Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Rakyat selalu berharap yang terbaik untuk Bangsa ini menjadi Bangsa yang lebih baik, Bangsa yang bermoral, Bangsa yang bersih dan transparan.

Para pahlawan telah berjuang melawan, mengusir penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Itu semua merupakan perjuangan yang berat supaya Sang Saka Merah Putih dapat berkibar menembus cakrawala.Tugas para pejuang melawan penjajah, tugas kita sebagai generasi penerus sangatlah berat, yaitu melawan Bangsa kita sendiri.
Melawan tindakan korupsi, kebohongan dan ketidakadilan. Sanggupkah Anda?


www.masterpieceofsrievadmy.blogspot.com/apakahhukumitusebuahpisau
At Feb 14, 2011

0 comments:

Post a Comment