Friday, 4 December 2020

GARA-GARA COVID, LANGIT BIRU, DOMPET MEMBIRU

 



Pandemi COVID-19 sudah berjalan selama hampir satu tahun. Efek domino pada akhirnya melumpuhkan segala lini kehidupan. Bahkan diperparah dengan adanya penurunan kualitas diri akibat beban mental yang belum berkesudahan. Manusia dikungkung, dibatasi, diberi jarak, menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Sana sini bicara pandemi. Kehidupan yang lain mengharuskan mereka tetap bergerak disaat bumi yang berputar ini seakan terhenti.

Sebagian besar dari mereka mengalami hal terburuk yang tidak pernah diduga dalam hidupnya. Sedang asik bekerja, mendapat pengumuman PHK. Miris, seakan dunia terhenti dan drop total akan terjadi jika tidak ada keyakinan dan harapan yang meneguhkan dan mengukuhkan. Jelas... Selama ini tidak pernah terpikir ini semua akan terjadi ditengah keadaan yang sedang baik-baik saja. Manusia berlenggang sebebas mungkin, berulah sesuka hati, menikmati kehidupan ini dengan penuh hawa nafsu yang dibawa dari perut. Nafsu kekuasaan, kekayaan dan kejayaan apapun caranya. Manusia melakukan intrik dan berpolitik untuk mencapai tujuannya dengan berbagai cara. Sudut pandang benar dan salah pada akhirnya menjadi sebuah objek yang bersifat sementara.

Disusul dengan upaya penyelamatan diri masing-masing pada akhirnya dilakukan. Alih-alih  penyelamatan untuk kepentingan umum, hal ini didasarkan pada penilaian subjektif semata. Hakikat sejatinya adalah penyelamatan terhadap diri sendiri. Rintih tangis, jeritan lapar dimana-mana. Bersyukur dalam kondisi seperti ini, pemerintah tetap menjaga stabilitas ketahanan pangan. Selama pandemi ini, kata bansos sudah sering terdengar melalui media dan perbincangan mulut ke mulut. Bantuan tersebut menjadi angin segar untuk perekonomian makro dan mikro khususnya.

Korban PHK atau yang dirumahkan hanya mampu menikmati kesedihannya di rumah. Karyawan yang mengundurkan diri hanya berharap cemas terhadap Uang Penggantian Hak (UPH) yang akan mereka terima. Menanti keputusan yang digantung. Semuanya kebingungan pontang panting tak tentu arah. Kerja membabi buta, lesu dan layu. Kemerosotan mental dan psikologis. Tekanan depresi dan stress menghantui. Jika sudah kepepet tidak ada pilihan lain selain bertahan hidup dengan berbagai cara. Mengambil hak orang lain akan dilakoni.

Seperti sebuah hal yang dimulai dari awal lagi. Motivasi yang melemah, pergerakan diri semakin lambat. Susunan kosmos dan syaraf mengatur ulang semuanya. Mengembalikan kemurnian alam ini secara perlahan. Tengok saja disekitar kita saat ini, mayoritas tetangga dan kerabat memiliki hobi dadakan berupa berkebun, bercocok tanam dan menekuni dunia pertanian. Bahkan mereka yang tidak memiliki modal sama sekalipun, bercocok tanam dengan bibit dan benih yang ada di dapur. Seperti cabai, bawang, tanaman apotek hidup. Bahkan ada yang berlomba-lomba untuk mendapatkan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi saat ini. Masuk keluar kawasan hutan lindung dan konservasi. Mengabaikan setiap ekosistem didalamnya dijaga agar siklus mata rantai tidak terganggu. Beragam jenis tingkah polah manusia. Tetapi essensi dari kehidupan yang berjalan dimasa pandemi ini adalah purifikasi atau pemurnian nilai alam semesta.

Perubahan kecil tetapi mengembalikan essensi hitam kelam menjadi biru. Mobilisasi kendaraan berasap berkurang karena sebagian besar melakukan aktivitasnya di rumah saja. Angin segar mulai terasa dimana-mana. Hawa panas tetap ada tetapi tidak menyengat dan masih memberikan kesejukan. Masih terasa angina sepoi-sepoi yang menghantarkan ketulusan dan kemurnian dunia ini. Penghijauan terjadi dimana-mana. Mereka berlomba mencari bibit dan benih tanaman untuk ditanam di rumah. Merasakan seni bercocok tanam. Melihat proses bertumbuhnya saja sudah memberikan sense yang berbeda. Merasakan kedamaian kecil bertumbuh ditengah keluarga, ranjang ternyaman untuk pulang dan kembali dari penatnya rutinitas kehidupan.

Pandemi memang memberikan dampak yang sangat mondial. Semuanya terhenti secara massif. Entah sampai kapan, kita bukan ahli untuk meramalkan dunia ini. Penurunan motivasi dan semangat hidup karena tekanan psikologis meraja dimana-mana. Hakikatnya ketika pandemi seperti ini tetaplah bergerak produktif. Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Hakikatnya, setelah dunia ini terhenti, pada siapa kita akan bergantung? Orang yang bekerja bergantung pada atasan? Atasan bergantung pada siapa? Secara umum, bisnis layu cenderung mati. Salah satu bidang usaha yang bangkit adalah agrobisnis. Pada Sang Kehidupan ini kita akan kembali bergantung, Sang Pencipta jagad raya yang agung.  

Jika diambil kesimpulan secara sederhana, purifikasi atau pemurnian terhadap alam ini sedang terjadi secara alami. Seluruh elemen kehidupan bersatu untuk menjalankan roda yang terhenti untuk bergerak kembali. Cahaya matahari mulai masuk dalam tulang sumsum. Merasuk dalam tubuh manusia agar bersatu dengan alam itu sendiri. Alam yang dulu diabaikan bahkan tak tersentuh sama sekali. Manusia hanya sibuk dengan kepentingannya sendiri. Alam akan diingat karena faktor butuh saja. Setelah itu akan diabaikan kembali. Merusak setiap hari, urusan memelihara sudah tak ada yang peduli. Yuk coba tengok kembali! Masukkan dan tarik lagi kedalam diri kita! Sudah seberapa besar kepedulian kita terhadap alam?

Sudahkah bersyukur terhadap segala pemberian alam yang selalu terlupakan? Meski setiap hari kita berada di kota metropolitan, penuh debu, asap kendaraan, dan polusi. Udara yang kita hirup dan masuk kedalam rongga dada tetap hidup sampai dengan saat ini. Dalam yang tercemar selalu diberikan udara yang murni untuk konsumsi manusia. Dinikmati tanpa harus mengantri di kasir untuk menerima struk dan membayarnya. Manusia terlalu pongah dengan kedikdayaannya. Dipenuhi nafsu serakah sana sini untuk menimbun pundi-pundi rejeki milik sendiri atau milik orang lain. Satu sisi, bingung mau belanja apa lagi? Sudut yang berseberangan, bingung tidak ada uang untuk belanja. Jika mau berhitung dari manapun asalnya rejeki itu sampai di tangan kita, takkan pernah sanggup rejeki itu terlogikakan oleh akal pikir manusia. Manusia saja terlalu sombong dibekali dengan logika yang tak punya makna. Masih saja dijejali kesesatan yang tidak disadari akibat konsep berpikir dicampur-campur dorongan nurani, pikiran, logika dan jiwa. Benang merah kehidupan sudah dibentangkan. Tetapi tak ada yang menyadarinya.

Saya masih terharu saja dengan kondisi yang saat ini terjadi masih saja bisa menikmati padi yang ditanam di tanah sendiri. Padahal logisnya, sudah tidak ada uang, tidak makan. Itu jika berbicara dengan manusia logika ya? Kan kita hidup tidak bersama dengan manusia saja, kita hidup berdampingan dengan sisi nonfisik yang tak terlihat. Sudah waktunya yang biru kembali dibirukan. Bagian yang membiru biarkan membiru, merasakan sakitnya memar yang tercemar. Menikmati spekulasi hidup yang masih samar-samar. Hanya menantikan tempayang berisi sabar mulai menyebar. Menikmati hakikat hidup, menanti woro-woro tersiar.

 

***


Thursday, 3 December 2020

PUISI SRI PATMI : NEGARA ZAMRUD KHATULISTIWA

 



Negara zamrud khatulistiwa

Permadani hijau memukau mata

Rukun erat tanpa diikat

Tali temali ragam adat

 

Berbeda saling bersanding

Berjalan bersama saling beriring

Seperti tekad bambu runcing

Mengusir mesiu tak kalah tanding

 

Inilah negeri archipelago idaman para penjajah

Kekayaannya yang berlimpah ruah

Bergelimang emas bertahtakan berlian mewah

Hati siapa takkan terperangah?

 

Terima kasih ibu pertiwi

Bumimu telah memberi hidup untuk negeri ini

Airmu yang kami minum setiap hari

Bodohkah kami jika tidak mencintai negeri ini?  

 

Walau jiwa terpisah dari jasad

Meski bumi tak lagi mampu kudekap erat

Biarkan merah putih tertanam dalam diri

Dan hidup damai dalam buaian ibu pertiwi

 

Tangerang, 31 Agustus 2019


PUISI SRI PATMI : KELABU NEGERI BESI


 

Beton berkuasa atas tanahku

Membentang luas diatas ragamu

Pancung besi menghujam tajam

Menusuk bumi hingga ke nadi

 

Pohon tertunduk lesu

Dulu kau begitu merdu

Hijau memanja mata yang memandangmu

Biru menyemak memeluk kalbu

 

Kini biru jadi abu

Hijau jadi kelabu

Lembayung memerah berdarah

Negeriku hilang tinggal sejarah

 

Kasih kini jadi amarah

Geram merajalela

Kearifan kalah melemah

Egoisme liberalis berkuasa

 

Hilang kini semua sirna

Tercabik indahnya ibu pertiwi

Oleh kita yang men-Tuhan-kan teknologi

Ibu pertiwi seakan mati

 

Tangerang, 29 Agustus 2019

PUISI SRI PATMI : MANUSIA SISA PANDEMI


 


Aku berlari menerjang menghunuskan pedang tajam.

Menyadarkan setiap insan bahwa dunia tak sedang bersenda gurau.

Badai lebat meluluhlantahkan keangkuhan diri yang merasa hebat.

Membusungkan perut, mengempeskan rongga dada.

Mematahkan sayap-sayap dunia untuk terbang bebas.

Hidungnya diberangus, kaki-kakinya dikekang hingga pupus.

Dua garis tipis kehidupan dan penghidupan.

Bulu kuduk seakan merinding, sentuhan kini hanya menjadi barang yang tabu.

Ibu pertiwi menangisi apa yang terjadi?

Bahkan tak tahu apa yang sedang terjadi.

Segala intrik dipergunakan untuk mengakali diri.

Mensiasati agar perut tak kosong, akal budi hanya perlu memaklumi.

Ibu pertiwi, kesejatianmu telah direnggut, dirampas oleh pandemi.

Kau bergelut dengan segala kemelut.

Aku miris, karena kulitmu terus disayat teriris-iris.

Ditelanjangi dengan ego yang tak pernah merasa bersyukur

Andai ketamakan tak pernah merajai, mungkin semesta ini akan terus menghargai.

Meski tangan tak mampu lagi menjabat, izinkan kami merapikan barisan dan merapat.

Kemarilah ibu pertiwi! Biar kukenakan jubah kebesaran yang kusulam dari benang emas.

Kusihir catatan tinta merah menjadi singgasana megah.

Kesinilah wahai kawan-kawan! Menemui pandemi tak tahu diri.

Dia harus menampar diri sendiri agar sadar.

Faktanya selama ini kita sudah cukup bersabar.

Mari bersama-sama dibantai dan hajar!

Tak usah menunggu gelap. Ayo seret pandemi keluar dari dunia sebelum ia nyaman dan terlelap.

Enyah dan pergilah! Segera kemasi barang-barangmu sebelum kami kalap! 

Dia tak tahu jika bumi dan ibu pertiwi yang tulus telah meletus.

Lava panas akan meluluhlantahkan pandemi hingga hangus.

Mencabut bagian nadi dipermainkan dan digoreng dalam dinginnya api.

Tak menyisakan sedikit pun bentuk tulang sulbi.

Dan ingatkan kepada kami, jika lupa menyebut apa nama pandemi ini?

 

Segelintir asa terus berkembang bak merekahnya bunga yang ranum diakhir jaman.

Kemilaunya terus saja berkembang diantara rerumputan yang menari dan bergoyang.

Kami hanya setetes air ditengah samudera yang luas.

Mengharap semesta menampatkan kasih dan terus berbelas.

Menempatkan setiap kalimat ikhlas terus berbalas.

Menggantikan setiap ratap menjadi menjadi harap.

Setiap rahap menjadi asa yang terus menyelinap.

Mengharap semesta riang, alam kembali girang.

Kembali menjejak tanpa takut terinjak.

Jeritan lapar berganti menjadi bahagia yang tersiar.

Melihat senyum yang berkembang di pagi yang ranum

Memandang ratapan anak kecil bernyanyi, berlari tuk meraih segenggam mimpi.

Bergulir melalangbuana, membawa raga berkelana tanpa jarak yang berarti.

Hingga waktu terus melukis senja, berganti cerita lagi.

 

 

Bogor, 3 Oktober 2020

Wednesday, 2 December 2020

PUISI PERDAMAIAN : MANUSIA ADU KEPENTINGAN



Alunan dawai kehidupan masih saja terdengar memar

Perlahan suaranya memudar diterpa letupan asap yang tersebar

Aroma kematian terasa mendekat dan kian menyebar

Bulu kuduk merinding dan nyali yang berkembang mulai bubar.

Lantunan sholawat terdengar lirih meski jiwa terus saja merintih.

Andai kata ada titik temu dengan kematian, adakah yang bisa menggantikannya selain aku sendiri?

Pikirku lucu sekali, ketiak setiap bagiannya mulai dipritili oleh kesombongan dan pembenaran diri.

Aku telah belajar tentang hakikat kematian.

Kesinilah! Agar kuberitahu bagaimana caraku menjadikan kematian sebagai hal berharga dalam hidupku

Menjadikannya kawan sejati yang tak pernah meninggalkanku.

Kami hanya ingin agresi segera diakhiri.

Bukan sebuah nyanyian merdu pelipur kesakitan diri.

Bukan hanya janji-janji yang digaungkan para penguasa bodong.

Kibarkan panji-panji perdamaian dunia untuk jeritan manusia yang meminta tolong.

Gembar gembor tentang projek kemanusiaan

Sejatinya pepesan kosong tak ada pemaknaan.

Ketika kalimat damai diperjualbelikan

Jadi senjata bagi para aktor yang berlaga

Mempertontonkan kekuasaan beradu kepentingan

Bertopeng kemanusiaan, bermuka beringas manusia buas.

Menopang kemanusiaan, menggilas kepentingan.

Bogor, 3 Oktober 2020




 

Sunday, 29 November 2020

SENYUM IBU PERTIWI KEPADA ANAK NEGERI DARAH BETAWI

 

Pesatnya perkembangan zaman mulai mengikis nilai kebudayaan yang tertanam dalam diri setiap individu. Generasi zaman now sudah mulai terkontaminasi dengan nilai kebudayaan kebarat-baratan. Gengsi tinggi jika tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang viral dan trending. Serasa ketinggalan zaman bila tidak ikutan menggandrungi nilai yang secara intisarinya saja belum dipahami begitu mendalam. Kebudayaan sendiri justru diabaikan. Jika ditanya tentang kebudayaannya, mereka kebingungan. Budaya sendiri malah diapresiasi dan diakui sebagai kebudayaan milik bangsa lain. Jika tidak ada yang melestarikan budaya sendiri, lambat laun kita akan kehilangan identitas bahkan jati diri kita sebagai bangsa.

Beruntungnya Syarif Hidayatullah, pemuda 24 tahun keturunan betawi, asal Kampung Dadap, Tangerang. Kerap disapa oleh lingkungan sekitarnya Bang Arif. Budaya betawi telah mendarah daging didalam dirinya. Hal ini diyakini didalam dirinya sebagai warisan turun temurun yang mendarah. Betapa tidak, sejak berusia 3 tahun ia sudah banyak diajari kesenian, adat dan budaya betawi. Baginya, betawi adalah kehidupannya selama ini. Pijakan dari masa ke masa hingga akhir hayat menutup mata.

Bukan tanpa alasan Bang Arif begitu mencintai budayanya, alasannya adalah segala hal dalam budaya betawi adalah kebutuhan hidup. Ciri khusus yang ia bangun dalam dirinya adalah cara berpakaian yang tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Dia selalu mengenakan pangsi betawi kemanapun ia pergi. Sekalipun berangkat kerja, Bang Arif selalu menggunakan pangsi betawi itu.

Berdasar penelusuran saya mengikuti kisah perjalanan anak darah betawi ini, ia sempat mendapat teguran keras dari tempatnya bekerja. Dianggap nyeleneh dan tidak taat pada aturan yang berlaku dalam perusahaan dan kesepakatan perjanjian kerja. Dengan menjunjung nilai kearifan dan nilai keluhuran budaya betawi, ia membuka cara pandang yang baru bagi Direkturnya.

Awalnya Bang Arif mengira permasalahan ini hanya akan berakhir pada surat peringatan atau paling parah di PHK dari perusahaan. Tetapi kisah malah berbalik menjadikan ia bertemu dengan jajaran orang nomor satu di perusahaan tersebut. Bang Arif justru mendapat keberuntungan dari sikapnya yang teguh mempertahankan budayanya. Dia diberikan modal untuk mendirikan Sanggar Seni Budaya Betawi di wilayah tempat tinggalnya. Mujurnya, ia masih diperkenankan bekerja di perusahaan tersebut tanpa menghilangkan ciri khusus didalam dirinya.

Kisah pertemuannya dengan Direktur viral antar karyawan. Menarik simpati dan empati bagi sebagian besar karyawan. Dia mendapatkan dana hibah dari karyawan yang lain. Sontak namanya semakin dikenal, ditambah lagi dengan penampilannya yang nyentrik mengundang banyak perhatian publik. Seperti artis yang sedang naik daun, karyawan lain juga meminta berswafoto bersama Bang Arif.

 

Setelah bekerja selama 6 bulan, Bang Arif akhirnya memutuskan untuk fokus mengurus Sanggar Seni Budaya Betawi miliknya di Kampung Dadap, Tangerang. Ia memilih untuk mengabdikan diri pada darah suci yang mengalir dalam dirinya. Tawaran gaji yang lebih besar sudah sempat terlontar sebelum pengunduran dirinya. Tetapi ia teguh untuk menjalani kehidupannya bersama dengan Betawi. Banyak anak negeri yang tidak tahu budaya sendiri. Dia menanamkan tekad kuat untuk mendidik dan mengajarkan Kesenian Betawi agar tidak punah dimakan usia dan dimakan lupa.

Bang Arif mengajar tanpa dibayar. Dia lah anak zaman now yang tak lupa siapa leluhurnya. Generasi milenial yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan dengan gaya dinamis. Gaya blak-blakan dalam berbicara membuat materi mudah dipahami oleh murid-muridnya. Malahan ia terkesan humoris dan menyenangkan. Dengan bantuan dari orang tuanya yaitu seorang penggiat seni budaya betawi, Bang Arif makin mengembangkan sanggar seni itu bukan hanya di tempat tinggalnya.

Bang Arif bukan hanya menjadi pengajar tetapi juga menjadi murid. Dia terbuka terhadap segala kritik dan saran tetapi tetap menjunjung keluhuran nilai dirinya. Berbekal keahlian yang ia miliki, ia berani tampil dalam festival seni kancah lokal dan nasional. Agenda tahunannya adalah menjadi pengisi acara di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Dalam Ajang Festival Seni, Bang Arif selalu bekerja dibelakang panggung. Ia memberikan kesempatan bagi murid-muridnya untuk tampil didepan. Tak ayal dengan konsepnya yang begitu fantastis mendapat banyak ajungan jempol dan tepuk tangan yang meriah dari penonton. Dari sini, saya hanya melihat ia tersenyum menyaksikan kesuksesan para murid-muridnya mendapatkan penghargaan bergengsi dibidang seni.

Ketika ditanya, mengapa ia menjadi aktor dibelakang panggung? Padahal jika ia tampil sudah pasti ia yang akan mendapat penghargaan itu? Bang Arif hanya menjawab dengan senyuman. Ia berlalu dengan jawaban yang masih mengambang. Tetapi sudah jelas dari situ, Budaya Betawi yang tertanam dalam dirinya sudah mendarah daging. Ia hanya berbuat bagaimana caranya mewariskan budaya itu turun temurun bukan untuk mengeruk keuntungan.

Masih dengan Pangsi Betawi berwarna merah dan pecinya. Bang Arif menuturkan kalimat sederhana tetapi membekas didalam jiwa. “Gue hidup dari kecil sama Betawi, jadi gue bukan cuma mau menjadi abdi seni. Gue harus menciptakan anak negeri yang tahu diri, tahu seni”. Sore ini dibawah rintik hujan, Bang Arif mempersiapkan seperangkat alat kesenian gambang kromong, tanjidor dan lain-lain. Ditambah beberapa murid diarahkan untuk mementaskan sebuah lenong betawi sederhana tentang kebaikan manusia yang berbudi. Disisi lain, ada seorang murid yang sudah mempersiapkam kotak istimewa berwarna putih dengan pita berwarna merah diatasnya. Didalam kotak tersebut ada baju Pangsi Betawi lengkap dengan atribut lainnya.

Selang beberapa waktu, mobil mewah terparkir di Sanggar Seni miliknya. Ternyata, Bang Arif kedatangan tamu. Disambut dengan pertunjukan seni palang pintu. Dia adalah Direktur yang dulu ia kenal. Meski sudah tidak bekerja di perusahaannya, Bang Arif tetap menjaga hubungan baik dan silaturahmi. Dengan jamuan sederhana, kerak telor dan bir pletok buatan ibu Bang Arif.  Direktur itu nampak asik menikmati pertunjukan lenong dibawah guyuran hujan yang semakin lebat. Pertunjukan berakhir, hujan reda, mereka berbincang dan Bang Arif memberikan sebuah persembahan terbaik dari Sanggar Seni Budaya Betawi berupa Pangsi Betawi yang sama seperti yang ia kenakan.

Sembari berpamitan, Direktur itu menepuk bahu Bang Arif dan bertutur “tetaplah menjadi anak Betawi milik negeri. Ibu Pertiwi selalu bangga kepadamu, nak!”.

 

***

BAHAYA!!! HUTAN DILALAP DI JAGO MERAH, PEMIMPIN MENANGIS DARAH!

@sripatmi : harmoni cosmos 


Sekarang sudahkah kalian berjalan dengan kedua kaki kalian dengan sempurna? Setiap hari melangkah keduanya saling beriringan? Adakah satu diantaranya saling mendahului bahkan bersaing untuk merebut perhatian dari si pemilik kaki? Mereka hanya berjalan dengan pola yang tersistematis. Satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan. Bergerak dengan arah yang telah ditentukan oleh otot-otot dan syaraf serta tulang kuat yang menopangnya. Sehingga semuanya akan menjadi satu tatanan sistem gerak yang beratur. Satu diantaranya tidak berfungsi dengan baik, maka yang lain akan merasakan efeknya. Kemungkinan akan tidak sempurna dalam proses berjalan. Harus ditunjang dengan sesuatu yang mengkokohkan missal tongkat atau pilar penopang lainnya. Anggap saja jika satu kaki tersebut sakit, bagian tubuh yang lain akan merasakan sakitnya, demam ringan atau gejala lain yang menyertainya. Miniatur ini merupakan gambaran sederhana untuk memberikan representasi hakikat kehidupan yang saling terikat satu sama lain. Dipadukan dengan segala rasa agar terus bersama. Satu kesatuan ini membentuk gerak yang sama antar bagian. Gerak tubuh yang mempengaruhi kehidupan secara menyeluruh.

Hakikat kesatuan anggota tubuh ini menjadikan pantulan refleksi sederhana dari kehidupan yang luas. Dimana hirarki dan sistem kehidupan berjalan akan terus berlangsung. Komponen kehidupan manusia saling berhubungan dengan komponen vital kehidupan lainnya. Hidup saling berdampingan antara manusia dan alam semesta maha perkasa. Manusia makhluk yang dibekali banyak sekali pengetahuan kehidupan. Puncak tertingginya adalah tataran manusia sebagai pemimpin dunia. Menggerakkan roda kehidupan ini berjalan dengan sebuah sistem yang telah disepakati menjadi sebuah konsensus. Ada tatanan dan aturan yang membatasi tindak tanduk manusia. Aturan yang berlandaskan kebenaran dari sebuah pemahaman moral dan para ahli filsafat kebenaran lainnya.

Pemimpin dan alam. Keduanya dekat sedekat urat nadi. Denyutnya sama dengan kehidupan alam ini dan kehidupan makhluk disekitarnya. Jika diamati dengan nurani, gerakannya dengan alam ini seakan selaras. Bersinergi dengan cahaya kehidupan yang terpancar dalam dirinya. Mari kita sama-sama pejamkan mata, gunakan rasa, jiwa dan nurani kita untuk sama-sama memikirkan, apakah kita sosok pemimpin alamiah yang ditunjuk secara langsung oleh kehidupan ini atau dibentuk dari proses seleksi alam? Mandataris seorang pemimpin adalah pemangku kepentingan semesta bukan kepentingan dirinya semata.

Alih-alih yang terjadi saat ini adalah pemimpin tidak memiliki hubungan yang kokoh seperti hubungan anggota tubuh dan ruh yang mengisinya. Sebagian besar mereka menjadi boneka yang bergerak atas dasar kepentingan diri semata. Maka diri itu tidak ada peperangan melawan ego diri yang serasa tamak. Segalanya ingin dikuasai menjadi milik pribadi. Meletakkan cap stempel dengan deretan nama dinasti kerajaannya. Gelang rantai kekuasaan yang dikaitkan dengan hubungan kekeluargaan untuk memenuhi sederet nafsu perutnya. Seberapa banyak perut ini diisi, ia akan kembali pada lubang pembuangan akhir tinja. Masuk dari mulut keluar dari anus. Masuk dari bagian yang tinggi, keluar ke lubang yang lebih rendah bahkan nista. Bayangkan saja, siapa yang akan bersedia mengobok-obok lubang tinja? Itulah hakikatnya kepentingan perut yang banyak diperjuangkan sebagian besar pemimpin. Diperparah lagi dengan kondisi yang sangat mengerikan dimana untuk mendapatkan tahta pemimpin itu harus baku hantam dan terjadi pertumpahan darah yang menyebabkan keadaan semakin chaos.

Pada sisi yang bersamaan, ada bagian dari pemimpin yang membuat kamuflase untuk menutupi strategi dan tujuan yang akan dicapai agar tidak menjadi kemelut. Tentunya ini bukan sebuah konspirasi biasa, melainkan konspirasi terhadap alam semesta. Sekali lagi, pertautan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meski ada pertautan dari keduanya, bukan berarti adanya pergeseran makna terhadap hukum rimba itu sendiri. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Cermati lebih dalam lagi, apakah itu yang dimaksud dalam hukum rimba secara harfiah? Mereka yang menang dalam kontestasi ajang perdebatan kepentingan, lalu mereka yang akan menduduki singgasana tertinggi suatu kerajaan? Jika demikian, benturkan dengan premis lain yang menyatakan raja tanpa mahkota?

Hukum rimba sendiri pada hakikatnya mengandung essensi nilai yang lebih dalam dibanding makna konotatif dan denotatif. Tataran disiplin ilmu yang maha agung untuk menggambarkan sebuah aspek hukum rimba. Kekuatan dari alam semesta ini mampu menitahkan manusia terpilih untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin alamiah yang telah dipersiapkan segalanya dalam bentuk kekuasaan yang hakiki. Dua hakikat kata memimpin dan dipimpin ini membentuk sebuah siklus mata rantai tatanan kehidupan. Ada raja, ada rakyat, tentu ada kekuasaan didalamnya. Roda siklus mata rantai kepemimpinan ini pada akhirnya mengacu pada sebuah kekuatan untuk sama-sama menggerakkannya dalam sebuah tujuan yang sama. Hal serupa dengan analogi yang disebutkan pada awal paragraf yang mengatakan hubungan anggota badan. Akankah roda kekuasaan berjalan tKareanpa didorong oleh kekuatan mata rantai lainnya? Munculnya kekuatan seorang pemimpin didorong oleh gerak kuasa dari rakyatnya. Maka tidak ada cerita tentang pemimpin boneka, pemimpin kaleng-kaleng. Dekandensi makna itu saja sudah melenceng jauh dari kehidupan kita, maka dari mana ceritanya kita bisa mendapatkan pemimpin yang sesungguhnya? Pemimpin itu diciptakan secara alamiah, jika karbitan matang lebih cepat, berbeda rasanya. Tidak ada sentuhan sedekat urat nadi. Sentuhannya hanya untuk melenggang kekuasaan pada sebagian besar keluarganya. Bahkan karena faktor kekuasaan dan kepentingan perut saja, hubungan keluarga sudah diiris dalam titik nadir. Renungkan sekali lagi dalam diri!

Jangan ada tuntutan apapun terhadap seorang pemimpin jika kita hanya tergerak dengan gerak kuasa iming-iming! Sudah seharusnya gerak yang dihasilkan dari sebuah proses berpikir dan bertindak adalah gerak mekanik yang berjalan lurus pada hakikat nilai kebenaran. Memilih dan terpilih sebuah pemaknaan subjek dan objek atas segala pergerakan. Mau menjadi raja atau rakyat, pergerakannya bagaikan langkah kaki kanan dan kiri saat berjalan, selalu bersinergi. Sudah secara otomatis ketika keduanya sudah bertautan maka kriteria dan syarat yang diinginkan sebagai seorang pemimpin seperti nubuat yang dipenuhi sendiri (self-fulfilling prophecy), yakni ramalan yang menjadi kenyataan karena, sadar atau tidak, kita percaya dan mengatakan bahwa ramalan itu menjadi kenyataan. Harapan dan kepentingan rakyat sejalan dengan gerak kuasa seorang raja. Rakyat kekuatan, raja adalah kekuasaan. Keduanya hampir sepadan bukan? Kemunculan sosok ini masih menjadi misteri bagi sebagian besar orang. Jika rakyat sudah memenuhi standar rakyat yang baik, maka mana sosok raja yang baik pula? Sekali lagi kata standar ini bukan menjadi hal yang baku, karena kata standar sendiri adalah konsensus penyeragaman bahasa oleh manusia. Sudut pandang akan merubah kata standar menjadi banyak makna.

Pemimpin dan rakyat adalah pantulan dua bayangan cermin yang saling berseberangan. Sudha tentu gerakannya akan sama. Jangan hanya berfokus pada posisi. Posisi cermin kanan menjadi kiri dan kiri menjadi kanan. Kita semua dilahirkan sebagai manusia yang berbudi, jangan mencari pembenaran diri dengan menjadi spindoctor yang seakan hebat untuk memperoleh tujuannya. Sudah waktunya kita mulai bercermin. Seperti apa gerak kita pada cermin tersebut? Mengapa tidak sama dengan gerak cermin diseberangnya? Adakah yang salah dalam diri kita? Apakah harus memandang dari sudut yang lain? Bahkan memandang tanpa sudut menggunakan kacamata helicopter view?

Permasalahan pemimpin ini sudah menjadi konsumsi makanan basi bagi rakyat yang terumbar janji-janji. Bertahun-tahun menjalani kehidupan dengan penuh pengharapan, tetapi yang terjadi jauh panggang dari api. Tidak matang, bahkan tidak tahu objek apa yang sedang ada diatas alat panggang tersebut? Jangan-jangan hanya sebatas pepesan kosong tanpa isi? Mengerikan sekali permasalahan yang begitu pelik ini. Apatis bukan jawaban. Skeptis apalagi? Malah hanya menambah beban permasalahan. Dari waktu ke waktu pandangan kita semakin tajam, menatap makna pemimpin lebih mendalam. Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin atau orang berjalan tegap diatas jalan yang lurus? Dan keduanya berjalan pada falsafah kebenaran.

Jika semesta raya ini sudah meletakkan mahkota istimewa diatas kepala pemimpin terpilih, maka pemimpin itu akan senantiasa menghargai alam. Kerusakan alam dan hutan adalah cerminan nyata kehidupan pemimpin. Dari paparan diatas telah jelas bahwa pemimpin membawa sifat dasar dasar alam. Hidup dan menghidupi. Manusia hidup bersama alam, begitupun sebaliknya. Intisari alam telah merasuk dalam dirinya. Apapun keadaannya, alam tetap memberikan persembahan terbaik kepada manusia, menyerap segala unsur kebaikan dan mengembalikan essensi nilai manfaat yang bisa dirasakan dengan tulus. Memberikan tempat singgah yang nyaman diatas tanah. Memberikan hijau yang memukau. Digerogoti hijau itu menjadi abu dan kelabu. Asap beterbangan kemana-mana, sesak napas, kopong paru-paru dunia. Sampai dengan saat ini kita tidak pernah bisa menghitung berapa jumlah oksigen yang telah kita hirup dari setiap helai daunnya. Kondisi ini akan menimbulkan efek domino dimana setiap kepulan demi kepulan asap menghilangkan nilai murni alam itu untuk memberi setulus hati tanpa pamrih. Rantai makanan terputus dan rusaknya sebagian besar tatanan kehidupan yang ada. Padahal, setiap waktu jasad ini selalu menerima pemberian dari alam itu secara cuma-cuma bahkan lebih berdaya guna dengan sistem dagang transaksional yang diciptakan oleh manusia. Hutan tandus, salah siapa? 

Alam menjaga kita, sudah seharusnya kita juga menjaga alam. Ada atau tiada kita didalam dunia ini, kehidupan terus berjalan. Tetapi bukan hanya itu saja permasalahannya, seberapa besar kita berperan untuk kehidupan kita yang telah menghidupi kita kali ini? Dari dedaunannya yang berfotosintesis, manusia merasakan banyak manfaat didalamnya. Untuk memenuhi rongga dada dengan oksigen yang segar didalamnya. Jika kita ingin hitung-hitungan dengan alam, saya rasa manusia takkan mampu menebus segala anugerah yang diberikan alam untuk menghidupinya. Mulai dari terbukanya mata hingga menutup mata di pembaringan akhir. Lalu apa yang sudah kita lakukan untuk membalas segala kebaikan alam itu?

Jika selama ini masyarakat adat dan pemimpin adat setempat menjadi roleplayer terhadap perlindungan hutan. Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling bahu membahu mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih terhadap alam. Keluhuran budi dan ilmu inilah yang seharusnya kita junjung tinggi dalam kehidupan. Pelajaran di sekolah saja tidak cukup untuk menumbuhkan kesadaran antar manusia untuk hubungan timbal balik alam dan manusia. Sedini mungkin orientasi dan tanamkan dalam jiwa tentang kelestarian alam. Suatu saat nanti, generasi kita pasti akan terpanggil oleh gerak alam menjadi pemimpin yang terpimpin. Peran generasi muda sudah harus banyak mencontoh gerakan di hyperlink https://www.golonganhutan.id/. Kepedulian tim Golongan Hutan terhadap lingkungan adalah gerakan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Menjadi penjaga, pelindung, pengawas dan segala informasi persuasif untuk seluruh rakyat Indonesia. Pioneer/pelopor perubahan sikap terhadap hutan.

Saat penat dengan kebisingan, hiruk pikuk, dan polusi yang meracuni diri, kemana kita akan berlari? Alam dan hutan yang segar, terasa damai menyejukkan mata. Pernahkah kita melirik sedikit saja kepada alam? Hanya menjadikannya sebagai pelampiasan berlibur saat kota sudah tak bersahabat. Menjadi makhluk yang tamak menikmati sumber daya alam yang berlimpah ini sendiri, tidak memikirkan keberlangsungan hidup anak cucu kita dimasa mendatang. Jangan sampai hutan hanya menjadi bagian dari sejarah yang pernah tertulis, lalu hilang didalam perut para penebang liar.  Sampai dengan saat ini saya masih meyakini, siapapun kita masih ada kebaikan didalam diri kita untuk berbuat terbaik terhadap kehidupan, keberlangsungan anak cucu.

Kehormatan pemimpin terletak pada caranya untuk menjaga keberlangsungan hidup makhluk dibawah kepemimpinannya. Paritrana pertama, bentuk kesadaran antara pemimpin dan yang dipimpin. Banyak makhluk yang hidup tetapi tidak sadar akan keberhargaan dirinya sebagai seorang pemimpin untuk dirinya sendiri. Hidup bergantung pada alam sekitarnya tetapi lupa untuk menjaga kebaikannya. Sehingga hanya menjadi benalu untuk pepohonan yang tumbuh subur. Simbiosis yang dibentuk hanya sebatas faktor butuh. Padahal hidup menjadi benalu pula dapat mati juga sumber nutrisinya mati. Ironi, keadaan ini akan memberikan dampak buruk untuk generasi penerus. Lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal harus membantu menanamkan nilai kebaikan untuk alam, khususnya hutan kita. Merusak hutan berarti merusak diri sendiri, karena satu kesatuan. Hutan adalah rumah kedua untuk kita kembali. Bahkan menempati kedudukan yang sama dengan diri sendiri. Reputasi kita saat ini adalah Indonesia paru-paru dunia. Pertahankan reputasi ini sebagai kehormatan tertinggi yang diberikan semesta raya ini untuk kita. Sosialisasi dan penyuluhan yang intensif perlu dilakukan dengan skema penetapan dari seorang pemimpin. Menjalankan pendekatan akar rumput (grass root) dalam pijakan pedomana hidup.

Paritrana kedua adalah mengubah abu dan kelabu dalam benang hitam dan putih yang jelas. Penegakkan legitimasi hukum dianggap lemah karena pembalakan dan penebangan hutan diluar kontrol dari penglihatan manusia itu sendiri. Sehingga perpanjangan organ tubuh mereka harus diletakkan dalam setiap gerbang hutan. Jangkauan yang terbatas diperpanjang dengan menempatkan perisai pelindung wilayah hutan. Pelindung hutan mengemban tugas mulia untuk menjaga kelangsungan hidup kita. Berikan kehormatan khusus untuk mereka dalam bentuk fisik dan nonfisik. Pemerintah bisa mencanangkan insentif terhadap pelindung hutan, meski nilai yang terkandung dalam insentif tersebut tidak dapat menggantikan kemuliaan tugas mereka. Wujud apresiasi ini menjadi sebuah lencana yang disematkan kepada patriot hutan di Indonesia. Insentif ini diberikan kepada masyarakat adat dan pemimpin adat guna menjaga kelestarian hutan di Indonesia. Selain itu, insentif ini akan memberikan manfaat untuk mendorong potensi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat untuk terlibat langsung hidup bersama dengan hutan kita. Watchdog bukan hanya dari sistem top bottom, sekarang harus dikembangkan secara linear dan sirkular. Mereka yang melanggar dan melakukan pembalakan liar diberikan sanksi hukum serta sanksi moral dalam masyarakat.

Paritrana ketiga adalah perencanaan purifikasi dan restorasi. Adanya sebuah pergeseran nilai yang menyebabkan manusia seakan skeptis dan apatis terhadap hutan, jangankan hutan bahkan terhadap dirinya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu modernisasi, pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan internal dan eksternal semakin berkurang. Upaya preventif dan kuratif yang dapat dilakukan adalah Mencanangkan hari tanam nasional seluruh masyarakat menanamkan satu pohon untuk masa depan. Gantungkan sebuah harapan pada pohon yang mereka tanam. Hal ini akan merangsang daya kreatif imajinasi dan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi. Satu bulan sekali masyarakat mengamati perkembangan pohon-pohon yang mereka tanam. Bahkan untuk pelaku pembalakan liar diwajibkan menjalankan hukum alam untuk menanam pohon sebanyak yang mereka tebang. Selama masa tanam, uji emisi gas harus diterapkan secara ketat untuk menjaga kontrol kehidupan seimbang. Modernisasi dan perkembangan IPTEK membawa perubahan positif berupa paperless atau pengurangan penggunaan kertas. Kertas dihasilkan dari hutan, kita tidak pernah tahu seberapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat berlembar-lembar kertas yang kita buang sia-sia.

Keanekaragaman hayati (biodiversitas) dilindungi dengan upaya intensif yaitu menjaganya dalam habitat itu sendiri. Habitat terbaik bagi tumbuhan dan hewan-hewan adalah hutan. Segala elemen itu hidup berdampingan, sumber air, tanah subur, udara bersih. Membentuk cagar alam, kawasan konservatif dan hutan lindung sudah menjadi bagian dari sejarah yang tak bisa dijarah. Menjalankan dharma tertinggi dengan menjalankan dasa raja dhamma terhadap kehidupan alam.  Keselarasan hidup dengan anugerah alam, harmoni cosmos manusia dengan dharma bhakti tertinggi dan keagungan Sang Pencipta. Apapun yang kita berikan kepada hutan akan dikembalikan lagi kepada kita. Merusak alam, alam murka, dihabisi sudah kehidupan diatasnya. Jika alam sudah murka, salah siapa?

Amanah bukan sembarangan amanah. Jangan sampai amanah menjadi amarah karena kita membuat hijau menjadi merah. Berkobar asap membumbung ke udara dengan tangisan berdarah. Mari kita jaga alam sebagai anugerah!

 

291120

***

https://www.kompasiana.com/sripatmi/5fc315de8ede483c4e394d22/bahaya-pemimpin-menangis-darah-hutan-dilalap-si-jago-merah

LITERASI KOMUNIKASI : DIMENSI DAN PERSPEKTIF ILMU KOMUNIKASI (BELAJAR KOMUNIKASI ITU GAMPANG!)

 



1. Komunikasi sebagai proses

Unsur didalamnya bergerak aktif dan dinamis. Proses dimulai dari pengumpulan, pengolahan dan penyebaran berita.

 

2. Komunikasi sebagai simbolik

Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus menunjukkan tingginya kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Simbol adalah bahasa lisan dan tulisan. Simbol dipengaruhi oleh budaya, psikologis dll

 

3. Komunikasi sebagai sistem

Suatu sistem komunikasi memerlukan sifat yang sistematik yakni menyeluruh, saling bergantung, berurutan, mengontrol dirinya, seimbang, berubah, adaptif, dan memiliki tujuan. Sistem dibagi menjadi kedua yaitu sistem terbuka dan tertutup dari pengaruh lingkungan. Terbuka : agama, politik dll

Tertutup : uji coba laboratorium

 

4. Komunikasi sebagai aksi

 

Aksi dan interaksi memicu adanya reaksi /Feedback Loops ( putaran umpan balik ).

 

5. Komunikasi sebagai aktivitas sosial

Komunikasi menjadi jembatan kepentingan manusia. Tataran lebih rendah pada tingkat akar rumput (grassroot) menjadi kebutuhan untuk membicarakan berbagai masalah

 

6. Komunikasi sebagai multidimensional

Dimensi isi dan hubungan

Dimensi isi : bahasa, informasi dan pesan

Dimensi hubungan : pelaku komunikasi

 

Sumber : Pengantar Ilmu Komunikasi, Prof. Hafid Cangara. 


Saturday, 28 November 2020

LITERASI KOMUNIKASI : MODEL KOMUNIKASI (BELAJAR KOMUNIKASI ITU GAMPANG!)

 



Model dibangun untuk mengiringi sebuah proses, menunjukkan objek. Model ada dua yaitu operasional dan fungsional. Operasional : proyeksi kemungkinan operasional yang mempengaruhi proses.  Fungsional : hubungan berbagai unsur dari suatu proses dan menggeneralisasi menjadi hubungan-hubungan yg baru. Fungsional digunakan dalam pengkajian ilmu pengetahuan, utamanya menyangkut tingkah laku manusia. Tiga model komunikasi : model analisis dasar komunikasi, model proses komunikasi, model komunikasi partispasi.

 

MODEL ANALISIS DASAR KOMUNIKASI

Aristoteles (sumber, pesan, penerima)

1. Laswell

Siapa, mengatakan apa, melalui apa, kepada siapa, dan apa akibatnya Kritik model komunikasi lasswel lebih menekankan pengaruh pada khalayak sehingga mengabaikan faktor tanggapan balik. Pembelaan lasswel adalah media massa radio berhasil dimanfaatkan sebagai alat propaganda oleh pihak yg terlibat perang dunia kedua.

 

2. Shanon Weaver 1949 insinyur listrik menerbitkan buku atas dana rockefelled the mathematical theory of communication

 

Information, message, transmitter, signal, noise, received signal receiver, message, destination. Gangguan atau noise diukur dengan konsep redundancy dan entropi diukur secara kuantitatif.

Redudancy adalah pengulangan kata.

Tiga model tersebut memiliki sifat satu arah/linear serta terlalu menekankan sumber dan media.

 

MODEL PROSES KOMUNIKASI

Model sirkuler yg dibuat oleh Osgood dan Schramm 1954. Menunjukkan proses dinamis antara hubungan encoding dan decoding atau translasi pesan sebagai proses interprestasi. Proses Osgood terus menerus dan simultan. Oleh karena itu, proses komunikasi dapat dimulai dan berakhir dimana saja.

 

MODEL KOMUNIKASI PARTISIPASI 

 

Kincaid and Rogers mengembangkan model komunikasi yang dikembangkan dari teori informasi dan sibernetik. Teori sibernetik melihat komunikasi sebagai suatu sistem dimana semua unsur saling bermain dan mengatur dalam memberikan produksi iuran. Keberhasilan teori ini ditunjukkan dlaam merakit berbagai macam teknologi canggih seperti komputer, radar dan peluru. 

 

Komunikasi selain dapat dilihat dari berbagai dimensi, maka komunikasi dapat dilihat dari berbagai perspektif diantaranya perspektif perilaku, transmisi, interaksional, transaksional. 

 

Perspektif perilaku : komunikasi memberikan tekanan stimulus yang dibuat oleh sumber dan reaksi. 

 

Perspektif transmisi ; pengalihan informasi dan bersifat satu arah 

 

Perspektif interaksi ; timbal balik dan sirkular 

 

Perspektif transaksional ; penekanan pada proses dan fungsi untuk berbagi dalam hal pengetahuan dan pengalaman. 

 

 

Sumber : Pengantar Ilmu Komunikasi, Prof. Hafid Cangara.