Monday 18 May 2020
Monday, May 18, 2020

Peradaban Manusia Sebelum dan Sesudah Corona



Seluruh negeri sedang berkecamuk. Dimulai dari akhir tahun 2019 dimana masyarakat China mulai dihebohkan dengan pandemi Corona. Sebuah pemaknaan leksikal dari kata “Corona” hingga menjelma dalam efek yang begitu mondial. Terlepas dari segala isu konspirasi yang diciptakan oleh segala pihak, faktanya virus ini memukul kehidupan manusia hingga diambang nadir. Bukan hanya lumpuh, tetapi berimbas pada perspektif lain dalam kehidupan. Disadari ataupun tidak, efek domino yang telah dirasakan secara kongkret saat ini adalah lumpuhnya perekonomian secara global. Apapun yang dikatakan para ahli ekonomi tentang kondisi saat ini, pada tahapan resesi, inflasi menyeluruh dan lain-lain.
Dilansir dari media daring https://money.kompas.com/read/2020/04/23/174607026/dampak-covid-19-menaker-lebih-dari-2-juta-pekerja-di-phk-dan-dirumahkan dengan mengutip data Kemenaker per 20 April 2020, ada sekitar 2 juta pekerja dari 116 ribu perusahaan terkena dampak dirumahkan dan PHK akibat pandemi ini. Ironis sekali, perekenomian seperti disayat putus bagian nadi. Belum lagi ditambah dengan efek yang ditimbulkan setelah PHK, disusul dengan meningkatnya kasus kriminalitas. Berbagai pilihan akan muncul demi bertahan hidup. Manusia yang menentukan pilihan. Memilih pada kedudukan yang sama atau satu tingkatan hirarki yang bermartabat.
Hal yang lebih mengerikan lainnya adalah munculnya transformasi nilai budaya secara masif. Tantangan dunia yang sangat beragam dimana penanaman nilai ini dilakukan melalui informasi dari mulut ke mulut (word of mouth/WOM). Suguhan informasi dari para konglomerasi media yang memiliki banyak konflik kepentingan (conflict of interest). Idealime para jurnalis dibenturkan dengan tendensi kepemilikan media tersebut. Dunia makin berkecamuk ketika agenda setting mulai disiapkan dan disebar secara luas. Terlebih dengan kemunculan media baru, satu menyebarluaskan untuk semua. Ungkapan bahasa sanepa yang tepat adalah informasi jaring laba-laba. Terkesan angkuh padahal rapuh. Saya berani mengatakan mereka adalah orang yang terperangkap pada jerembab jaring laba-laba.
Saat ini kita sedang berada dalam tahapan masyarakat informasi (information society). Siapa yang bisa membendung derasnya terpaan arus informasi? Bahkan setiap orang cenderung menjadi objek suatu informasi. Bagaimana kita menyikapi sebuah informasi yang diterima? Mari kita amati dengan seksama, media banyak menyajikan informasi yang begitu histeris tanpa diimbangi dengan adanya upaya persuasif. Bagai fenomena gunung es, alam bawah sadar akan membentuk proyeksi kecaman dan ancaman hidup diantara sebuah kematian. Dalam sudut pandang ini, pilihannya hanyalah 2 yaitu mati karena corona atau mati karena kelaparan.
Ketika berbicara urusan perut, semua menjadi buas. Bahkan lebih buas dari binatang. Manusia yang beradab akan menjadi biadab, manusia yang biadab akan lebih biadab. Bahkan yang lebih parah adalah kanibalisme akan terjadi, dimana satu sama lain saling memangsa kepentingan orang lain dengan cara – cara yang tidak beradab. Justru saat ini adalah momentum sifat dasar manusia muncul ke permukaan, dimulai dari brangasan, liar dan buas. Lalu dimana letak adab itu sendiri? Apa yang terjadi sebelum dan sesudah corona terhadap kehidupan manusia?
Sampai dengan saat ini, belum ada yang bisa memprediksi berakhirnya masa pandemi ini. Meskipun beberapa waktu ini telah dilakukan percobaan untuk penemuan vaksin corona, tapi itu bukan sebuah jaminan bagi manusia terlepas dari kungkungan kematian. Pada akhirnya saya sangat tegas mengatakan pandemi ini adalah proses seleksi alam. Siapakah insan-insan terpilih yang dapat melalui proses seleksi ini? Seberapa besar usaha kita untuk bertahan hidup?
Tentunya bukan sebuah hal yang mustahil jika alam semesta memberikan pancaran energi untuk manusia terpilih. Dalam konteks yang tinggi, kita akan menemukan diri berada pada sebuah piramida kehidupan. Dimana pada setiap tahapan hirarkinya kita mampu memandang secara luas dan menghargai sebuah kehidupan. Hingga suatu saat kita bersinggungan langsung dengan Sang Maha Kehidupan.
Jika saat ini Anda merasakan terpanggil untuk mengurangi penderitaan dalam dunia, itu memang perbuatan yang sangat mulia, tetapi ingatlah untuk tidak hanya fokus pada luarnya saja. Ketidaksadaran menghipnotis manusia lupa tentang siapa diri? Sudahkah kita mengenal diri sebelum kembali kepada Pemilik diri? Layakkah kita dijadikan sebagai manusia yang terpilih dengan watak yang beringas?
Lalu apa yang diperbuat dalam kondisi seperti ini selain menghargai hakikat kehidupan dan Sang Maha Kehidupan? Berserah diri merupakan kebijaksanaan sederhana namun sangat mendalam tentang kelenturan yang memilih lebih baik tidak melawan arus kehidupan. Satu-satunya tempat dimana Anda bisa mengalami arus kehidupan adalah saat fenomena corona ini, sehingga berserah diri berarti menerima dalam segala kepasrahan tanpa syarat dan keberatan. Mulai meninggalkan jejak resistensi batin pada kondisi yang ada. Resistensi batin yang selalu menolak dan berkata “tidak” pada apa yang telah terjadi melalui munculnya penghakiman mental dan negatifitas emosional.
Keengganan untuk berserah diri akan memperkeras wujud psikologis Anda, yaitu kulit ego. Dengan demikian akan menciptakan rasa keterpisahan yang kuat. Munculnya dorogan tidak sadar bertindak kompulsif untuk menghancurkan yang lain, bersaing dan mendominasi. Bahkan yang lebih tragis adalah alam pun bisa menjadi musuh yang nyata bagi Anda. Ketegangan bermunculan di berbagai tempat pada tubuh dan secara keseluruhan menegang. Aliran energi kehidupan seharusnya mengalir bebas melalui tubuh untuk menjaga fungsi tubuh tetap sehat menjadi sangat terhambat.
Jika dirasa kehidupan tidak memuaskan atau bahkan tidak dapat ditoleransi, hanya dengan berserah diri terlebih dahulu sajalah yang dapat memutuskan pola resistensi batin yang tidak disadari secara terus menerus akan menghidupkan situasi yang pelik. Berserah diri sepenuhnya dalam pengambilan tindakan, memulai sebuah perubahan untuk mencapai sasaran. Bahkan dengan berserah diri, akan mengalir energi yang berbeda, energi dengan kualitas yang berbeda kedalam kehidupan.
Belajarlah dari alam! Lihatlah bagaimana segala sesuatu disempurnakan dan bagaimana mukjizat kehidupan diungkapkan tanpa rasa tidak puas atau tidak bahagia. Alam sedang bergolak secara drastis, mengajarkan harfiah kehidupan. Menitipkan setiap bagian dari kehidupan untuk orang yang amanah. Bukan sosok yang dikungkung oleh amarah. Jadilah sosok pembesar kehidupan. Hingga pada akhirnya, kebesaran kehidupan akan merengkuh setiap hela napasmu.

***

0 comments:

Post a Comment