Tegaknya
suatu negara ditopang dari pondasi kokoh yang fundamental sering disebut falsafah.
Dalam hal ini, falsafah bagaikan sistem yang mengatur struktur tatanan luas yang
meliputi aspek hukum, ekonomi, sosial, budaya, politik serta pemerintahan. Indonesia
memiliki falsafah yang ideal dalam bentuk pancasila. Gagasan founding father menganggap bahwa ideologi
ini merupakan representasi kehidupan Bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Diversitas
dan kemajemukan masyarakat Indonesia mengejawantah dalam bentuk bulir-bulir
sila yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup pancasila bersifat global dan
integral mulai dari pedoman ketuhanan, kemanusiaan, persatuan bangsa,
permusyawarahan dan keadilan. Komponen tersebut mencerminkan persepsi-persepsi
mengenai realitas atas dasar seperangkat konsep dapat disusun atau dirumuskan
secara general. Sehingga membentuk konstruksi yang menunjuk pada beberapa
fenomena atau karakteristik dengan sifat yang lebih spesifik.
Keberagaman
masyarakat yang plural di Indonesia diatur oleh subtansi yang jelas dalam
bentuk aturan hukum agar tidak terjadi overlapping
of interest. Pada abad ke-19 Cicero mengungkapkan bahwa “ubi societas ibi ius” yang dapat
diterjemahkan dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Hukum dan masyarakat
terbentuk karena hubungan kausalitas. Inilah yang menjadi referensi bahwa suatu
negara harus memiliki falsafah dan pilar kehidupan yang kokoh untuk mewujudkan tata
negara yang bersinergi dan harmonis.
Namun,
hubungan kontradiktif terjadi ketika teori diskursus formalisasi islam mulai
digencarkan oleh Habieb Rizieq pada tahun 2016. Hubungan agama dan negara
memperlihatkan tingkat otonomi dan pengakuan agama sebagai hak asasi individual
yang urusannya diserahkan pada lembaga agama yang bebas dan otonom. Dalam
konteks seperti ini, islam sebagai agama tidak hanya unsur yang mengandung
dimensi teologis ritualistik tetapi memberikan pedoman untuk kehidupan sosial
yang pragmatis. Itulah anggapan bahwa syariah islam perlu diimplementasikan
dalam kehidupan politik negara.
Pada
akhirnya, kedua konsep NKRI bersyariah dan ruang publik yang manusiawi
menimbulkan sentiment primordial dari berbagai tendensi. Mewujudkan sebuah
negara berasas pancasila atau islam sebagai sebuah negara. Hukum sejatinya
bersifat eksistensial yang lahir karena terdapat kesepakatan dari berbagai
individu yang telah sadar terhadap perkembangan peradaban, dan perlunya
membentuk suatu pondasi yang berfungsi sebagai penengah dari suatu permasalahan
sosial.
Konsep NKRI bersyariah tersebut menimbulkan
dikotomi antara pancasila dan islam. Secara harfiah, jiwa pancasila terletak
pada nilai keagamaan yang rukun, saling menghargai dan toleransi terhadap
perbedaan. Moral yang tertanam menunjukkan intelektual dan spiritual yang hidup
selaras dan seimbang. Unsur muamalah dalam agama islam dapat diimplementasikan
secara global, sedangkan unsur teologi diinterprestasikan secara spiritual dan
individual bagi umat muslim. Pokok ajaran ini menjadi subtansi islam sebagai
ajaran yang egaliter, terbuka dan demokratis. Indonesia membutuhkan essensi
keislaman bukan merubah unsur fundamental yang telah ada.
Retorika negara islam masih menjadi
wacana gerakan pembaruan bagi sebagian pihak. Selain itu, ada beberapa upaya
untuk mengkaji mengenai pemahaman hukum syariah lebih terperinci. Bahkan kajian
tersebut menjadi teori yang bersifat heuristik. Pelaksanaannya pun masih
membutuhkan proses yang cukup panjang, dimulai yang dengan dua tindakan yaitu
melepaskan nilai yang telah ada dan mencari nilai yang berorientasi ke masa
depan, kemudian merujuk pada refleksi negara yang telah menjalankan syariah
islam. Langkah selanjutnya ialah evaluasi terhadap proses perencanaan tersebut,
apakah tepat jika hukum syariah dilaksanakan di Indonesia yang notabene
bersifat plural? Gerakan pembaruan ini bagaikan diskredit agama islam sebagai
hal yang setara dengan ideologi dunia.
Dilansir dari laman CNN Indonesia,
Profesor Jan Michiel Otto dari Leiden University Law School di Belanda seperti
yang dikutip dari Huffington Post membagi sistem hukum negara-negara muslim
kedalam 3 kategori yaitu sistem syariah klasik, sekuler dan campuran.
Dinegara-negara dengan status syariah klasik, syariah memiliki status resmi
yang berpengaruh pada sistem hukum yang mencakup hukum keluarga, pidana dan
keyakinan pada Tuhan. Beberapa negara yang masih menerapkannya ialah Mesir,
Sudan, Iran, Irak, dan Uni Emirat Arab.
Sistem sekuler umumnya diterapkan di
negara-negara yang mayoritas muslim. Secara umum, hukum syariah meliputi hukum keluarga,
sedangkan yang lain berdasarkan pada hukum yang berlaku. Negara yang masih
menerapkan sistem ini ialah Kuwait, Lebanon, Oman, Aljazair, Maroko dan
Somalia. Justru hukum syariah tidak diterapkan di beberapa negara yang
mayoritas muslim yaitu Turki, Turkmenistan, Albania, Uzbekistan, Tunisia, Mali
dan Kazakhstan.
Distorsi hubungan proporsional
antara pancasila dan agama dapat memecah belah keutuhan NKRI. Jika terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaan nilai moral pancasila, bukanlah pondasi yang
harus diubah, tetapi masyarakat dan pemerintah yang harus segera berbenah. Sikap
stereotip terhadap pemerintah harus diubah menjadi hubungan yang kooperatif. Haruskah
sikap etnosentris merobohkan bangunan yang telah kokoh berdiri?
Langkah
penting yang harus dilakukan ialah purifikasi norma dan moral yang telah
menjadi kesepakatan bersama. Norma dan moral diciptakan sebagai aturan yang
membatasi suatu tindakan. Meskipun aturan ini tidak tertulis, namun sanksi
tetap berlaku bagi yang melanggar. Setelah kesadaran dibentuk, upaya ini akan
lebih efektif bila didukung dengan dual
control antar semua pihak.
Sebagai Rakyat Indonesia sudah
semestinya kita merasa bangga karena sistem demokrasi pancasila di Indonesia
menjadi panutan dan corak yang khas dalam dunia internasional. Sebuah ideologi
yang memanifestasikan perpaduan nilai
luhur agama dan nasionalisme serta roh kehidupan bangsa. Jika masyarakat telah
mengamalkan pancasila, maka implementasi agama telah dijalankan dalam bentuk
kehidupan yang beradab dan bermoral.
Permasalahan islam sebagai sebuah
negara bukan hanya menjadi ajang kontestasi debat table dengan subordinat pihak yang berkepentingan. Karena reputasi
Indonesia di dunia tetaplah Indonesia yang damai dengan dasar pancasila. Mari
kita jaga keutuhan NKRI dan merasa nyaman dalam buaian ibu pertiwi. ***
Sumber :
www.CNNIndonesia.com
https://pwi.or.id/index.php/berita-pwi/1117-nkri-bersyariah-atau-ruang-publik-yang-manusiawi
0 comments:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.