Wednesday 25 November 2020

IRONI KEHIDUPAN PENGAJAR TUA MENANTI SENJA


 

Siapa bilang mereka yang tidak memahami apapun itu merupakan orang yang bodoh? Mari saja kita amati lagi secara seksama! Mereka itu bukan tidak paham dengan apapun yang disampaikan. Tutur dari alam semesta ini dapat diterima oleh manusia dengan perantara. Perantara yang seakan memiliki kedudukan tetapi tidak menduduki jabatan. Mereka tidak berorientasi pada hal apapun selain untuk membagikan apa yang mereka ketahui secara cuma-cuma. Jika mengharapkan sepeser uang hanya sebatas kepantasan mereka menjalani kehidupan layaknya manusia lainnya yang membutuhkan kebutuhan primer lainnya. Jika harus dibandingkan, tidak akan seberapa dengan tutur yang disampaikannya untuk mengubah kehidupan ini menjadi lebih terang benderang.

Dari kegelapan melihat huruf yang menyinari alam semesta bahkan mengubah dunia. Mereka menyampaikan setitik saja yang didapatkan dari kalam Illahi. Hasil yang diperoleh dengan perjalanan waktu yang ada mengantarkan manusia satu per satu pada gerbang kehidupan yang berkilauan. Menjadi seorang pengajar dan pendidik bukan hanya sebagai tugas dan tanggung jawab saja. Terlebih lagi mereka harus menyampaikan kebenaran yang hakiki dari essensi kehidupan. Amanah yang diemban oleh para pemikul pengetahuan semakin berat tetapi bahunya yang kuat tetap menengadah ke langit menyaksikan satu per satu bintangnya telah tampil bersinar di tengah galaksi yang sangat luas.

Kumpulan buku yang pernah mereka baca dituangkan dalam suara yang begitu lantang dihadapan kelas. Langkah lelahnya digantikan dengan senyum sumringah menatap bintangnya bersinar terang. Kesucian ilmu pengetahuan yang tertuang dalam sebentuk kalimat sederhana dengan cara mendidik yang mudah dipahami oleh banyak manusia. Dari kejauhan matanya memandang mata demi mata yang tatapannya seakan nanar belum memahami kehidupan ini dalam sejatinya makna. Manusia yang baru terlahir belum tahu kearah mana mereka harus dididik dan terdidik. Pada akhirnya sentuhan dari seorang pendidik dan pengajar adalah bentuk kesahajaan terhadap kekosongan bejana yang menanti diisi oleh materi berwujud pengetahuan.

Seberapa besar sentuhan itu akan memberikan arti untuk kehidupan dimasa yang akan datang. Percetakan hidup yang dinaungi oleh lingkungan formal. Gerak kuasanya menciptakan lembaran kertas putih yang bertuliskan banyak karya didalamnya. Mencetak ribuan nilai yang hidup dan berjalan bersamaan dengan pergerakan semesta raya. Sepercik saja cahaya yang diberikan melalui kehangatan tutur sapanya memberikan goresan tinta emas. Junjung tinggi kehidupan mereka para pengemban tugas suci dan mulia. Meskipun fenomena yang terjadi saat ini mereka masih saja dibenturkan dengan konflik kepentingan semata.

Idealisme dengan anggun ditanamkan dalam diri setiap generasi penerus bangsa. Para penggenggam kehidupan bangsa ini terus diberikan pupuk agar tetap bertumbuh hidup dan memberikan buah untuk kehidupannya itu sendiri dan masyarakat secara luas. Sementara lain waktu, akan ada sisi mereka yang disentuh dengan keinginan untuk menyampaikan tutur pengajar secara turun temurun untuk anak cucunya bahkan beranak pinak. Dalam garis bilangan Fibonacci mereka akan membuahkan sebuah piramida raksasa dengan satu puncak diatasnya mahaguru yang sangat hebat yang telah membagikan keilmuan itu secara berkesinambungan. Bayangkan saja bila seorang pengajar dan pendidik melahirkan pengajar-pengajar lainnya? Lalu dimana posisi si pengajar yang sebelum-sebelumnya? Puncaknya adalah kemuliaan bagi mereka yang berpengetahuan luas, tulus dan tanpa pamrih. Bisa jadi mereka tidak menempati piramida posisi tersebut melainkan berada pada deret tunggal disekitaran Fibonacci tersebut. Tetap berada pada susunan nilai yang sama dari waktu ke waktu. Perspektif lain dari kehidupan seorang pengajar dan pendidik. Nalar yang diluar nalar, dimana sesuatu yang dibagikan justru memiliki beranak pinak menjadi banyak bahkan satu pengajar dikuadratkan lagi dalam sebuah kuadran jendela manusia.

Belum lagi dengan analogi dimana satu piramida ini masih harus menelurkan piramida lagi dalam bentuk pohon faktor yang lebih luas. Ditambah akal pikir akan semakin merasa tak logis dengan sesuatu yang dibagikan justru semakin banyak hasilnya. Tidak berkurang malah semakin bertambah. Jadi, jangan lagi-lagi semuanya harus dipikirkan dengan logika. Bisa jadi apapun yang disampaikan melalui pesan sederhana ini bukan melalui proses penalaran para pemangku kepentingan diri.

Membagikan ilmu sama halnya dengan memperpanjang indra manusia untuk terus berada didunia. Misal saja, jika seorang ibu mengajarkan anaknya untuk mengaji, maka ilmu tersebut akan terus hidup jika dipergunakan sebagaimana mestinya. Lalu bagaimana jika tidak dipergunakan? Apakah ilmu itu akan berhenti sampai disitu saja. Entah pada bagian lembaran kehidupan yang mana, ilmu itu akan keluar lagi melalui proses konversi dari materi yang sama. Apapun yang sudah ditanamkan dalam jiwa akan terus terekam dan secara psikologis memori dapat recall/memanggil kembali. Perpanjangan tangannya pada generasi penerus selanjutnya akan membuahkan banyak hasil pada bidang yang berbeda-beda. Mereka adalah manifestasi harta berwujud nyata.

Sudah semestinya dharma bakti tertinggi seorang murid bukan hanya untuk bayar iuran SPP, mengerjakan PR, memberikan hadiah. Wujud bakti tertinggi seorang murid adalah menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki menjadi sebuah pilar kokoh yang menguatkan sendi kehidupan mereka. Menyajikan ilmu itu untuk menghadapi segala realita yang ada. Ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh tutur pengajar dan pendidik ditancapkan sebagai tiang pancang hingga ke dasar. Semakin tinggi kedudukan, harkat dan martabatnya semakin dalam pula tiang pancang itu tertancap menuju dasar. Hingga tidak ada lagi alih-alih pengajar dan murid itu hanya sebatas hubungan transaksional lingkungan formal yang disebut sekolah. Dari paparan diatas, pantaskah kita memperlakukan seorang pengajar sebatas orang yang sedang bekerja dengan profesinya sebagai guru? Tataran ini sangat rendah untuk para murid yang menjalankan kewajiban saja yang dicanangkan oleh pemerintah tentang program pendidikan 12 tahun. Bukalah mata hati kita, pejamkan mata, kita tundukkan kepala! Bertanyalah pada nurani bukan logika! Sebagai manusia yang empurna dibekali oleh budi pekerti yang mulia menjadi manusia yang tak berbudi karena dibutakan oleh hawa nafsu dan kepentingan perut lainnya.

Mereka yang mengajar, lalu dibayar. Pembagian raport, beri hadiah itu sudah mewah? Sudah usai sampai disitu saja hubungannya? Ironis sekali jika kita masih memandang dari perspektif kehidupan yang sangat sempit. Sedangkan mereka mengajarkan kepada kita dalam sudut keluasan, kedalaman, ketinggian, kebesaran dan keagungannya sebagai manusia. Jangan sampai kita hanya menjadi seonggok daging busuk yang tak memiliki arti tanpa gerak jiwa dan nurani. Mulai dari waktu ini juga, sematkan nama-nama pengajar itu dalam jiwa. Kirimkan doa dan segala persembahan terbaik meski tak ada temu secara fisik. Berikan mereka kekuatan untuk terus menyampaikan pengajaran dan pendidikan meski sudah tertatih dan tergopoh-gopoh menjalani kehidupan yang sudah renta diujung senja. Menunggu tenggelamnya cakrawala menanti bintang bersinar menyinarinya lagi dalam kegelapan malam. Terima kasih pengajarku yang malang, meski tak dihargai tetap saja menyinari bumi.

 

Selamat Hari Guru Nasional

25 November 2020

***

https://youtu.be/S2OdZudVJa8

https://youtu.be/S2OdZudVJa8

0 comments:

Post a Comment