Pandemi
COVID-19 sudah berjalan selama hampir satu tahun. Efek domino pada akhirnya
melumpuhkan segala lini kehidupan. Bahkan diperparah dengan adanya penurunan
kualitas diri akibat beban mental yang belum berkesudahan. Manusia dikungkung,
dibatasi, diberi jarak, menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Sana sini
bicara pandemi. Kehidupan yang lain mengharuskan mereka tetap bergerak disaat
bumi yang berputar ini seakan terhenti.
Sebagian
besar dari mereka mengalami hal terburuk yang tidak pernah diduga dalam
hidupnya. Sedang asik bekerja, mendapat pengumuman PHK. Miris, seakan dunia
terhenti dan drop total akan terjadi jika tidak ada keyakinan dan harapan yang
meneguhkan dan mengukuhkan. Jelas... Selama ini tidak pernah terpikir ini semua
akan terjadi ditengah keadaan yang sedang baik-baik saja. Manusia berlenggang
sebebas mungkin, berulah sesuka hati, menikmati kehidupan ini dengan penuh hawa
nafsu yang dibawa dari perut. Nafsu kekuasaan, kekayaan dan kejayaan apapun
caranya. Manusia melakukan intrik dan berpolitik untuk mencapai tujuannya
dengan berbagai cara. Sudut pandang benar dan salah pada akhirnya menjadi
sebuah objek yang bersifat sementara.
Disusul dengan upaya penyelamatan diri masing-masing
pada akhirnya dilakukan. Alih-alih penyelamatan untuk kepentingan umum, hal ini
didasarkan pada penilaian subjektif semata. Hakikat sejatinya adalah
penyelamatan terhadap diri sendiri. Rintih tangis, jeritan lapar dimana-mana. Bersyukur
dalam kondisi seperti ini, pemerintah tetap menjaga stabilitas ketahanan
pangan. Selama pandemi ini, kata bansos sudah sering terdengar melalui media dan
perbincangan mulut ke mulut. Bantuan tersebut menjadi angin segar untuk
perekonomian makro dan mikro khususnya.
Korban PHK atau yang dirumahkan hanya mampu menikmati
kesedihannya di rumah. Karyawan yang mengundurkan diri hanya berharap cemas
terhadap Uang Penggantian Hak (UPH) yang akan mereka terima. Menanti keputusan
yang digantung. Semuanya kebingungan pontang panting tak tentu arah. Kerja
membabi buta, lesu dan layu. Kemerosotan mental dan psikologis. Tekanan depresi
dan stress menghantui. Jika sudah kepepet tidak ada pilihan lain selain
bertahan hidup dengan berbagai cara. Mengambil hak orang lain akan dilakoni.
Seperti sebuah hal yang dimulai dari awal lagi. Motivasi
yang melemah, pergerakan diri semakin lambat. Susunan kosmos dan syaraf
mengatur ulang semuanya. Mengembalikan kemurnian alam ini secara perlahan.
Tengok saja disekitar kita saat ini, mayoritas tetangga dan kerabat memiliki
hobi dadakan berupa berkebun, bercocok tanam dan menekuni dunia pertanian. Bahkan
mereka yang tidak memiliki modal sama sekalipun, bercocok tanam dengan bibit
dan benih yang ada di dapur. Seperti cabai, bawang, tanaman apotek hidup. Bahkan
ada yang berlomba-lomba untuk mendapatkan jenis tanaman yang memiliki nilai
ekonomis tinggi saat ini. Masuk keluar kawasan hutan lindung dan konservasi.
Mengabaikan setiap ekosistem didalamnya dijaga agar siklus mata rantai tidak
terganggu. Beragam jenis tingkah polah manusia. Tetapi essensi dari kehidupan
yang berjalan dimasa pandemi ini adalah purifikasi atau pemurnian nilai alam
semesta.
Perubahan kecil tetapi mengembalikan essensi hitam
kelam menjadi biru. Mobilisasi kendaraan berasap berkurang karena sebagian
besar melakukan aktivitasnya di rumah saja. Angin segar mulai terasa
dimana-mana. Hawa panas tetap ada tetapi tidak menyengat dan masih memberikan
kesejukan. Masih terasa angina sepoi-sepoi yang menghantarkan ketulusan dan
kemurnian dunia ini. Penghijauan terjadi dimana-mana. Mereka berlomba mencari
bibit dan benih tanaman untuk ditanam di rumah. Merasakan seni bercocok tanam. Melihat
proses bertumbuhnya saja sudah memberikan sense yang berbeda. Merasakan
kedamaian kecil bertumbuh ditengah keluarga, ranjang ternyaman untuk pulang dan
kembali dari penatnya rutinitas kehidupan.
Pandemi memang memberikan dampak yang sangat mondial.
Semuanya terhenti secara massif. Entah sampai kapan, kita bukan ahli untuk
meramalkan dunia ini. Penurunan motivasi dan semangat hidup karena tekanan
psikologis meraja dimana-mana. Hakikatnya ketika pandemi seperti ini tetaplah
bergerak produktif. Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri dan
orang lain. Hakikatnya, setelah dunia ini terhenti, pada siapa kita akan
bergantung? Orang yang bekerja bergantung pada atasan? Atasan bergantung pada
siapa? Secara umum, bisnis layu cenderung mati. Salah satu bidang usaha yang
bangkit adalah agrobisnis. Pada Sang Kehidupan ini kita akan kembali
bergantung, Sang Pencipta jagad raya yang agung.
Jika diambil kesimpulan secara sederhana, purifikasi
atau pemurnian terhadap alam ini sedang terjadi secara alami. Seluruh elemen
kehidupan bersatu untuk menjalankan roda yang terhenti untuk bergerak kembali. Cahaya
matahari mulai masuk dalam tulang sumsum. Merasuk dalam tubuh manusia agar
bersatu dengan alam itu sendiri. Alam yang dulu diabaikan bahkan tak tersentuh
sama sekali. Manusia hanya sibuk dengan kepentingannya sendiri. Alam akan
diingat karena faktor butuh saja. Setelah itu akan diabaikan kembali. Merusak
setiap hari, urusan memelihara sudah tak ada yang peduli. Yuk coba tengok
kembali! Masukkan dan tarik lagi kedalam diri kita! Sudah seberapa besar
kepedulian kita terhadap alam?
Sudahkah bersyukur terhadap segala pemberian alam yang
selalu terlupakan? Meski setiap hari kita berada di kota metropolitan, penuh
debu, asap kendaraan, dan polusi. Udara yang kita hirup dan masuk kedalam
rongga dada tetap hidup sampai dengan saat ini. Dalam yang tercemar selalu
diberikan udara yang murni untuk konsumsi manusia. Dinikmati tanpa harus
mengantri di kasir untuk menerima struk dan membayarnya. Manusia terlalu pongah
dengan kedikdayaannya. Dipenuhi nafsu serakah sana sini untuk menimbun
pundi-pundi rejeki milik sendiri atau milik orang lain. Satu sisi, bingung mau
belanja apa lagi? Sudut yang berseberangan, bingung tidak ada uang untuk
belanja. Jika mau berhitung dari manapun asalnya rejeki itu sampai di tangan
kita, takkan pernah sanggup rejeki itu terlogikakan oleh akal pikir manusia.
Manusia saja terlalu sombong dibekali dengan logika yang tak punya makna. Masih
saja dijejali kesesatan yang tidak disadari akibat konsep berpikir dicampur-campur
dorongan nurani, pikiran, logika dan jiwa. Benang merah kehidupan sudah
dibentangkan. Tetapi tak ada yang menyadarinya.
Saya masih terharu saja dengan kondisi yang saat ini
terjadi masih saja bisa menikmati padi yang ditanam di tanah sendiri. Padahal
logisnya, sudah tidak ada uang, tidak makan. Itu jika berbicara dengan manusia
logika ya? Kan kita hidup tidak bersama dengan manusia saja, kita hidup
berdampingan dengan sisi nonfisik yang tak terlihat. Sudah waktunya yang biru
kembali dibirukan. Bagian yang membiru biarkan membiru, merasakan sakitnya
memar yang tercemar. Menikmati spekulasi hidup yang masih samar-samar. Hanya
menantikan tempayang berisi sabar mulai menyebar. Menikmati hakikat hidup,
menanti woro-woro tersiar.
Pesatnya perkembangan zaman mulai mengikis nilai
kebudayaan yang tertanam dalam diri setiap individu. Generasi zaman now
sudah mulai terkontaminasi dengan nilai kebudayaan kebarat-baratan. Gengsi
tinggi jika tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang viral dan trending.
Serasa ketinggalan zaman bila tidak ikutan menggandrungi nilai yang secara
intisarinya saja belum dipahami begitu mendalam. Kebudayaan sendiri justru
diabaikan. Jika ditanya tentang kebudayaannya, mereka kebingungan. Budaya
sendiri malah diapresiasi dan diakui sebagai kebudayaan milik bangsa lain. Jika
tidak ada yang melestarikan budaya sendiri, lambat laun kita akan kehilangan
identitas bahkan jati diri kita sebagai bangsa.
Beruntungnya Syarif Hidayatullah, pemuda 24 tahun
keturunan betawi, asal Kampung Dadap, Tangerang. Kerap disapa oleh lingkungan
sekitarnya Bang Arif. Budaya betawi telah mendarah daging didalam dirinya. Hal
ini diyakini didalam dirinya sebagai warisan turun temurun yang mendarah.
Betapa tidak, sejak berusia 3 tahun ia sudah banyak diajari kesenian, adat dan
budaya betawi. Baginya, betawi adalah kehidupannya selama ini. Pijakan dari
masa ke masa hingga akhir hayat menutup mata.
Bukan tanpa alasan Bang Arif begitu mencintai
budayanya, alasannya adalah segala hal dalam budaya betawi adalah kebutuhan
hidup. Ciri khusus yang ia bangun dalam dirinya adalah cara berpakaian yang
tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Dia selalu mengenakan pangsi betawi
kemanapun ia pergi. Sekalipun berangkat kerja, Bang Arif selalu menggunakan
pangsi betawi itu.
Berdasar penelusuran saya mengikuti kisah perjalanan
anak darah betawi ini, ia sempat mendapat teguran keras dari tempatnya bekerja.
Dianggap nyeleneh dan tidak taat pada aturan yang berlaku dalam perusahaan dan
kesepakatan perjanjian kerja. Dengan menjunjung nilai kearifan dan nilai
keluhuran budaya betawi, ia membuka cara pandang yang baru bagi Direkturnya.
Awalnya Bang Arif mengira permasalahan ini hanya akan
berakhir pada surat peringatan atau paling parah di PHK dari perusahaan. Tetapi
kisah malah berbalik menjadikan ia bertemu dengan jajaran orang nomor satu di
perusahaan tersebut. Bang Arif justru mendapat keberuntungan dari sikapnya yang
teguh mempertahankan budayanya. Dia diberikan modal untuk mendirikan Sanggar
Seni Budaya Betawi di wilayah tempat tinggalnya. Mujurnya, ia masih
diperkenankan bekerja di perusahaan tersebut tanpa menghilangkan ciri khusus
didalam dirinya.
Kisah pertemuannya dengan Direktur viral antar
karyawan. Menarik simpati dan empati bagi sebagian besar karyawan. Dia
mendapatkan dana hibah dari karyawan yang lain. Sontak namanya semakin dikenal,
ditambah lagi dengan penampilannya yang nyentrik mengundang banyak perhatian
publik. Seperti artis yang sedang naik daun, karyawan lain juga meminta
berswafoto bersama Bang Arif.
Setelah bekerja selama 6 bulan, Bang Arif akhirnya
memutuskan untuk fokus mengurus Sanggar Seni Budaya Betawi miliknya di Kampung
Dadap, Tangerang. Ia memilih untuk mengabdikan diri pada darah suci yang
mengalir dalam dirinya. Tawaran gaji yang lebih besar sudah sempat terlontar
sebelum pengunduran dirinya. Tetapi ia teguh untuk menjalani kehidupannya
bersama dengan Betawi. Banyak anak negeri yang tidak tahu budaya sendiri. Dia
menanamkan tekad kuat untuk mendidik dan mengajarkan Kesenian Betawi agar tidak
punah dimakan usia dan dimakan lupa.
Bang Arif mengajar tanpa dibayar. Dia lah anak zaman now
yang tak lupa siapa leluhurnya. Generasi milenial yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan
dengan gaya dinamis. Gaya blak-blakan dalam berbicara membuat materi
mudah dipahami oleh murid-muridnya. Malahan ia terkesan humoris dan
menyenangkan. Dengan bantuan dari orang tuanya yaitu seorang penggiat seni
budaya betawi, Bang Arif makin mengembangkan sanggar seni itu bukan hanya di
tempat tinggalnya.
Bang Arif bukan hanya menjadi pengajar tetapi juga
menjadi murid. Dia terbuka terhadap segala kritik dan saran tetapi tetap menjunjung
keluhuran nilai dirinya. Berbekal keahlian yang ia miliki, ia berani tampil
dalam festival seni kancah lokal dan nasional. Agenda tahunannya adalah menjadi
pengisi acara di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Dalam Ajang Festival Seni, Bang Arif
selalu bekerja dibelakang panggung. Ia memberikan kesempatan bagi murid-muridnya
untuk tampil didepan. Tak ayal dengan konsepnya yang begitu fantastis mendapat
banyak ajungan jempol dan tepuk tangan yang meriah dari penonton. Dari sini,
saya hanya melihat ia tersenyum menyaksikan kesuksesan para murid-muridnya mendapatkan
penghargaan bergengsi dibidang seni.
Ketika ditanya, mengapa ia menjadi aktor dibelakang
panggung? Padahal jika ia tampil sudah pasti ia yang akan mendapat penghargaan
itu? Bang Arif hanya menjawab dengan senyuman. Ia berlalu dengan jawaban yang
masih mengambang. Tetapi sudah jelas dari situ, Budaya Betawi yang tertanam
dalam dirinya sudah mendarah daging. Ia hanya berbuat bagaimana caranya
mewariskan budaya itu turun temurun bukan untuk mengeruk keuntungan.
Masih dengan Pangsi Betawi berwarna merah dan pecinya.
Bang Arif menuturkan kalimat sederhana tetapi membekas didalam jiwa. “Gue
hidup dari kecil sama Betawi, jadi gue bukan cuma mau menjadi abdi seni. Gue
harus menciptakan anak negeri yang tahu diri, tahu seni”. Sore ini dibawah
rintik hujan, Bang Arif mempersiapkan seperangkat alat kesenian gambang
kromong, tanjidor dan lain-lain. Ditambah beberapa murid diarahkan untuk
mementaskan sebuah lenong betawi sederhana tentang kebaikan manusia yang
berbudi. Disisi lain, ada seorang murid yang sudah mempersiapkam kotak istimewa
berwarna putih dengan pita berwarna merah diatasnya. Didalam kotak tersebut ada
baju Pangsi Betawi lengkap dengan atribut lainnya.
Selang beberapa waktu, mobil mewah terparkir di
Sanggar Seni miliknya. Ternyata, Bang Arif kedatangan tamu. Disambut dengan
pertunjukan seni palang pintu. Dia adalah Direktur yang dulu ia kenal. Meski
sudah tidak bekerja di perusahaannya, Bang Arif tetap menjaga hubungan baik dan
silaturahmi. Dengan jamuan sederhana, kerak telor dan bir pletok buatan ibu
Bang Arif. Direktur itu nampak asik
menikmati pertunjukan lenong dibawah guyuran hujan yang semakin lebat.
Pertunjukan berakhir, hujan reda, mereka berbincang dan Bang Arif memberikan
sebuah persembahan terbaik dari Sanggar Seni Budaya Betawi berupa Pangsi Betawi
yang sama seperti yang ia kenakan.
Sembari berpamitan, Direktur itu menepuk bahu Bang
Arif dan bertutur “tetaplah menjadi anak Betawi milik negeri. Ibu Pertiwi
selalu bangga kepadamu, nak!”.
Sekarang
sudahkah kalian berjalan dengan kedua kaki kalian dengan sempurna? Setiap hari
melangkah keduanya saling beriringan? Adakah satu diantaranya saling mendahului
bahkan bersaing untuk merebut perhatian dari si pemilik kaki? Mereka hanya
berjalan dengan pola yang tersistematis. Satu sama lain saling berkaitan dan
berhubungan. Bergerak dengan arah yang telah ditentukan oleh otot-otot dan
syaraf serta tulang kuat yang menopangnya. Sehingga semuanya akan menjadi satu
tatanan sistem gerak yang beratur. Satu diantaranya tidak berfungsi dengan
baik, maka yang lain akan merasakan efeknya. Kemungkinan akan tidak sempurna
dalam proses berjalan. Harus ditunjang dengan sesuatu yang mengkokohkan missal
tongkat atau pilar penopang lainnya. Anggap saja jika satu kaki tersebut sakit,
bagian tubuh yang lain akan merasakan sakitnya, demam ringan atau gejala lain
yang menyertainya. Miniatur ini merupakan gambaran sederhana untuk memberikan
representasi hakikat kehidupan yang saling terikat satu sama lain. Dipadukan
dengan segala rasa agar terus bersama. Satu kesatuan ini membentuk gerak yang
sama antar bagian. Gerak tubuh yang mempengaruhi kehidupan secara menyeluruh.
Hakikat
kesatuan anggota tubuh ini menjadikan pantulan refleksi sederhana dari
kehidupan yang luas. Dimana hirarki dan sistem kehidupan berjalan akan terus
berlangsung. Komponen kehidupan manusia saling berhubungan dengan komponen
vital kehidupan lainnya. Hidup saling berdampingan antara manusia dan alam
semesta maha perkasa. Manusia makhluk yang dibekali banyak sekali pengetahuan
kehidupan. Puncak tertingginya adalah tataran manusia sebagai pemimpin dunia.
Menggerakkan roda kehidupan ini berjalan dengan sebuah sistem yang telah
disepakati menjadi sebuah konsensus. Ada tatanan dan aturan yang membatasi
tindak tanduk manusia. Aturan yang berlandaskan kebenaran dari sebuah pemahaman
moral dan para ahli filsafat kebenaran lainnya.
Pemimpin
dan alam. Keduanya dekat sedekat urat nadi. Denyutnya sama dengan kehidupan
alam ini dan kehidupan makhluk disekitarnya. Jika diamati dengan nurani,
gerakannya dengan alam ini seakan selaras. Bersinergi dengan cahaya kehidupan
yang terpancar dalam dirinya. Mari kita sama-sama pejamkan mata, gunakan rasa,
jiwa dan nurani kita untuk sama-sama memikirkan, apakah kita sosok pemimpin
alamiah yang ditunjuk secara langsung oleh kehidupan ini atau dibentuk dari
proses seleksi alam? Mandataris seorang pemimpin adalah pemangku kepentingan
semesta bukan kepentingan dirinya semata.
Alih-alih
yang terjadi saat ini adalah pemimpin tidak memiliki hubungan yang kokoh
seperti hubungan anggota tubuh dan ruh yang mengisinya. Sebagian besar mereka
menjadi boneka yang bergerak atas dasar kepentingan diri semata. Maka diri itu
tidak ada peperangan melawan ego diri yang serasa tamak. Segalanya ingin dikuasai
menjadi milik pribadi. Meletakkan cap stempel dengan deretan nama dinasti
kerajaannya. Gelang rantai kekuasaan yang dikaitkan dengan hubungan
kekeluargaan untuk memenuhi sederet nafsu perutnya. Seberapa banyak perut ini
diisi, ia akan kembali pada lubang pembuangan akhir tinja. Masuk dari mulut
keluar dari anus. Masuk dari bagian yang tinggi, keluar ke lubang yang lebih
rendah bahkan nista. Bayangkan saja, siapa yang akan bersedia mengobok-obok
lubang tinja? Itulah hakikatnya kepentingan perut yang banyak diperjuangkan
sebagian besar pemimpin. Diperparah lagi dengan kondisi yang sangat mengerikan
dimana untuk mendapatkan tahta pemimpin itu harus baku hantam dan terjadi
pertumpahan darah yang menyebabkan keadaan semakin chaos.
Pada
sisi yang bersamaan, ada bagian dari pemimpin yang membuat kamuflase untuk
menutupi strategi dan tujuan yang akan dicapai agar tidak menjadi kemelut. Tentunya
ini bukan sebuah konspirasi biasa, melainkan konspirasi terhadap alam semesta. Sekali
lagi, pertautan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meski ada
pertautan dari keduanya, bukan berarti adanya pergeseran makna terhadap hukum
rimba itu sendiri. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Cermati lebih
dalam lagi, apakah itu yang dimaksud dalam hukum rimba secara harfiah? Mereka
yang menang dalam kontestasi ajang perdebatan kepentingan, lalu mereka yang
akan menduduki singgasana tertinggi suatu kerajaan? Jika demikian, benturkan
dengan premis lain yang menyatakan raja tanpa mahkota?
Hukum
rimba sendiri pada hakikatnya mengandung essensi nilai yang lebih dalam
dibanding makna konotatif dan denotatif. Tataran disiplin ilmu yang maha agung
untuk menggambarkan sebuah aspek hukum rimba. Kekuatan dari alam semesta ini
mampu menitahkan manusia terpilih untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin
alamiah yang telah dipersiapkan segalanya dalam bentuk kekuasaan yang hakiki.
Dua hakikat kata memimpin dan dipimpin ini membentuk sebuah siklus mata rantai
tatanan kehidupan. Ada raja, ada rakyat, tentu ada kekuasaan didalamnya. Roda siklus
mata rantai kepemimpinan ini pada akhirnya mengacu pada sebuah kekuatan untuk
sama-sama menggerakkannya dalam sebuah tujuan yang sama. Hal serupa dengan
analogi yang disebutkan pada awal paragraf yang mengatakan hubungan anggota
badan. Akankah roda kekuasaan berjalan tKareanpa didorong oleh kekuatan mata
rantai lainnya? Munculnya kekuatan seorang pemimpin didorong oleh gerak kuasa
dari rakyatnya. Maka tidak ada cerita tentang pemimpin boneka, pemimpin
kaleng-kaleng. Dekandensi makna itu saja sudah melenceng jauh dari kehidupan
kita, maka dari mana ceritanya kita bisa mendapatkan pemimpin yang
sesungguhnya? Pemimpin itu diciptakan secara alamiah, jika karbitan matang
lebih cepat, berbeda rasanya. Tidak ada sentuhan sedekat urat nadi. Sentuhannya
hanya untuk melenggang kekuasaan pada sebagian besar keluarganya. Bahkan karena
faktor kekuasaan dan kepentingan perut saja, hubungan keluarga sudah diiris
dalam titik nadir. Renungkan sekali lagi dalam diri!
Jangan
ada tuntutan apapun terhadap seorang pemimpin jika kita hanya tergerak dengan
gerak kuasa iming-iming! Sudah seharusnya gerak yang dihasilkan dari sebuah
proses berpikir dan bertindak adalah gerak mekanik yang berjalan lurus pada
hakikat nilai kebenaran. Memilih dan terpilih sebuah pemaknaan subjek dan objek
atas segala pergerakan. Mau menjadi raja atau rakyat, pergerakannya bagaikan
langkah kaki kanan dan kiri saat berjalan, selalu bersinergi. Sudah secara
otomatis ketika keduanya sudah bertautan maka kriteria dan syarat yang
diinginkan sebagai seorang pemimpin seperti nubuat yang dipenuhi sendiri (self-fulfilling
prophecy), yakni ramalan yang menjadi kenyataan karena, sadar atau tidak,
kita percaya dan mengatakan bahwa ramalan itu menjadi kenyataan. Harapan dan
kepentingan rakyat sejalan dengan gerak kuasa seorang raja. Rakyat kekuatan,
raja adalah kekuasaan. Keduanya hampir sepadan bukan? Kemunculan sosok ini
masih menjadi misteri bagi sebagian besar orang. Jika rakyat sudah memenuhi
standar rakyat yang baik, maka mana sosok raja yang baik pula? Sekali lagi kata
standar ini bukan menjadi hal yang baku, karena kata standar sendiri adalah
konsensus penyeragaman bahasa oleh manusia. Sudut pandang akan merubah kata
standar menjadi banyak makna.
Pemimpin
dan rakyat adalah pantulan dua bayangan cermin yang saling berseberangan. Sudha
tentu gerakannya akan sama. Jangan hanya berfokus pada posisi. Posisi cermin
kanan menjadi kiri dan kiri menjadi kanan. Kita semua dilahirkan sebagai
manusia yang berbudi, jangan mencari pembenaran diri dengan menjadi spindoctor
yang seakan hebat untuk memperoleh tujuannya. Sudah waktunya kita mulai
bercermin. Seperti apa gerak kita pada cermin tersebut? Mengapa tidak sama
dengan gerak cermin diseberangnya? Adakah yang salah dalam diri kita? Apakah
harus memandang dari sudut yang lain? Bahkan memandang tanpa sudut menggunakan
kacamata helicopter view?
Permasalahan
pemimpin ini sudah menjadi konsumsi makanan basi bagi rakyat yang terumbar
janji-janji. Bertahun-tahun menjalani kehidupan dengan penuh pengharapan,
tetapi yang terjadi jauh panggang dari api. Tidak matang, bahkan tidak tahu
objek apa yang sedang ada diatas alat panggang tersebut? Jangan-jangan hanya
sebatas pepesan kosong tanpa isi? Mengerikan sekali permasalahan yang begitu
pelik ini. Apatis bukan jawaban. Skeptis apalagi? Malah hanya menambah beban
permasalahan. Dari waktu ke waktu pandangan kita semakin tajam, menatap makna
pemimpin lebih mendalam. Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup
yang lebih terpimpin atau orang berjalan tegap diatas jalan yang lurus? Dan keduanya
berjalan pada falsafah kebenaran.
Jika
semesta raya ini sudah meletakkan mahkota istimewa diatas kepala pemimpin
terpilih, maka pemimpin itu akan senantiasa menghargai alam. Kerusakan alam dan
hutan adalah cerminan nyata kehidupan pemimpin. Dari paparan diatas telah jelas
bahwa pemimpin membawa sifat dasar dasar alam. Hidup dan menghidupi. Manusia
hidup bersama alam, begitupun sebaliknya. Intisari alam telah merasuk dalam
dirinya. Apapun keadaannya, alam tetap memberikan persembahan terbaik kepada
manusia, menyerap segala unsur kebaikan dan mengembalikan essensi nilai manfaat
yang bisa dirasakan dengan tulus. Memberikan tempat singgah yang nyaman diatas
tanah. Memberikan hijau yang memukau. Digerogoti hijau itu menjadi abu dan
kelabu. Asap beterbangan kemana-mana, sesak napas, kopong paru-paru dunia.
Sampai dengan saat ini kita tidak pernah bisa menghitung berapa jumlah oksigen
yang telah kita hirup dari setiap helai daunnya. Kondisi ini akan menimbulkan
efek domino dimana setiap kepulan demi kepulan asap menghilangkan nilai murni
alam itu untuk memberi setulus hati tanpa pamrih. Rantai makanan terputus dan
rusaknya sebagian besar tatanan kehidupan yang ada. Padahal, setiap waktu jasad
ini selalu menerima pemberian dari alam itu secara cuma-cuma bahkan lebih
berdaya guna dengan sistem dagang transaksional yang diciptakan oleh manusia.
Hutan tandus, salah siapa?
Alam
menjaga kita, sudah seharusnya kita juga menjaga alam. Ada atau tiada kita
didalam dunia ini, kehidupan terus berjalan. Tetapi bukan hanya itu saja
permasalahannya, seberapa besar kita berperan untuk kehidupan kita yang telah
menghidupi kita kali ini? Dari dedaunannya yang berfotosintesis, manusia
merasakan banyak manfaat didalamnya. Untuk memenuhi rongga dada dengan oksigen
yang segar didalamnya. Jika kita ingin hitung-hitungan dengan alam, saya rasa
manusia takkan mampu menebus segala anugerah yang diberikan alam untuk
menghidupinya. Mulai dari terbukanya mata hingga menutup mata di pembaringan
akhir. Lalu apa yang sudah kita lakukan untuk membalas segala kebaikan alam
itu?
Jika
selama ini masyarakat adat dan pemimpin adat setempat menjadi roleplayer terhadap
perlindungan hutan. Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling bahu
membahu mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih terhadap alam. Keluhuran
budi dan ilmu inilah yang seharusnya kita junjung tinggi dalam kehidupan. Pelajaran
di sekolah saja tidak cukup untuk menumbuhkan kesadaran antar manusia untuk
hubungan timbal balik alam dan manusia. Sedini mungkin orientasi dan tanamkan
dalam jiwa tentang kelestarian alam. Suatu saat nanti, generasi kita pasti akan
terpanggil oleh gerak alam menjadi pemimpin yang terpimpin. Peran generasi muda
sudah harus banyak mencontoh gerakan di hyperlink https://www.golonganhutan.id/.
Kepedulian tim Golongan Hutan terhadap lingkungan adalah gerakan yang dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan. Menjadi penjaga, pelindung, pengawas
dan segala informasi persuasif untuk seluruh rakyat Indonesia. Pioneer/pelopor
perubahan sikap terhadap hutan.
Saat
penat dengan kebisingan, hiruk pikuk, dan polusi yang meracuni diri, kemana
kita akan berlari? Alam dan hutan yang segar, terasa damai menyejukkan mata. Pernahkah
kita melirik sedikit saja kepada alam? Hanya menjadikannya sebagai pelampiasan
berlibur saat kota sudah tak bersahabat. Menjadi makhluk yang tamak menikmati
sumber daya alam yang berlimpah ini sendiri, tidak memikirkan keberlangsungan
hidup anak cucu kita dimasa mendatang. Jangan sampai hutan hanya menjadi bagian
dari sejarah yang pernah tertulis, lalu hilang didalam perut para penebang
liar. Sampai dengan saat ini saya masih
meyakini, siapapun kita masih ada kebaikan didalam diri kita untuk berbuat
terbaik terhadap kehidupan, keberlangsungan anak cucu.
Kehormatan
pemimpin terletak pada caranya untuk menjaga keberlangsungan hidup makhluk dibawah
kepemimpinannya. Paritrana pertama, bentuk kesadaran antara pemimpin dan yang
dipimpin. Banyak makhluk yang hidup tetapi tidak sadar akan keberhargaan
dirinya sebagai seorang pemimpin untuk dirinya sendiri. Hidup bergantung pada
alam sekitarnya tetapi lupa untuk menjaga kebaikannya. Sehingga hanya menjadi
benalu untuk pepohonan yang tumbuh subur. Simbiosis yang dibentuk hanya sebatas
faktor butuh. Padahal hidup menjadi benalu pula dapat mati juga sumber
nutrisinya mati. Ironi, keadaan ini akan memberikan dampak buruk untuk generasi
penerus. Lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal harus membantu
menanamkan nilai kebaikan untuk alam, khususnya hutan kita. Merusak hutan
berarti merusak diri sendiri, karena satu kesatuan. Hutan adalah rumah kedua
untuk kita kembali. Bahkan menempati kedudukan yang sama dengan diri sendiri. Reputasi
kita saat ini adalah Indonesia paru-paru dunia. Pertahankan reputasi ini
sebagai kehormatan tertinggi yang diberikan semesta raya ini untuk kita. Sosialisasi
dan penyuluhan yang intensif perlu dilakukan dengan skema penetapan dari
seorang pemimpin. Menjalankan pendekatan akar rumput (grass root) dalam
pijakan pedomana hidup.
Paritrana
kedua adalah mengubah abu dan kelabu dalam benang hitam dan putih yang jelas. Penegakkan
legitimasi hukum dianggap lemah karena pembalakan dan penebangan hutan diluar
kontrol dari penglihatan manusia itu sendiri. Sehingga perpanjangan organ tubuh
mereka harus diletakkan dalam setiap gerbang hutan. Jangkauan yang terbatas
diperpanjang dengan menempatkan perisai pelindung wilayah hutan. Pelindung
hutan mengemban tugas mulia untuk menjaga kelangsungan hidup kita. Berikan
kehormatan khusus untuk mereka dalam bentuk fisik dan nonfisik. Pemerintah bisa
mencanangkan insentif terhadap pelindung hutan, meski nilai yang terkandung
dalam insentif tersebut tidak dapat menggantikan kemuliaan tugas mereka. Wujud
apresiasi ini menjadi sebuah lencana yang disematkan kepada patriot hutan di
Indonesia. Insentif ini diberikan kepada masyarakat adat dan pemimpin adat guna
menjaga kelestarian hutan di Indonesia. Selain itu, insentif ini akan
memberikan manfaat untuk mendorong potensi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat
untuk terlibat langsung hidup bersama dengan hutan kita. Watchdog bukan
hanya dari sistem top bottom, sekarang harus dikembangkan secara linear
dan sirkular. Mereka yang melanggar dan melakukan pembalakan liar diberikan sanksi
hukum serta sanksi moral dalam masyarakat.
Paritrana
ketiga adalah perencanaan purifikasi dan restorasi. Adanya sebuah pergeseran
nilai yang menyebabkan manusia seakan skeptis dan apatis terhadap hutan,
jangankan hutan bahkan terhadap dirinya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh banyak
faktor yaitu modernisasi, pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan internal dan eksternal
semakin berkurang. Upaya preventif dan kuratif yang dapat dilakukan adalah Mencanangkan
hari tanam nasional seluruh masyarakat menanamkan satu pohon untuk masa depan.
Gantungkan sebuah harapan pada pohon yang mereka tanam. Hal ini akan merangsang
daya kreatif imajinasi dan rasa memiliki (sense of belonging) yang
tinggi. Satu bulan sekali masyarakat mengamati perkembangan pohon-pohon yang
mereka tanam. Bahkan untuk pelaku pembalakan liar diwajibkan menjalankan hukum
alam untuk menanam pohon sebanyak yang mereka tebang. Selama masa tanam, uji
emisi gas harus diterapkan secara ketat untuk menjaga kontrol kehidupan
seimbang. Modernisasi dan perkembangan IPTEK membawa perubahan positif berupa paperless
atau pengurangan penggunaan kertas. Kertas dihasilkan dari hutan, kita
tidak pernah tahu seberapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat berlembar-lembar
kertas yang kita buang sia-sia.
Keanekaragaman
hayati (biodiversitas) dilindungi dengan upaya intensif yaitu menjaganya dalam
habitat itu sendiri. Habitat terbaik bagi tumbuhan dan hewan-hewan adalah
hutan. Segala elemen itu hidup berdampingan, sumber air, tanah subur, udara
bersih. Membentuk cagar alam, kawasan konservatif dan hutan lindung sudah
menjadi bagian dari sejarah yang tak bisa dijarah. Menjalankan dharma tertinggi
dengan menjalankan dasa raja dhamma terhadap kehidupan alam. Keselarasan hidup dengan anugerah alam,
harmoni cosmos manusia dengan dharma bhakti tertinggi dan keagungan Sang
Pencipta. Apapun yang kita berikan kepada hutan akan dikembalikan lagi kepada
kita. Merusak alam, alam murka, dihabisi sudah kehidupan diatasnya. Jika alam
sudah murka, salah siapa?
Amanah
bukan sembarangan amanah. Jangan sampai amanah menjadi amarah karena kita membuat
hijau menjadi merah. Berkobar asap membumbung ke udara dengan tangisan
berdarah. Mari kita jaga alam sebagai anugerah!
Unsur didalamnya
bergerak aktif dan dinamis. Proses dimulai dari pengumpulan, pengolahan dan
penyebaran berita.
2. Komunikasi
sebagai simbolik
Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus
menunjukkan tingginya kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan
sesamanya.Simbol adalah bahasa lisan dan tulisan. Simbol dipengaruhi oleh budaya,
psikologis dll
3. Komunikasi sebagai sistem
Suatu sistem komunikasi memerlukan sifat yang
sistematik yakni menyeluruh, saling bergantung, berurutan, mengontrol dirinya,
seimbang, berubah, adaptif, dan memiliki tujuan. Sistem dibagi menjadi kedua
yaitu sistem terbuka dan tertutup dari pengaruh lingkungan. Terbuka : agama,
politik dll
Tertutup : uji coba laboratorium
4. Komunikasi sebagai aksi
Aksi dan interaksi memicu adanya reaksi/Feedback Loops ( putaran umpan balik ).
5. Komunikasi sebagai aktivitas sosial
Komunikasi menjadi jembatan kepentingan manusia. Tataran
lebih rendah pada tingkat akar rumput (grassroot) menjadi kebutuhan untuk
membicarakan berbagai masalah
6. Komunikasi sebagai multidimensional
Dimensi isi dan hubungan
Dimensi isi : bahasa, informasi dan pesan
Dimensi hubungan : pelaku komunikasi
Sumber : Pengantar Ilmu Komunikasi, Prof. Hafid
Cangara.
Model dibangun untuk mengiringi sebuah
proses, menunjukkan objek. Model ada dua yaitu operasional dan fungsional. Operasional
: proyeksi kemungkinan operasional yang mempengaruhi proses.Fungsional : hubungan berbagai unsur dari
suatu proses dan menggeneralisasi menjadi hubungan-hubungan yg baru. Fungsional
digunakan dalam pengkajian ilmu pengetahuan, utamanya menyangkut tingkah laku
manusia. Tiga model komunikasi : model analisis dasar komunikasi, model proses
komunikasi, model komunikasi partispasi.
MODEL ANALISIS DASAR KOMUNIKASI
Aristoteles (sumber, pesan, penerima)
1. Laswell
Siapa, mengatakan apa, melalui apa, kepada
siapa, dan apa akibatnya Kritik model komunikasi lasswel lebih menekankan
pengaruh pada khalayak sehingga mengabaikan faktor tanggapan balik. Pembelaan
lasswel adalah media massa radio berhasil dimanfaatkan sebagai alat propaganda
oleh pihak yg terlibat perang dunia kedua.
2. Shanon Weaver 1949 insinyur listrik
menerbitkan buku atas dana rockefelled the mathematical theory of communication
Information, message, transmitter, signal,
noise, received signal receiver, message, destination. Gangguan atau noise
diukur dengan konsep redundancy dan entropi diukur secara kuantitatif.
Redudancy adalah pengulangan kata.
Tiga model tersebut memiliki sifat satu
arah/linear serta terlalu menekankan sumber dan media.
MODEL PROSES KOMUNIKASI
Model sirkuler yg dibuat oleh Osgood dan
Schramm 1954. Menunjukkan proses dinamis antara hubungan encoding dan decoding
atau translasi pesan sebagai proses interprestasi. Proses Osgood terus menerus
dan simultan. Oleh karena itu, proses komunikasi dapat dimulai dan berakhir
dimana saja.
MODEL KOMUNIKASI
PARTISIPASI
Kincaid and Rogers
mengembangkan model komunikasi yang dikembangkan dari teori informasi dan
sibernetik. Teori sibernetik melihat komunikasi sebagai suatu sistem dimana
semua unsur saling bermain dan mengatur dalam memberikan produksi iuran.
Keberhasilan teori ini ditunjukkan dlaam merakit berbagai macam teknologi
canggih seperti komputer, radar dan peluru.
Komunikasi selain dapat
dilihat dari berbagai dimensi, maka komunikasi dapat dilihat dari berbagai
perspektif diantaranya perspektif perilaku, transmisi, interaksional,
transaksional.
Perspektif perilaku :
komunikasi memberikan tekanan stimulus yang dibuat oleh sumber dan
reaksi.
Perspektif transmisi ;
pengalihan informasi dan bersifat satu arah
Perspektif interaksi ;
timbal balik dan sirkular
Perspektif
transaksional ; penekanan pada proses dan fungsi untuk berbagi dalam hal
pengetahuan dan pengalaman.
Sumber : Pengantar Ilmu Komunikasi, Prof.
Hafid Cangara.