Wednesday 4 February 2015
Wednesday, February 04, 2015

BAHASA CINTA 12.000 DETIK



BAHASA CINTA 12.000 DETIK








Ketika dua insan saling mencintai, ungkapan rasa itu merupakan bahasa cinta yang selalu dinanti. Dua manusia ini saling mencinta, namun mereka tak percaya rasa itu ada. Keterbatasan bahasa cinta telah membuat mereka tak saling bicara. Jemarinya bersiap menekan tuts angka yang selalu bermain dalam imajinasinya. Detak jantung makin tak menentu, terdengar suara nada sambung, sesaat kemudian terdengar jawaban “Hallo”.


Mukanya pucat pasi, dirundung rasa cinta yang terkungkung dalam sebuah gengsi. Mereka mulai melontarkan kalimat – kalimat kerinduan. Ia berusaha membendung rasa rindunya dan selalu mendengar celoteh yang membuat hidupnya berwarna. Ketika mereka bersama, selalu terukir kisah dalam ujung pena. Namun, kisah itu hanya tertumpuk dalam suratsurat yang tak pernah sampai kepada penerimanya. Coleteh itu terputus oleh sebuah kalimat.




“Untaian namamu selalu terselip dalam doa dan harapan untuk bersama”.


“Aku tahu kamu seorang idealis yang banyak pertimbangan, tapi apakah kamu tahu rasa sakitnya menanti hal yang tak pasti?”


“Apakah kamu pernah memposisikan dirimu seperti diriku? Yang selalu memperjuangkanmu tanpa henti namun tak pernah dihargai? EGOIS!!” ucapnya dengan penuh emosi, seakan rasa sakitnya akan terobati dalam perbincangan 12.000 detik.




Perasaannya makin tak terkendali, untaian bahasa cinta telah terangkai dalam memori otaknya. Pada hitungan detik ke – 11.700, keduanya terdiam. Mereka gusar, seakan rasa cinta tak mampu terungkap oleh untaian kata.



“Kini aku berharap doaku untuk bersamamu terwujud dalam hitungan 600 detik. Karena cinta itu sederhana, dua hati yang tak saling percaya, namun mencoba bersama dan saling menerima”.


“Mohon maaf, aku berharap kita mengakhiri perbincangan kita dalam hitungan 1 menit 30 detik dan bukalah pintu rumahmu!”.



Ia segera berlari, mengatur nafasnya yang terengah – engah dan membuka pintunya perlahan.


Sesaat kemudian, sebuah mobil SUV berhenti didepan rumahnya. Turun sosok lelaki tampan berbadan seperti seorang penderita skizophrenia, ia membawa seikat bunga. Betapa bahagianya, setelah satu tahun mempersiapkan mentalnya untuk mendengarkan ungkapan rasa cinta itu.




“Hallo Syabilla” sapa hangat lelaki itu.


“Ha .. Ha … Hallo Reynaldi” jawabnya sedikit gugup dan bahagia.



Seikat bunga itu diberikan kepada Syabilla.




“Terima kasih ya, Rey?”


Seikat bunga itu bagai sebuah pertanda baik, terbukanya pintu harapan untuk bersama.



“Iya sama – sama. Oh iya, aku lupa menceritakannya padamu, perkenalkan sosok wanita cantik yang berjalan kemari adalah calon pendamping hidupku, jika berkenan, datanglah ke acara pernikahan kami”.


“Hallo Syabilla, mohon datang ke acara pernikahan kami ya?”.


“Congrats ya Qinan dan Reynaldi” ujarnya dengan menahan rasa kecewa dan nampak terlihat bahagia dihadapan mereka.



Seiikat bunga itu hanya menjadi hiasan ditempat sampah berikut dengan undangan pernikahan Reynaldi Saputra dan Qinan Permata. Meskipun tumpukan suratsurat untuk Reynaldi telah menjadi abu, namun cinta masa lalunya akan menjadi sebuah kisah yang baru.




Inspired by true story




SP

0 comments:

Post a Comment