JERITAN HATI SANG PEMUAS BIRAHI
Pemuas birahi? Waduh ... Kalo denger istilah
ini, kayaknya terkesan nakal ya? hehehe. Seperti yang telah dijelaskan di
artikel terkait “Ketika bisnis lendir mulai disindir” dan “Haruskah kami
dijual”, telah dipaparkan secara rinci mengenai para pemuas birahi. Oknum
terkait masalah pemenuhan kepuasan birahi ini yaitu gigolo, wanita tunasusila,
mucikari dan lain – lain.
Pemuas birahi ini, bukan hanya terkait
masalah kebutuhan terhadap seks laki – laki dan perempuan maupun sebaliknya. Para
pemuas birahi ini dianggap oleh sebagian orang dapat memberikan solusi terhadap
kebutuhan seks mereka.Namun, permasalahan yang ditimbulkan dari kegiatan
prostitusi ini sangat kompleks.
Problematika yang terjadi semakin menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat. Bahkan telah menjadi masalah sosial. Mulai dari
pelanggaran norma kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat, perusakan moral dan
keimanan seseorang secara tidak langsung hingga kegiatan penjualan manusia
(human trafficking) terutama anak – anak dibawah umur dan remaja.
Anak – anak dibawah umur sering kali terjerat
dalam pusaran prostitusi. Sungguh malang sekali, anak – anak dan remaja yang
seharusnya mendapatkan perlindungan dari orang yang dikasihi dan perlindungan
yang sah dihadapan hukum, justru malah
terjerumus kedalam lingkaran prostitusi.
Nampaknya lingkaran tersebut layak untuk
dikatakan bagai sebuah lingkaran setan. Bagi siapa saja yang telah masuk
kedalam lingkaran tersebut, maka akan sulit untuk keluar dari lingkaran
tersebut. Karena lingkaran setan itu, tak berujung dan takkan pernah ada
akhirnya.
Walaupun faktor pendorong terjadinya kegiatan
prostitusi ini beragam, mulai dari keinginan dan dorongan dari diri sendiri
ataupun karena menjadi korban penjualan manusia. Namun, satu pertanyaan yang
akan terlontar dari benak setiap orang, “Apakah anda memiliki cita – cita
menjadi seorang pekerja seks?”
Berikut ini kisah pilu sang pemuas birahi
lelaki.
Saat itu, kutemui ia menangis tersedu – sedu
dipinggir jalan. Dengan penuh keraguan, kuhampiri gadis itu. Spontan, terlontar
pertanyaan, “Apa yang sedang kau lakukan disini? Mengapa kau menangis?”
Gadis itu menjawab dengan emosi yang meledak
– ledak.
“Apa
urusanmu? Jauhi aku!”
“Mohon
maaf, jika memang pertanyaanku mengusikmu. Tapi, aku hanya ingin sekedar
membantumu. Hari sudah larut malam, apa yang sedang kau lakukan disini? Aku
bertanya seperti ini, bukan berarti aku ingin ikut campur dalam urusanmu, aku
hanya ingin sekedar membantumu, minimal perhatianku ini adalah wujud
kepedulianku padamu, meskipun kita belum saling mengenal”.
Gadis
itu hanya tertunduk diam.
“Baiklah,
jika memang kehadiranku membuatmu terusik. Akan kutinggalkan kau disini dan kau
dapat menghubungi kantor polisi terdekat jika terjadi sesuatu padamu”.
Tiba
– tiba, gadis itu menggenggam erat tanganku. Kurasakan genggaman erat tangannya
yang dingin dan gemetar.
“Baiklah,
ikutlah denganku! Tempat ini tidak cocok untuk menceritakan semua ketakutanmu
itu”.
Beberapa menit kemudian, aku dan gadis itu
tiba disalah satu kafe tenda dibilangan Jakarta. Segera aku memesan minuman
penghangat tubuh dan makanan untuk kami. Ia terlihat sangat lelah. Tak ada
sedikitpun motivasi semangat dalam hidupnya. Setelah menikmati santapan
tersebut, kuberanikan diri untuk mengetahui identitas gadis itu.
Gadis itu bernama Dian. Dian adalah gadis
yang cantik, manis, berkulit putih, tinggi semampai dan langsing. Sekilas, jika
kulihat ia nampak seperti gadis yang lugu dan polos.
Perlahan, Dian mulai menceritakan rasa
ketakutannya padaku. Entah apa yang membuatnya langsung seketika percaya
padaku. Padahal, aku adalah orang yang baru ia kenal dipinggir jalan.
“Aku
tahu, mungkin aku begitu mudah mempercayaimu. Tapi, aku yakin, kamu adalah
orang yang dapat kupercaya dan membantuku. Kamu belum mengenalku, tapi kamu
peduli padaku. Bahkan, aku telah memperlakukanmu secara kasar. Rasanya tak
pantas, orang sebaik kamu mendapatkan perlakuan kasar”.
“Hei
... kamu enggak usah berpikir seperti itu. Itu bukan menjadi masalah berarti
bagiku”.
“Aku
merasa, dunia ini tak adil untukku!”
“Apa
yang membuatmu berpikiran seperti itu? Bukankah Tuhan telah menciptakanmu dalam
wujud sempurna dan jauh lebih indah dibanding makhluk yang lain?”
“Mungkin
jika kamu lihat secara sepintas, kesempurnaan itu diberikan kepadaku dalam
wujud fisik yang sempurna. Tapi, kesempurnaan fisikku ini,tak sesempurna dengan
hidupku. Jangankan orang lain, aku saja benci dengan diriku sendiri!”
“Hmmm
.. oke. Apakah itu sebuah kebencian ataukah utopia?”
“Entahlah,
tapi untuk saat ini, aku hanya percaya bahwa Tuhan itu tidak adil padaku!
Kenapa harus aku?”
“Kamu
adalah gadis yang sempurna dan cantik. Kamu tahu, kesempurnaan dan kecantikkan
yang kamu miliki saat ini dari mana?”
Gadis
itu menggelengkan kepala, pertanda ia tidak tahu atau ia sudah mulai skeptis
dengan kehidupan yang ia jalani saat ini.
“Kamu
itu adalah hasil dari totalitas proses penciptaan Tuhan”.
“Kamu
berusaha menghiburku?”
“Meurutmu?”
“Entahlah.
Hidupku tak jauh berbeda dengan barang dagangan”.
Aku
berusaha memahami bahasa tubuh dan pesan singkat yang ia sampaikan.
“Tuhan
membiarkanku seperti ini! Tuhan membiarkan mereka memandangku sebelah mata,
menghina, mencaci, menghakimi dan menganggapku seperti sampah masyarakat hingga
kini aku terkulai dan tak berarti!”
Gadis
itu tertunduk dan meneteskan air mata
“Dulu,
aku adalah seorang gadis manis dan penurut terhadap perintah orang tua. Aku
hidup disebuah desa kecil dan jauh akan media informasi. Jangankan untuk
mencapai cita – citaku, bisa baca, tulis dan berhitung saja butuh perjuangan
yang luar biasa. Bagi orang tuaku, seorang perempuan tak perlu mengenyam
pendidikan yang tinggi. Karena bagi mereka, perempuan hanya cukup dikasur,
dapur dan sumur. Selain itu, hidup kamipun serba kekurangan, jangankan untuk
sekolah, untuk biaya hidup saja kami masih dibantu dari tetangga. Hingga suatu
hari, orang tuaku terlilit hutang kepada lintah darat. Rumah dan seekor kambing
tak cukup untuk melunasi hutang – hutang orang tuaku. Rentenir itu memberikan
pilihan, jika aku bekerja dan mengabdi padanya, maka seluruh hutang orang tuaku
dianggap lunas. Namun, apa yang kudapat? Aku diperkosa dan dijadikan pemuas
birahi lelaki. Tak ada sedikitpun belas kasihan mereka padaku. Bagiku, ini
bukan sebuah pilihan hidup. Lalu, apakah aku bercita – cita menjadi seorang
PSK?”
“Ketika
mendapatkan pertanyaan seperti itu, tentu jawaban semua orang TIDAK!”
“Lalu,
kenapa mereka memperlakukanku layaknya sampah masyarakat? Bahkan, orang yang
kucintai pun merasa jijik padaku? Aku juga manusia biasa, sama seperti kalian,
aku punya perasaan. Akupun merasa jijik ketika tubuhku dijamah oleh orang yang
hanya memuaskan nafsu dunianya saja!”
“Sudah
berapa lama kamu menjalani hidup seperti ini?”
“Aku
terjebak dalam lingkaran setan ini selama delapan tahun. Awalnya mungkin aku
merasa risih ketika tubuhku dijamah para lelaki hidung belang itu, namun
keterdesakan ekonomi semakin membuatku semakin terjerembab begitu dalam. Aku
menganggap, lelaki hidung belang itu adalah kaum yang layak untuk diperas
uangnya untuk membiayai hidupku”.
“Jika
itu bukan menjadi jalan hidupmu, kenapa kamu enggak berusaha untuk keluar dari
lingkaran setan itu?”
“Bagaimana?
Usaha itu enggak hanya sekali atau dua kali kucoba, tapi sudah berulang kali.
Namun, tak pernah membuahkan hasil. Semua gerak gerik kami diawasi oleh antek –
antek mucikari itu! Penghasilan yang kuperoleh dari menjajakan diripun dipotong
oleh mucikari dengan alibi membiayai kebutuhan hidupku dan membayar keamanan
dalam kegiatan prostitusi. Tapi, apa yang kudapat? Bukan rasa aman yang
kurasakan, tapi ketakutan yang luar biasa. Usiaku kini semakin menua, bagi
mereka, usia 24 tahun adalah usia yang kurang produktif untuk menghasilkan
uang. Malam ini, aku belum mendapatkan pelanggan satupun. Sedangkan, aku harus
menyetor sejumlah uang kepada mami. Belum lagi stigma masyarakat terhadapku?
Aku membantu perekonomian sebagian orang, termasuk keluargaku, namun setelah
aku tersungkur tak berdaya, siapa yang akan mampu menolongku? Mereka justru
jijik dan meludahiku! Lalu, apakah aku bisa mengatakan bahwa Tuhan itu adil
padaku?”
“Apakah
tidak ada sedikitpun keyakinanmu terhadap Tuhan?”
“Entahlah,
keyakinan itu seakan tlah pupus bersama dengan pupusnya harapan hidupku!
Dulu,
aku memiliki sikap antusiasme yang tinggi terhadap dunia jurnalistik, bahkan
cita – citaku adalah menjadi seorang penulis. Buku kecil ini, menjadi saksi
bisu kejamnya ibukota”.
“Boleh
aku lihat buku itu?”.
Dian
memberikan buku itu. Jemariku mulai membuka setiap lembaran kisah hidupnya.
Dalam benakku berpikir “Mengapa gadis baik dan cantik seperti Dian diperlakukan
layaknya barang dagangan? Pantaskah Dian dihina?”.
“Dian,
kenapa kamu selalu mengulang kata yang sama dalam setiap lembaran kisah yang
kamu tulis?”
“Bagiku,
pemuas birahi itu adalah kata yang mampu membangkitkan dan memotivasi untuk
bangkit ataukah semakin terpuruk?”
“Setiap
lembaran yang kamu tulis ini, banyak unsur pengulangan. Sampai kapan kamu akan
menentukan ending dari lembaran cerita ini?”
“Sampai
aku dapat terlepas dari lingkaran setan ini!”
“Bagaimana
kamu bisa yakin akan keluar dari lingkaran setan itu, jika dalam kamu saja
tidak yakin dengan dirimu dan Tuhan?”
“Harga
diriku pun tak jauh lebih mahal dari kambing dan rumah yang kusinggahi. Lalu,
kepada siapa aku berhak meluapkan kemarahanku ini?”.
“Kamu
begitu mudah percaya dan yakin padaku, kenapa kamu tidak lakukan dalam setiap
aspek kehidupanmu? Aku yakin, kamu percaya pada kebesaran Tuhan, tapi hatimu
selalu berusaha untuk menyangkal dan menolak”.
Dian
kembali menangis terisak – isak.
“Aku
salah! Aku terlalu berprasangka buruk pada – Mu, Tuhan. Aku berjanji akan
menentukan ending lembaran cerita ini! PASTI!”
“No
.. No ... Yang benar adalah kita akan menentukan dan menyelesaikan ending dari
lembaran cerita ini, Dian”.
JERITAN HATI SANG PEMUAS BIRAHI
Kami bukan hanya untuk dijamah lelaki
Kami bukan hanya untuk memuaskan birahi
Mengapa kami terus dicaci?
Kami juga memiliki hati
Kami ingin dilindungi dan dikasihi
Perlakukan kami secara manusiawi
Kami mohon hentikan kegiatan prostitusi
Agar kami menjadi manusia yang berarti
nice post.. inspiratif
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteterima kasih ya atas kunjungannya :)
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletebaru sempat mampir neh... nice blog
ReplyDelete