Pesatnya perkembangan zaman mulai mengikis nilai
kebudayaan yang tertanam dalam diri setiap individu. Generasi zaman now
sudah mulai terkontaminasi dengan nilai kebudayaan kebarat-baratan. Gengsi
tinggi jika tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang viral dan trending.
Serasa ketinggalan zaman bila tidak ikutan menggandrungi nilai yang secara
intisarinya saja belum dipahami begitu mendalam. Kebudayaan sendiri justru
diabaikan. Jika ditanya tentang kebudayaannya, mereka kebingungan. Budaya
sendiri malah diapresiasi dan diakui sebagai kebudayaan milik bangsa lain. Jika
tidak ada yang melestarikan budaya sendiri, lambat laun kita akan kehilangan
identitas bahkan jati diri kita sebagai bangsa.
Beruntungnya Syarif Hidayatullah, pemuda 24 tahun
keturunan betawi, asal Kampung Dadap, Tangerang. Kerap disapa oleh lingkungan
sekitarnya Bang Arif. Budaya betawi telah mendarah daging didalam dirinya. Hal
ini diyakini didalam dirinya sebagai warisan turun temurun yang mendarah.
Betapa tidak, sejak berusia 3 tahun ia sudah banyak diajari kesenian, adat dan
budaya betawi. Baginya, betawi adalah kehidupannya selama ini. Pijakan dari
masa ke masa hingga akhir hayat menutup mata.
Bukan tanpa alasan Bang Arif begitu mencintai
budayanya, alasannya adalah segala hal dalam budaya betawi adalah kebutuhan
hidup. Ciri khusus yang ia bangun dalam dirinya adalah cara berpakaian yang
tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Dia selalu mengenakan pangsi betawi
kemanapun ia pergi. Sekalipun berangkat kerja, Bang Arif selalu menggunakan
pangsi betawi itu.
Berdasar penelusuran saya mengikuti kisah perjalanan
anak darah betawi ini, ia sempat mendapat teguran keras dari tempatnya bekerja.
Dianggap nyeleneh dan tidak taat pada aturan yang berlaku dalam perusahaan dan
kesepakatan perjanjian kerja. Dengan menjunjung nilai kearifan dan nilai
keluhuran budaya betawi, ia membuka cara pandang yang baru bagi Direkturnya.
Awalnya Bang Arif mengira permasalahan ini hanya akan
berakhir pada surat peringatan atau paling parah di PHK dari perusahaan. Tetapi
kisah malah berbalik menjadikan ia bertemu dengan jajaran orang nomor satu di
perusahaan tersebut. Bang Arif justru mendapat keberuntungan dari sikapnya yang
teguh mempertahankan budayanya. Dia diberikan modal untuk mendirikan Sanggar
Seni Budaya Betawi di wilayah tempat tinggalnya. Mujurnya, ia masih
diperkenankan bekerja di perusahaan tersebut tanpa menghilangkan ciri khusus
didalam dirinya.
Kisah pertemuannya dengan Direktur viral antar
karyawan. Menarik simpati dan empati bagi sebagian besar karyawan. Dia
mendapatkan dana hibah dari karyawan yang lain. Sontak namanya semakin dikenal,
ditambah lagi dengan penampilannya yang nyentrik mengundang banyak perhatian
publik. Seperti artis yang sedang naik daun, karyawan lain juga meminta
berswafoto bersama Bang Arif.
Setelah bekerja selama 6 bulan, Bang Arif akhirnya
memutuskan untuk fokus mengurus Sanggar Seni Budaya Betawi miliknya di Kampung
Dadap, Tangerang. Ia memilih untuk mengabdikan diri pada darah suci yang
mengalir dalam dirinya. Tawaran gaji yang lebih besar sudah sempat terlontar
sebelum pengunduran dirinya. Tetapi ia teguh untuk menjalani kehidupannya
bersama dengan Betawi. Banyak anak negeri yang tidak tahu budaya sendiri. Dia
menanamkan tekad kuat untuk mendidik dan mengajarkan Kesenian Betawi agar tidak
punah dimakan usia dan dimakan lupa.
Bang Arif mengajar tanpa dibayar. Dia lah anak zaman now
yang tak lupa siapa leluhurnya. Generasi milenial yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan
dengan gaya dinamis. Gaya blak-blakan dalam berbicara membuat materi
mudah dipahami oleh murid-muridnya. Malahan ia terkesan humoris dan
menyenangkan. Dengan bantuan dari orang tuanya yaitu seorang penggiat seni
budaya betawi, Bang Arif makin mengembangkan sanggar seni itu bukan hanya di
tempat tinggalnya.
Bang Arif bukan hanya menjadi pengajar tetapi juga
menjadi murid. Dia terbuka terhadap segala kritik dan saran tetapi tetap menjunjung
keluhuran nilai dirinya. Berbekal keahlian yang ia miliki, ia berani tampil
dalam festival seni kancah lokal dan nasional. Agenda tahunannya adalah menjadi
pengisi acara di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Dalam Ajang Festival Seni, Bang Arif
selalu bekerja dibelakang panggung. Ia memberikan kesempatan bagi murid-muridnya
untuk tampil didepan. Tak ayal dengan konsepnya yang begitu fantastis mendapat
banyak ajungan jempol dan tepuk tangan yang meriah dari penonton. Dari sini,
saya hanya melihat ia tersenyum menyaksikan kesuksesan para murid-muridnya mendapatkan
penghargaan bergengsi dibidang seni.
Ketika ditanya, mengapa ia menjadi aktor dibelakang
panggung? Padahal jika ia tampil sudah pasti ia yang akan mendapat penghargaan
itu? Bang Arif hanya menjawab dengan senyuman. Ia berlalu dengan jawaban yang
masih mengambang. Tetapi sudah jelas dari situ, Budaya Betawi yang tertanam
dalam dirinya sudah mendarah daging. Ia hanya berbuat bagaimana caranya
mewariskan budaya itu turun temurun bukan untuk mengeruk keuntungan.
Masih dengan Pangsi Betawi berwarna merah dan pecinya.
Bang Arif menuturkan kalimat sederhana tetapi membekas didalam jiwa. “Gue
hidup dari kecil sama Betawi, jadi gue bukan cuma mau menjadi abdi seni. Gue
harus menciptakan anak negeri yang tahu diri, tahu seni”. Sore ini dibawah
rintik hujan, Bang Arif mempersiapkan seperangkat alat kesenian gambang
kromong, tanjidor dan lain-lain. Ditambah beberapa murid diarahkan untuk
mementaskan sebuah lenong betawi sederhana tentang kebaikan manusia yang
berbudi. Disisi lain, ada seorang murid yang sudah mempersiapkam kotak istimewa
berwarna putih dengan pita berwarna merah diatasnya. Didalam kotak tersebut ada
baju Pangsi Betawi lengkap dengan atribut lainnya.
Selang beberapa waktu, mobil mewah terparkir di
Sanggar Seni miliknya. Ternyata, Bang Arif kedatangan tamu. Disambut dengan
pertunjukan seni palang pintu. Dia adalah Direktur yang dulu ia kenal. Meski
sudah tidak bekerja di perusahaannya, Bang Arif tetap menjaga hubungan baik dan
silaturahmi. Dengan jamuan sederhana, kerak telor dan bir pletok buatan ibu
Bang Arif. Direktur itu nampak asik
menikmati pertunjukan lenong dibawah guyuran hujan yang semakin lebat.
Pertunjukan berakhir, hujan reda, mereka berbincang dan Bang Arif memberikan
sebuah persembahan terbaik dari Sanggar Seni Budaya Betawi berupa Pangsi Betawi
yang sama seperti yang ia kenakan.
Sembari berpamitan, Direktur itu menepuk bahu Bang
Arif dan bertutur “tetaplah menjadi anak Betawi milik negeri. Ibu Pertiwi
selalu bangga kepadamu, nak!”.
Sekarang
sudahkah kalian berjalan dengan kedua kaki kalian dengan sempurna? Setiap hari
melangkah keduanya saling beriringan? Adakah satu diantaranya saling mendahului
bahkan bersaing untuk merebut perhatian dari si pemilik kaki? Mereka hanya
berjalan dengan pola yang tersistematis. Satu sama lain saling berkaitan dan
berhubungan. Bergerak dengan arah yang telah ditentukan oleh otot-otot dan
syaraf serta tulang kuat yang menopangnya. Sehingga semuanya akan menjadi satu
tatanan sistem gerak yang beratur. Satu diantaranya tidak berfungsi dengan
baik, maka yang lain akan merasakan efeknya. Kemungkinan akan tidak sempurna
dalam proses berjalan. Harus ditunjang dengan sesuatu yang mengkokohkan missal
tongkat atau pilar penopang lainnya. Anggap saja jika satu kaki tersebut sakit,
bagian tubuh yang lain akan merasakan sakitnya, demam ringan atau gejala lain
yang menyertainya. Miniatur ini merupakan gambaran sederhana untuk memberikan
representasi hakikat kehidupan yang saling terikat satu sama lain. Dipadukan
dengan segala rasa agar terus bersama. Satu kesatuan ini membentuk gerak yang
sama antar bagian. Gerak tubuh yang mempengaruhi kehidupan secara menyeluruh.
Hakikat
kesatuan anggota tubuh ini menjadikan pantulan refleksi sederhana dari
kehidupan yang luas. Dimana hirarki dan sistem kehidupan berjalan akan terus
berlangsung. Komponen kehidupan manusia saling berhubungan dengan komponen
vital kehidupan lainnya. Hidup saling berdampingan antara manusia dan alam
semesta maha perkasa. Manusia makhluk yang dibekali banyak sekali pengetahuan
kehidupan. Puncak tertingginya adalah tataran manusia sebagai pemimpin dunia.
Menggerakkan roda kehidupan ini berjalan dengan sebuah sistem yang telah
disepakati menjadi sebuah konsensus. Ada tatanan dan aturan yang membatasi
tindak tanduk manusia. Aturan yang berlandaskan kebenaran dari sebuah pemahaman
moral dan para ahli filsafat kebenaran lainnya.
Pemimpin
dan alam. Keduanya dekat sedekat urat nadi. Denyutnya sama dengan kehidupan
alam ini dan kehidupan makhluk disekitarnya. Jika diamati dengan nurani,
gerakannya dengan alam ini seakan selaras. Bersinergi dengan cahaya kehidupan
yang terpancar dalam dirinya. Mari kita sama-sama pejamkan mata, gunakan rasa,
jiwa dan nurani kita untuk sama-sama memikirkan, apakah kita sosok pemimpin
alamiah yang ditunjuk secara langsung oleh kehidupan ini atau dibentuk dari
proses seleksi alam? Mandataris seorang pemimpin adalah pemangku kepentingan
semesta bukan kepentingan dirinya semata.
Alih-alih
yang terjadi saat ini adalah pemimpin tidak memiliki hubungan yang kokoh
seperti hubungan anggota tubuh dan ruh yang mengisinya. Sebagian besar mereka
menjadi boneka yang bergerak atas dasar kepentingan diri semata. Maka diri itu
tidak ada peperangan melawan ego diri yang serasa tamak. Segalanya ingin dikuasai
menjadi milik pribadi. Meletakkan cap stempel dengan deretan nama dinasti
kerajaannya. Gelang rantai kekuasaan yang dikaitkan dengan hubungan
kekeluargaan untuk memenuhi sederet nafsu perutnya. Seberapa banyak perut ini
diisi, ia akan kembali pada lubang pembuangan akhir tinja. Masuk dari mulut
keluar dari anus. Masuk dari bagian yang tinggi, keluar ke lubang yang lebih
rendah bahkan nista. Bayangkan saja, siapa yang akan bersedia mengobok-obok
lubang tinja? Itulah hakikatnya kepentingan perut yang banyak diperjuangkan
sebagian besar pemimpin. Diperparah lagi dengan kondisi yang sangat mengerikan
dimana untuk mendapatkan tahta pemimpin itu harus baku hantam dan terjadi
pertumpahan darah yang menyebabkan keadaan semakin chaos.
Pada
sisi yang bersamaan, ada bagian dari pemimpin yang membuat kamuflase untuk
menutupi strategi dan tujuan yang akan dicapai agar tidak menjadi kemelut. Tentunya
ini bukan sebuah konspirasi biasa, melainkan konspirasi terhadap alam semesta. Sekali
lagi, pertautan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meski ada
pertautan dari keduanya, bukan berarti adanya pergeseran makna terhadap hukum
rimba itu sendiri. Siapa yang kuat, dialah yang berkuasa. Cermati lebih
dalam lagi, apakah itu yang dimaksud dalam hukum rimba secara harfiah? Mereka
yang menang dalam kontestasi ajang perdebatan kepentingan, lalu mereka yang
akan menduduki singgasana tertinggi suatu kerajaan? Jika demikian, benturkan
dengan premis lain yang menyatakan raja tanpa mahkota?
Hukum
rimba sendiri pada hakikatnya mengandung essensi nilai yang lebih dalam
dibanding makna konotatif dan denotatif. Tataran disiplin ilmu yang maha agung
untuk menggambarkan sebuah aspek hukum rimba. Kekuatan dari alam semesta ini
mampu menitahkan manusia terpilih untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin
alamiah yang telah dipersiapkan segalanya dalam bentuk kekuasaan yang hakiki.
Dua hakikat kata memimpin dan dipimpin ini membentuk sebuah siklus mata rantai
tatanan kehidupan. Ada raja, ada rakyat, tentu ada kekuasaan didalamnya. Roda siklus
mata rantai kepemimpinan ini pada akhirnya mengacu pada sebuah kekuatan untuk
sama-sama menggerakkannya dalam sebuah tujuan yang sama. Hal serupa dengan
analogi yang disebutkan pada awal paragraf yang mengatakan hubungan anggota
badan. Akankah roda kekuasaan berjalan tKareanpa didorong oleh kekuatan mata
rantai lainnya? Munculnya kekuatan seorang pemimpin didorong oleh gerak kuasa
dari rakyatnya. Maka tidak ada cerita tentang pemimpin boneka, pemimpin
kaleng-kaleng. Dekandensi makna itu saja sudah melenceng jauh dari kehidupan
kita, maka dari mana ceritanya kita bisa mendapatkan pemimpin yang
sesungguhnya? Pemimpin itu diciptakan secara alamiah, jika karbitan matang
lebih cepat, berbeda rasanya. Tidak ada sentuhan sedekat urat nadi. Sentuhannya
hanya untuk melenggang kekuasaan pada sebagian besar keluarganya. Bahkan karena
faktor kekuasaan dan kepentingan perut saja, hubungan keluarga sudah diiris
dalam titik nadir. Renungkan sekali lagi dalam diri!
Jangan
ada tuntutan apapun terhadap seorang pemimpin jika kita hanya tergerak dengan
gerak kuasa iming-iming! Sudah seharusnya gerak yang dihasilkan dari sebuah
proses berpikir dan bertindak adalah gerak mekanik yang berjalan lurus pada
hakikat nilai kebenaran. Memilih dan terpilih sebuah pemaknaan subjek dan objek
atas segala pergerakan. Mau menjadi raja atau rakyat, pergerakannya bagaikan
langkah kaki kanan dan kiri saat berjalan, selalu bersinergi. Sudah secara
otomatis ketika keduanya sudah bertautan maka kriteria dan syarat yang
diinginkan sebagai seorang pemimpin seperti nubuat yang dipenuhi sendiri (self-fulfilling
prophecy), yakni ramalan yang menjadi kenyataan karena, sadar atau tidak,
kita percaya dan mengatakan bahwa ramalan itu menjadi kenyataan. Harapan dan
kepentingan rakyat sejalan dengan gerak kuasa seorang raja. Rakyat kekuatan,
raja adalah kekuasaan. Keduanya hampir sepadan bukan? Kemunculan sosok ini
masih menjadi misteri bagi sebagian besar orang. Jika rakyat sudah memenuhi
standar rakyat yang baik, maka mana sosok raja yang baik pula? Sekali lagi kata
standar ini bukan menjadi hal yang baku, karena kata standar sendiri adalah
konsensus penyeragaman bahasa oleh manusia. Sudut pandang akan merubah kata
standar menjadi banyak makna.
Pemimpin
dan rakyat adalah pantulan dua bayangan cermin yang saling berseberangan. Sudha
tentu gerakannya akan sama. Jangan hanya berfokus pada posisi. Posisi cermin
kanan menjadi kiri dan kiri menjadi kanan. Kita semua dilahirkan sebagai
manusia yang berbudi, jangan mencari pembenaran diri dengan menjadi spindoctor
yang seakan hebat untuk memperoleh tujuannya. Sudah waktunya kita mulai
bercermin. Seperti apa gerak kita pada cermin tersebut? Mengapa tidak sama
dengan gerak cermin diseberangnya? Adakah yang salah dalam diri kita? Apakah
harus memandang dari sudut yang lain? Bahkan memandang tanpa sudut menggunakan
kacamata helicopter view?
Permasalahan
pemimpin ini sudah menjadi konsumsi makanan basi bagi rakyat yang terumbar
janji-janji. Bertahun-tahun menjalani kehidupan dengan penuh pengharapan,
tetapi yang terjadi jauh panggang dari api. Tidak matang, bahkan tidak tahu
objek apa yang sedang ada diatas alat panggang tersebut? Jangan-jangan hanya
sebatas pepesan kosong tanpa isi? Mengerikan sekali permasalahan yang begitu
pelik ini. Apatis bukan jawaban. Skeptis apalagi? Malah hanya menambah beban
permasalahan. Dari waktu ke waktu pandangan kita semakin tajam, menatap makna
pemimpin lebih mendalam. Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup
yang lebih terpimpin atau orang berjalan tegap diatas jalan yang lurus? Dan keduanya
berjalan pada falsafah kebenaran.
Jika
semesta raya ini sudah meletakkan mahkota istimewa diatas kepala pemimpin
terpilih, maka pemimpin itu akan senantiasa menghargai alam. Kerusakan alam dan
hutan adalah cerminan nyata kehidupan pemimpin. Dari paparan diatas telah jelas
bahwa pemimpin membawa sifat dasar dasar alam. Hidup dan menghidupi. Manusia
hidup bersama alam, begitupun sebaliknya. Intisari alam telah merasuk dalam
dirinya. Apapun keadaannya, alam tetap memberikan persembahan terbaik kepada
manusia, menyerap segala unsur kebaikan dan mengembalikan essensi nilai manfaat
yang bisa dirasakan dengan tulus. Memberikan tempat singgah yang nyaman diatas
tanah. Memberikan hijau yang memukau. Digerogoti hijau itu menjadi abu dan
kelabu. Asap beterbangan kemana-mana, sesak napas, kopong paru-paru dunia.
Sampai dengan saat ini kita tidak pernah bisa menghitung berapa jumlah oksigen
yang telah kita hirup dari setiap helai daunnya. Kondisi ini akan menimbulkan
efek domino dimana setiap kepulan demi kepulan asap menghilangkan nilai murni
alam itu untuk memberi setulus hati tanpa pamrih. Rantai makanan terputus dan
rusaknya sebagian besar tatanan kehidupan yang ada. Padahal, setiap waktu jasad
ini selalu menerima pemberian dari alam itu secara cuma-cuma bahkan lebih
berdaya guna dengan sistem dagang transaksional yang diciptakan oleh manusia.
Hutan tandus, salah siapa?
Alam
menjaga kita, sudah seharusnya kita juga menjaga alam. Ada atau tiada kita
didalam dunia ini, kehidupan terus berjalan. Tetapi bukan hanya itu saja
permasalahannya, seberapa besar kita berperan untuk kehidupan kita yang telah
menghidupi kita kali ini? Dari dedaunannya yang berfotosintesis, manusia
merasakan banyak manfaat didalamnya. Untuk memenuhi rongga dada dengan oksigen
yang segar didalamnya. Jika kita ingin hitung-hitungan dengan alam, saya rasa
manusia takkan mampu menebus segala anugerah yang diberikan alam untuk
menghidupinya. Mulai dari terbukanya mata hingga menutup mata di pembaringan
akhir. Lalu apa yang sudah kita lakukan untuk membalas segala kebaikan alam
itu?
Jika
selama ini masyarakat adat dan pemimpin adat setempat menjadi roleplayer terhadap
perlindungan hutan. Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling bahu
membahu mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih terhadap alam. Keluhuran
budi dan ilmu inilah yang seharusnya kita junjung tinggi dalam kehidupan. Pelajaran
di sekolah saja tidak cukup untuk menumbuhkan kesadaran antar manusia untuk
hubungan timbal balik alam dan manusia. Sedini mungkin orientasi dan tanamkan
dalam jiwa tentang kelestarian alam. Suatu saat nanti, generasi kita pasti akan
terpanggil oleh gerak alam menjadi pemimpin yang terpimpin. Peran generasi muda
sudah harus banyak mencontoh gerakan di hyperlink https://www.golonganhutan.id/.
Kepedulian tim Golongan Hutan terhadap lingkungan adalah gerakan yang dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan. Menjadi penjaga, pelindung, pengawas
dan segala informasi persuasif untuk seluruh rakyat Indonesia. Pioneer/pelopor
perubahan sikap terhadap hutan.
Saat
penat dengan kebisingan, hiruk pikuk, dan polusi yang meracuni diri, kemana
kita akan berlari? Alam dan hutan yang segar, terasa damai menyejukkan mata. Pernahkah
kita melirik sedikit saja kepada alam? Hanya menjadikannya sebagai pelampiasan
berlibur saat kota sudah tak bersahabat. Menjadi makhluk yang tamak menikmati
sumber daya alam yang berlimpah ini sendiri, tidak memikirkan keberlangsungan
hidup anak cucu kita dimasa mendatang. Jangan sampai hutan hanya menjadi bagian
dari sejarah yang pernah tertulis, lalu hilang didalam perut para penebang
liar. Sampai dengan saat ini saya masih
meyakini, siapapun kita masih ada kebaikan didalam diri kita untuk berbuat
terbaik terhadap kehidupan, keberlangsungan anak cucu.
Kehormatan
pemimpin terletak pada caranya untuk menjaga keberlangsungan hidup makhluk dibawah
kepemimpinannya. Paritrana pertama, bentuk kesadaran antara pemimpin dan yang
dipimpin. Banyak makhluk yang hidup tetapi tidak sadar akan keberhargaan
dirinya sebagai seorang pemimpin untuk dirinya sendiri. Hidup bergantung pada
alam sekitarnya tetapi lupa untuk menjaga kebaikannya. Sehingga hanya menjadi
benalu untuk pepohonan yang tumbuh subur. Simbiosis yang dibentuk hanya sebatas
faktor butuh. Padahal hidup menjadi benalu pula dapat mati juga sumber
nutrisinya mati. Ironi, keadaan ini akan memberikan dampak buruk untuk generasi
penerus. Lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal harus membantu
menanamkan nilai kebaikan untuk alam, khususnya hutan kita. Merusak hutan
berarti merusak diri sendiri, karena satu kesatuan. Hutan adalah rumah kedua
untuk kita kembali. Bahkan menempati kedudukan yang sama dengan diri sendiri. Reputasi
kita saat ini adalah Indonesia paru-paru dunia. Pertahankan reputasi ini
sebagai kehormatan tertinggi yang diberikan semesta raya ini untuk kita. Sosialisasi
dan penyuluhan yang intensif perlu dilakukan dengan skema penetapan dari
seorang pemimpin. Menjalankan pendekatan akar rumput (grass root) dalam
pijakan pedomana hidup.
Paritrana
kedua adalah mengubah abu dan kelabu dalam benang hitam dan putih yang jelas. Penegakkan
legitimasi hukum dianggap lemah karena pembalakan dan penebangan hutan diluar
kontrol dari penglihatan manusia itu sendiri. Sehingga perpanjangan organ tubuh
mereka harus diletakkan dalam setiap gerbang hutan. Jangkauan yang terbatas
diperpanjang dengan menempatkan perisai pelindung wilayah hutan. Pelindung
hutan mengemban tugas mulia untuk menjaga kelangsungan hidup kita. Berikan
kehormatan khusus untuk mereka dalam bentuk fisik dan nonfisik. Pemerintah bisa
mencanangkan insentif terhadap pelindung hutan, meski nilai yang terkandung
dalam insentif tersebut tidak dapat menggantikan kemuliaan tugas mereka. Wujud
apresiasi ini menjadi sebuah lencana yang disematkan kepada patriot hutan di
Indonesia. Insentif ini diberikan kepada masyarakat adat dan pemimpin adat guna
menjaga kelestarian hutan di Indonesia. Selain itu, insentif ini akan
memberikan manfaat untuk mendorong potensi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat
untuk terlibat langsung hidup bersama dengan hutan kita. Watchdog bukan
hanya dari sistem top bottom, sekarang harus dikembangkan secara linear
dan sirkular. Mereka yang melanggar dan melakukan pembalakan liar diberikan sanksi
hukum serta sanksi moral dalam masyarakat.
Paritrana
ketiga adalah perencanaan purifikasi dan restorasi. Adanya sebuah pergeseran
nilai yang menyebabkan manusia seakan skeptis dan apatis terhadap hutan,
jangankan hutan bahkan terhadap dirinya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh banyak
faktor yaitu modernisasi, pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan internal dan eksternal
semakin berkurang. Upaya preventif dan kuratif yang dapat dilakukan adalah Mencanangkan
hari tanam nasional seluruh masyarakat menanamkan satu pohon untuk masa depan.
Gantungkan sebuah harapan pada pohon yang mereka tanam. Hal ini akan merangsang
daya kreatif imajinasi dan rasa memiliki (sense of belonging) yang
tinggi. Satu bulan sekali masyarakat mengamati perkembangan pohon-pohon yang
mereka tanam. Bahkan untuk pelaku pembalakan liar diwajibkan menjalankan hukum
alam untuk menanam pohon sebanyak yang mereka tebang. Selama masa tanam, uji
emisi gas harus diterapkan secara ketat untuk menjaga kontrol kehidupan
seimbang. Modernisasi dan perkembangan IPTEK membawa perubahan positif berupa paperless
atau pengurangan penggunaan kertas. Kertas dihasilkan dari hutan, kita
tidak pernah tahu seberapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat berlembar-lembar
kertas yang kita buang sia-sia.
Keanekaragaman
hayati (biodiversitas) dilindungi dengan upaya intensif yaitu menjaganya dalam
habitat itu sendiri. Habitat terbaik bagi tumbuhan dan hewan-hewan adalah
hutan. Segala elemen itu hidup berdampingan, sumber air, tanah subur, udara
bersih. Membentuk cagar alam, kawasan konservatif dan hutan lindung sudah
menjadi bagian dari sejarah yang tak bisa dijarah. Menjalankan dharma tertinggi
dengan menjalankan dasa raja dhamma terhadap kehidupan alam. Keselarasan hidup dengan anugerah alam,
harmoni cosmos manusia dengan dharma bhakti tertinggi dan keagungan Sang
Pencipta. Apapun yang kita berikan kepada hutan akan dikembalikan lagi kepada
kita. Merusak alam, alam murka, dihabisi sudah kehidupan diatasnya. Jika alam
sudah murka, salah siapa?
Amanah
bukan sembarangan amanah. Jangan sampai amanah menjadi amarah karena kita membuat
hijau menjadi merah. Berkobar asap membumbung ke udara dengan tangisan
berdarah. Mari kita jaga alam sebagai anugerah!
Unsur didalamnya
bergerak aktif dan dinamis. Proses dimulai dari pengumpulan, pengolahan dan
penyebaran berita.
2. Komunikasi
sebagai simbolik
Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus
menunjukkan tingginya kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan
sesamanya.Simbol adalah bahasa lisan dan tulisan. Simbol dipengaruhi oleh budaya,
psikologis dll
3. Komunikasi sebagai sistem
Suatu sistem komunikasi memerlukan sifat yang
sistematik yakni menyeluruh, saling bergantung, berurutan, mengontrol dirinya,
seimbang, berubah, adaptif, dan memiliki tujuan. Sistem dibagi menjadi kedua
yaitu sistem terbuka dan tertutup dari pengaruh lingkungan. Terbuka : agama,
politik dll
Tertutup : uji coba laboratorium
4. Komunikasi sebagai aksi
Aksi dan interaksi memicu adanya reaksi/Feedback Loops ( putaran umpan balik ).
5. Komunikasi sebagai aktivitas sosial
Komunikasi menjadi jembatan kepentingan manusia. Tataran
lebih rendah pada tingkat akar rumput (grassroot) menjadi kebutuhan untuk
membicarakan berbagai masalah
6. Komunikasi sebagai multidimensional
Dimensi isi dan hubungan
Dimensi isi : bahasa, informasi dan pesan
Dimensi hubungan : pelaku komunikasi
Sumber : Pengantar Ilmu Komunikasi, Prof. Hafid
Cangara.
Model dibangun untuk mengiringi sebuah
proses, menunjukkan objek. Model ada dua yaitu operasional dan fungsional. Operasional
: proyeksi kemungkinan operasional yang mempengaruhi proses.Fungsional : hubungan berbagai unsur dari
suatu proses dan menggeneralisasi menjadi hubungan-hubungan yg baru. Fungsional
digunakan dalam pengkajian ilmu pengetahuan, utamanya menyangkut tingkah laku
manusia. Tiga model komunikasi : model analisis dasar komunikasi, model proses
komunikasi, model komunikasi partispasi.
MODEL ANALISIS DASAR KOMUNIKASI
Aristoteles (sumber, pesan, penerima)
1. Laswell
Siapa, mengatakan apa, melalui apa, kepada
siapa, dan apa akibatnya Kritik model komunikasi lasswel lebih menekankan
pengaruh pada khalayak sehingga mengabaikan faktor tanggapan balik. Pembelaan
lasswel adalah media massa radio berhasil dimanfaatkan sebagai alat propaganda
oleh pihak yg terlibat perang dunia kedua.
2. Shanon Weaver 1949 insinyur listrik
menerbitkan buku atas dana rockefelled the mathematical theory of communication
Information, message, transmitter, signal,
noise, received signal receiver, message, destination. Gangguan atau noise
diukur dengan konsep redundancy dan entropi diukur secara kuantitatif.
Redudancy adalah pengulangan kata.
Tiga model tersebut memiliki sifat satu
arah/linear serta terlalu menekankan sumber dan media.
MODEL PROSES KOMUNIKASI
Model sirkuler yg dibuat oleh Osgood dan
Schramm 1954. Menunjukkan proses dinamis antara hubungan encoding dan decoding
atau translasi pesan sebagai proses interprestasi. Proses Osgood terus menerus
dan simultan. Oleh karena itu, proses komunikasi dapat dimulai dan berakhir
dimana saja.
MODEL KOMUNIKASI
PARTISIPASI
Kincaid and Rogers
mengembangkan model komunikasi yang dikembangkan dari teori informasi dan
sibernetik. Teori sibernetik melihat komunikasi sebagai suatu sistem dimana
semua unsur saling bermain dan mengatur dalam memberikan produksi iuran.
Keberhasilan teori ini ditunjukkan dlaam merakit berbagai macam teknologi
canggih seperti komputer, radar dan peluru.
Komunikasi selain dapat
dilihat dari berbagai dimensi, maka komunikasi dapat dilihat dari berbagai
perspektif diantaranya perspektif perilaku, transmisi, interaksional,
transaksional.
Perspektif perilaku :
komunikasi memberikan tekanan stimulus yang dibuat oleh sumber dan
reaksi.
Perspektif transmisi ;
pengalihan informasi dan bersifat satu arah
Perspektif interaksi ;
timbal balik dan sirkular
Perspektif
transaksional ; penekanan pada proses dan fungsi untuk berbagi dalam hal
pengetahuan dan pengalaman.
Sumber : Pengantar Ilmu Komunikasi, Prof.
Hafid Cangara.
Faktor keselamatan telah mulai diabaikan oleh sebagian
orang. Padahal setiap waktu kita selalu bergerak mobilisasi kesana kemari.
Hilir mudik untuk memperjuangkan banyak kepentingan seperti kepentingan perut
bahkan keinginan untuk maslahat banyak umat. Berkendara merupakan wujud
pergerakan manusia berpindah dari satu sisi ke sisi kehidupan yang lainnya.
Secara fisik akan terjadi perpindahan tempat dimana manusia saling berinteraksi
dengan kebisingan, lalu lalang, polusi di tempat umum yang tidak dapat dihindarkan.
Harapan dalam setiap diri adalah keselamatan dan keamanan untuk mewujudkan
faktor lain dalam kehidupan. Padatnya mobilisasi lalu lintas ini tak ayal dapat
mengurangi konsentrasi dalam berkendara di jalan raya.
Faktor keselamatan yang mulai diabaikan oleh banyak
orang, contoh sederhana apabila berkendara dengan jarak tempuh yang dekat
mereka hanya berjalan apa adanya tanpa menggunakan alat keselamatan diri. Betul
saja, Tuhan telah menjamin kehidupan manusia dalam kasih sayang-Nya. Tetapi
manusia tetap harus bergerak dan berbuat memberikan persembahan terbaik untuk
diri sendiri bahkan kepada orang lain apapun yang terjadi. Disini, kita
sama-sama menyadari betapa keberhargaan diri sering diabaikan hanya karena
mereka merasa kehidupan ini sedang tidak apa-apa dan baik-baik saja. Setiap
waktu, berkendara ataupun tidak, sang maut siap untuk menghampiri dan menjadi
teman terbaik bagi manusia.
Hal yang diutamakan adalah mengetahui dan memahami
hakikat dari keselamatan itu sendiri sehingga manusia akan tergerak untuk
melakukan sesuatu dalam dirinya dalam bentuk kesadaran dan bukan karena
paksaan. Faktor x yang akan membuat kesadaran meningkat adalah meningkatnya
pengalaman indrawi akibat sebuah peristiwa yang nyata terjadi disekitarnya. Misalnya
mereka pernah mendengar kabar musibah dan duka akibat lalai dalam berkendara
dari kerabatnya sendiri. Mau tidak mau, suka tidak suka, hal tersebut akan
tertanam dalam alam bawah sadar mereka untuk diverifikasi oleh kemampuan akal,
nalar, logika, jiwa dan rasa yang dimiliki.
Dalam kondisi terbalik, mereka akan menempatkan cermin
sederhana dihadapan mereka untuk menatap kehidupan itu akan berharga jika
mereka menghargai diri sendiri dimulai dari keselamatan. Setelah itu mereka
akan melihat cara-cara untuk meningkatkan keselamatan diri dan terus berbuat
lebih untuk diri sendiri. Jadi semuanya harus dipupuk dari dalam diri sendiri
terlebih dahulu agar tertata dan terbentuk secara struktural. Jangan
memanfaatkan keteledoran diri sebagai alih-alih alasan untuk melakukan pembenaran
terhadap kondisi tertentu. Waspada dan mawas bukan berarti berpikiran negatif. Justru
hal tersebut menjadi penjaga utama yang dapat dirasakan meskipun abstrak
keberadaannya.
Mendasari dari segala kegiatannya, manusia cenderung
memikirkan alat untuk melindungi dirinya dari marabahaya. Saat berkendara,
manusia membutuhkan pelindung diri seperti helm, jaket, sepatu, masker dan
lainnya. Kesadaran untuk menggunakan ini semua dibentuk dari dalam diri
sendiri. Meskipun pemerintah telah menerapkan beberapa protokol dan aturan
untuk para pengendara disertai dengan segala sanksi. Sudah barangkali hal ini
efektif untuk meningkatkan kesadaran. Faktanya, meski dalam kondisi terpaksa
mereka menggunakan atribut tersebut. Lambat laun keterpaksaan menjadi kebiasaan
menerapkan protokol keselamatan diri saat berkendara. Sederhana saja, ketika
hal yang terpaksa dilakukan saja akan menjadi kebiasaan, bagaimana dengan hal
yang dilakukan dengan kesadaran? Apakah mungkin akan membuahkan hasil jauh
lebih tinggi dibandingkan kebiasaan itu sendiri?
Dengan keselamatan itu sendiri mereka akan sampai pada
puncak hal yang tidak terduga. Secara logis, jika dalam berkendara mereka
merasakan keselamatan dan kenyamanan, maka manusia dapat menjalani rutinitasnya
seperti sediakala tanpa hambatan. Hal ini tidak didukung dengan keinginan logis
saja dimana keselamatan ini adalah faktor abstrak yang tidak dapat dilihat
secara indrawi. Keselamatan selalu menaungi manusia dimanapun berada. Letaknya
ada di segala arah dan segala sudut kehidupan. Jika alat indra secara fisik
memiliki keterbatasan kemampuan, maka keselamatan dibantu dengan rasa, karsa,
jiwa dan nurani mampu merasakan.
Hal sederhana yang mungkin kita rasakan setiap waktu
adalah tentang kondisi psikologis dimana manusia merasakan kegelisahan. Kesalamatan
didalam dirinya sudah berkurang. Didalam dirinya diliputi dengan rasa waswas
dan merasakan hal negatif yang melingkupi sebagian besar kehidupannya. Keselamatan
memang berwujud abstrak tetapi dapat dilihat akibatnya. Utamanya menghadapi pandemic
seperti ini, dimana COVID-19 mengincar dimanapun berada. Faktor keselamatan
bukan hanya sebatas menjalankan segala protokol kesehatan. Kepedulian terhadap
diri sendiri perlu ditingkatkan karena kondisi mental down syndrome bisa
menjadi bagian dari berkurangnya keselamatan terhadap diri sendiri. Tekanan
mental dan ekonomi menurun, akan menurun pula keselamatan untuk diri sendiri. Menjaga
keselamatan adalah perbuatan fisik dan batin. Sudah selayaknya dilakukan secara
rutin. Jangan sampai keselamatan berlari dari kita mencari selamat.
Kacamata kehidupan ini begitu luas. Disaat semuanya
menganggap tak ada yang berdaya lebih selain kekuatan itu sendiri. Mereka
memaknai kekuatan hanya berasal dari kehadiran fisik terhadap suatu muatan
benda. Menggeser benda ke segala arah dengan kemampuan fisik. Perpindahan benda
itu ke lain tempat bukti fisik kekuatan itu muncul dari perubahan arah benda
kemanapun. Bergerak atas kekuatan fisik dapat menghasilkan efek dari berbagai
lini kehidupan. Mengubah tatanan, struktur dan ruang yang lebih signifikan. Bagaimana
bila kedua kekuatan fisik dan kekuatan dari sebuah harapan serta keyakinan itu
dipadupadankan?
Bergerak dan bermutasi ke segala arah akan memberikan
dampak yang dilihat secara visual kasat mata. Bagaimana dengan mereka yang
terlihat diam tetapi ada pergerakan? Aksi dalam keanggunan, kelembutan,
kebijaksanaan dan kemolekan dari seorang perempuan. Dengan mahkota kecil diatas
kepalanya ia mengubah dunianya sendiri dengan nilai estetika yang sangat
digandrungi oleh kaum lainnya. Melakukan pergeseran dengan tutur lembutnya.
Perpindahan benda bukan dengan kekuatan fisik semata. Hal yang dilogikan secara
sederhana dengan pemahaman yang sangat luas.
Kekuatan mereka terlihat anggun nan rupawan. Rupanya
yang indah menjadi bagian dari kesantunan yang ditunjukkan dalam wujud fisik
yang mampu dipandang semua mata. Kemolekannya berlenggak lenggok dalam panggung
kehidupan akan menjadikan mereka semakin dipandang memberikan keuntungan untuk
sebagian para pemegang kepentingan untuk dirinya sendiri. Kehadirannya ditengah
kehidupan ini dimanfaatkan sebagai komoditas perdagangan bebas. Dimana
keindahan dan kemolekan tubuh mereka diperjualbelikan bak barang yang dipajang
pada sebuah etalase. Mencicipi bukan untuk memiliki. Pemuas nafsu birahi bagi sebagian
lelaki.
Dalam keadaan suka atau tidak suka, mau atau tidak mau
itu dilakukan demi memenuhi isi kantong dan isi perut. Polesan keluguan mereka
harus digantikan dengan tebalnya bedak, gincu dan perabotan lenong lainnya. Miris,
jika pada awal telah dijelaskan kekuatan dalam wujud keanggunan, sekarang
dibenturkan dengan makna yang terbalik. Keanggunan mereka direnggut oleh faktor
kepentingan semata.
Diperparah dengan kondisi dimana kekerasan menjadi
aksi untuk melenggangkan ketundukan terhadap suatu perintah. Alih-alih mereka
tidak memiliki kekuatan justru malah kekuatan itu bergerilya menjadi aksi
sporadis menghancurkan lawannya. Ditimbun agar tidak mencuat ke permukaan
dengan sosok yang berbeda bahkan lebih mengerikan. Mereka yang menikmati
permainan sandiwara itu akan menjadi santapan utamanya. Setelah dijejali dengan
ketamakan yang meraja, satu per satu kekuatan perempuan akan membuat mereka
tertebas dengan sekali gilas.
Hingga akhir dari sebuah cerita, sangat sulit
dibedakan mana subjek dan objek dari kekerasan tersebut. Perempuan dengan
kalimat aktifnya atau perempuan dengan kalimat pasifnya? Imbuhan me- dan di-
adalah hal sederhana tetapi mengubah banyak makna. Menentukan peran perempuan
seorang perempuan dalam kehidupan. Bisa jadi ketika kedua hal tersebut disandingkan
secara bersamaan, justru perempuan akan menjadi sosok yang penuh kekuatan dalam
kelembutan yang anggun.
Kekerasan yang sangat brutal justru menjadikan
keruntuhan terhadap tembok pertahanan kehormatan kaum yang bertindak terhadap
aksi terhadap perempuan. Saksikan saja dengan mata telanjang yang saat ini
masih menatap tajam aksi kekerasan, pelecehan kehormatan dan pembunuhan
terhadap keanggunan. Berapa banyak yang mengalami trauma psikis dan psikologis
hingga mengakibatkan gangguan mental dan kejiwaan mereka. Seberapa banyak yang
telah mencoba bangkit untuk menjalani kehidupan yang terasa sudah runtuh.
Mereka berbagi kisah tragis yang menjadikan mereka
jauh lebih hidup dibanding harus mengakhiri hidup. Perempuan korban kekerasan baik
secara fisik, moral dan verbal akan memiliki keberanian untuk membagikan
kekuatan mereka untuk bangkit dengan dorongan dari jiwa dan lingkungan
eksternal mereka. Setelah kejadian itu bertubi melanda dan menghancurkan
kehidupannya, keterasingan terhadap diri sendiri kian mengungkung mereka dan
cenderung mengisolasi diri. Tak ada alasan apapun selain bertindak dengan
dorman negatif dan dorman positif dari dalam diri. Besar kemungkinan efek yang
ditimbulkan yaitu perbaikan dan kehancuran terhadap diri sendiri.
Segala bentuk kekerasan bukanlah jalan keluar atas
segala permasalahan. Apalagi ditengah pandemi COVID-19 yang saat ini melanda
dunia secara global. Dimana terjadi purifikasi dan pemurnian alam, semua
berbondong-bondong berlari menyerbu pertanian. Di pekarangan rumah saja gersang
tanah retak berganti dengan hijaunya daun yang ranum ditambah bunga yang sedang
bermekaran. Disadari atau tidak, diamati dengan kasat mata belum melalui proses
penelitian secara siginifikan langit membiru tetapi kantong saku legam
menghitam. Bahkan hangus isinya dikuras dengan berbagai kebutuhan yang masih
membludak dengan pemasukan yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali karena
pasangan menjadi korban PHK dan dirumahkan efek pandemi.
Apapun yang terjadi kehidupan terus berjalan, manusia
membutuhkan makan, minum, biaya sekolah bagi anak dan lain sebagainya. Secara
umum, kebutuhan biaya tersebut dititikberatkan pada perempuan. Tekanan secara
psikis dan psikologis akan memicu terjadinya pertikaian dalam rumah tangga.
Jika tidak disikapi dengan baik dan kepala dingin, kekerasan dalam rumah tangga
ranah personal (KDRT/RP) akan terjadi secara disengaja atau tidak disengaja. Motivasi
dan penyuluhan untuk perempuan utamanya pandemi seperti ini perlu dilakukan
sebagai upaya preventif dan kuratif. Kerja sama yang bersinergi, pemahaman dan
kesadaran antara pasangan suami istri harus dibangkitkan dengan gerak bersama
satu langkah. Bahkan seorang motivator sendiri pun akan merasakan demotivasi
untuk melangkah pasti menghadapi pandemi. Solusi yang harus dilakukan untuk
ruang lingkup sederhana ini adalah terus bergerak. Apapun hasilnya, saling bahu
membahu, dukungan keluarga akan memberikan trigger dan spirit
tersendiri untuk mendapatkan buah yang manis di masa peperangan.
Sebagaian besar perempuan korban kekerasan akan lebih
tertutup terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka tidak berani menceritakan
apapun yang ada didalam diri mereka karena mengkhawatirkan adanya ancaman
terhadap kehidupan mereka. Sebagian besar lebih memilih untuk memaafkan dan
berbesar hati menjalani bahtera kehidupan dengan meninggalkan semua masa lalu
yang kelam. Dibutuhkan upaya khusus untuk menangani kasus kekerasan terhadap
perempuan. Rasa simpati dan empati dari lingkungannya justru bukan solusi
terbaik untuk mengatasi beban psikologis yang mereka rasakan. Beban tersebut
ibarat fenomena gunung es ditengah lautan. Dipendam-pendam hingga tak terlihat
sedikitpun.
Dengan adanya forum audiensi dan komunikasi bagi
perempuan, mereka akan merasakan didengar dan diberikan solusi meski tidak
mendalam. Legitimasi hukum harus ditegakkan demi terciptanya perdamaian dan
keamanan tanpa terkungkung isu gender. Faktanya hukuman bagi para pelaku tidak
menimbulkan efek jera bahkan angka kekerasan tersebut semakin meroket. Usut
kepentingan-kepentingan yang menjadi dalang kurusetra atas segala kasus
dwitunggal ini terjadi. Kasus kekerasan dan hukum terhadap gender perempuan. Jika
masih ada kepentingan yang bermain didalamnya, maka kasus kekerasan ini hanya
menjadi sebuah wacana diatas kertas. Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak
bukan melakukan sulap agar semua masalah ini tuntas dengan mantra abrakadabra. Tanpa
adanya dukungan dan kerja sama partisipatif dari pihak terkait, semuanya tidak
akan berjalan dengan mulus. Maka dari itu, disini saya mengajak semua pihak
untuk membantu menanggulangi kasus ini secara intensif, satu kepedulian kita
lebih berarti untuk masa depan yang menanti.
Selamat Hari
International Kekerasan terhadap Perempuan
Siapa
bilang mereka yang tidak memahami apapun itu merupakan orang yang bodoh? Mari
saja kita amati lagi secara seksama! Mereka itu bukan tidak paham dengan apapun
yang disampaikan. Tutur dari alam semesta ini dapat diterima oleh manusia
dengan perantara. Perantara yang seakan memiliki kedudukan tetapi tidak
menduduki jabatan. Mereka tidak berorientasi pada hal apapun selain untuk
membagikan apa yang mereka ketahui secara cuma-cuma. Jika mengharapkan sepeser
uang hanya sebatas kepantasan mereka menjalani kehidupan layaknya manusia
lainnya yang membutuhkan kebutuhan primer lainnya. Jika harus dibandingkan,
tidak akan seberapa dengan tutur yang disampaikannya untuk mengubah kehidupan
ini menjadi lebih terang benderang.
Dari
kegelapan melihat huruf yang menyinari alam semesta bahkan mengubah dunia.
Mereka menyampaikan setitik saja yang didapatkan dari kalam Illahi. Hasil yang
diperoleh dengan perjalanan waktu yang ada mengantarkan manusia satu per satu
pada gerbang kehidupan yang berkilauan. Menjadi seorang pengajar dan pendidik
bukan hanya sebagai tugas dan tanggung jawab saja. Terlebih lagi mereka harus
menyampaikan kebenaran yang hakiki dari essensi kehidupan. Amanah yang diemban
oleh para pemikul pengetahuan semakin berat tetapi bahunya yang kuat tetap
menengadah ke langit menyaksikan satu per satu bintangnya telah tampil bersinar
di tengah galaksi yang sangat luas.
Kumpulan
buku yang pernah mereka baca dituangkan dalam suara yang begitu lantang dihadapan
kelas. Langkah lelahnya digantikan dengan senyum sumringah menatap bintangnya
bersinar terang. Kesucian ilmu pengetahuan yang tertuang dalam sebentuk kalimat
sederhana dengan cara mendidik yang mudah dipahami oleh banyak manusia. Dari
kejauhan matanya memandang mata demi mata yang tatapannya seakan nanar belum
memahami kehidupan ini dalam sejatinya makna. Manusia yang baru terlahir belum
tahu kearah mana mereka harus dididik dan terdidik. Pada akhirnya sentuhan dari
seorang pendidik dan pengajar adalah bentuk kesahajaan terhadap kekosongan
bejana yang menanti diisi oleh materi berwujud pengetahuan.
Seberapa
besar sentuhan itu akan memberikan arti untuk kehidupan dimasa yang akan
datang. Percetakan hidup yang dinaungi oleh lingkungan formal. Gerak kuasanya
menciptakan lembaran kertas putih yang bertuliskan banyak karya didalamnya.
Mencetak ribuan nilai yang hidup dan berjalan bersamaan dengan pergerakan
semesta raya. Sepercik saja cahaya yang diberikan melalui kehangatan tutur
sapanya memberikan goresan tinta emas. Junjung tinggi kehidupan mereka para
pengemban tugas suci dan mulia. Meskipun fenomena yang terjadi saat ini mereka
masih saja dibenturkan dengan konflik kepentingan semata.
Idealisme
dengan anggun ditanamkan dalam diri setiap generasi penerus bangsa. Para
penggenggam kehidupan bangsa ini terus diberikan pupuk agar tetap bertumbuh
hidup dan memberikan buah untuk kehidupannya itu sendiri dan masyarakat secara
luas. Sementara lain waktu, akan ada sisi mereka yang disentuh dengan keinginan
untuk menyampaikan tutur pengajar secara turun temurun untuk anak cucunya
bahkan beranak pinak. Dalam garis bilangan Fibonacci mereka akan membuahkan
sebuah piramida raksasa dengan satu puncak diatasnya mahaguru yang sangat hebat
yang telah membagikan keilmuan itu secara berkesinambungan. Bayangkan saja bila
seorang pengajar dan pendidik melahirkan pengajar-pengajar lainnya? Lalu dimana
posisi si pengajar yang sebelum-sebelumnya? Puncaknya adalah kemuliaan bagi
mereka yang berpengetahuan luas, tulus dan tanpa pamrih. Bisa jadi mereka tidak
menempati piramida posisi tersebut melainkan berada pada deret tunggal
disekitaran Fibonacci tersebut. Tetap berada pada susunan nilai yang sama dari
waktu ke waktu. Perspektif lain dari kehidupan seorang pengajar dan pendidik. Nalar
yang diluar nalar, dimana sesuatu yang dibagikan justru memiliki beranak pinak
menjadi banyak bahkan satu pengajar dikuadratkan lagi dalam sebuah kuadran
jendela manusia.
Belum
lagi dengan analogi dimana satu piramida ini masih harus menelurkan piramida
lagi dalam bentuk pohon faktor yang lebih luas. Ditambah akal pikir akan
semakin merasa tak logis dengan sesuatu yang dibagikan justru semakin banyak
hasilnya. Tidak berkurang malah semakin bertambah. Jadi, jangan lagi-lagi
semuanya harus dipikirkan dengan logika. Bisa jadi apapun yang disampaikan
melalui pesan sederhana ini bukan melalui proses penalaran para pemangku
kepentingan diri.
Membagikan
ilmu sama halnya dengan memperpanjang indra manusia untuk terus berada didunia.
Misal saja, jika seorang ibu mengajarkan anaknya untuk mengaji, maka ilmu
tersebut akan terus hidup jika dipergunakan sebagaimana mestinya. Lalu
bagaimana jika tidak dipergunakan? Apakah ilmu itu akan berhenti sampai disitu
saja. Entah pada bagian lembaran kehidupan yang mana, ilmu itu akan keluar lagi
melalui proses konversi dari materi yang sama. Apapun yang sudah ditanamkan
dalam jiwa akan terus terekam dan secara psikologis memori dapat recall/memanggil
kembali. Perpanjangan tangannya pada generasi penerus selanjutnya akan membuahkan
banyak hasil pada bidang yang berbeda-beda. Mereka adalah manifestasi harta berwujud
nyata.
Sudah
semestinya dharma bakti tertinggi seorang murid bukan hanya untuk bayar iuran
SPP, mengerjakan PR, memberikan hadiah. Wujud bakti tertinggi seorang murid
adalah menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki menjadi sebuah pilar kokoh
yang menguatkan sendi kehidupan mereka. Menyajikan ilmu itu untuk menghadapi
segala realita yang ada. Ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh tutur pengajar
dan pendidik ditancapkan sebagai tiang pancang hingga ke dasar. Semakin tinggi
kedudukan, harkat dan martabatnya semakin dalam pula tiang pancang itu
tertancap menuju dasar. Hingga tidak ada lagi alih-alih pengajar dan murid itu
hanya sebatas hubungan transaksional lingkungan formal yang disebut sekolah. Dari
paparan diatas, pantaskah kita memperlakukan seorang pengajar sebatas orang
yang sedang bekerja dengan profesinya sebagai guru? Tataran ini sangat rendah
untuk para murid yang menjalankan kewajiban saja yang dicanangkan oleh
pemerintah tentang program pendidikan 12 tahun. Bukalah mata hati kita,
pejamkan mata, kita tundukkan kepala! Bertanyalah pada nurani bukan logika! Sebagai
manusia yang empurna dibekali oleh budi pekerti yang mulia menjadi manusia yang
tak berbudi karena dibutakan oleh hawa nafsu dan kepentingan perut lainnya.
Mereka
yang mengajar, lalu dibayar. Pembagian raport, beri hadiah itu sudah mewah? Sudah
usai sampai disitu saja hubungannya? Ironis sekali jika kita masih memandang
dari perspektif kehidupan yang sangat sempit. Sedangkan mereka mengajarkan
kepada kita dalam sudut keluasan, kedalaman, ketinggian, kebesaran dan
keagungannya sebagai manusia. Jangan sampai kita hanya menjadi seonggok daging
busuk yang tak memiliki arti tanpa gerak jiwa dan nurani. Mulai dari waktu ini
juga, sematkan nama-nama pengajar itu dalam jiwa. Kirimkan doa dan segala
persembahan terbaik meski tak ada temu secara fisik. Berikan mereka kekuatan
untuk terus menyampaikan pengajaran dan pendidikan meski sudah tertatih dan
tergopoh-gopoh menjalani kehidupan yang sudah renta diujung senja. Menunggu
tenggelamnya cakrawala menanti bintang bersinar menyinarinya lagi dalam
kegelapan malam. Terima kasih pengajarku yang malang, meski tak dihargai tetap
saja menyinari bumi.
Pernahkah kalian menyaksikan
sepasang burung yang bertengger di atap rumah? Mereka saling berkicau dan
bersahutan kesana kemari seakan sedang bertukar informasi. Pernah kalian
menyaksikan seorang yang menekan saklar, lalu lampu tersebut menyala?
Apakah itu termasuk dalam kajian
komunikasi?
Sekali lagi, mari bersama kita
pahami! Seperti dua contoh diatas, komunikasi antar hewan satu dengan yang
lainnya dan hubungan arus listrik yang terjadi antara saklar dan lampu bukan
menjadi kajian utama dari ilmu komunikasi. Secara sederhana, ilmu komunikasi
itu sendiri membahas aspek kehidupan manusia yang cenderung dinamis terhadap
segala realitas dan fenomena kehidupan. Konteks komunikasi antar manusia
membahas segala hal mulai dari aspek yang terlihat maupun yang tidak dapat
terlihat oleh mata.
PENGERTIAN
KOMUNIKASI
Ilmu komunikasi banyak mengadopsi
disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi,antropologi, ilmu politik, ilmu
manajemen, linguistik, matematika, ilmu elektronika dll. Para pakar bidang
keilmuan tersebut memberikan definisi yang berbeda-beda terhadap komunikasi itu
sendiri.
Para pakar ahli filsafat memberi
pengertian atau definisi dengan menekankan aspek arti (meaning) dan signifikansi pesan. Kalangan psikolog melihat hubungan
sebab akibat dari komunikasi dalam hubungannya dengan individu. Para pakar sosiologi
dan antropologi melihat bagaimana komunikasi digunakan dalam konteks budaya dan
masyarakat. Para pakar ilmu politik melihat komunikasi dalam kaitannya dengan
pengaruh yang ditimbulkannya terhadap masalah-masalah pemerintahan. Para
insinyur elektronikan melihat bagaimana metode mengirim pesan-pesan melalui
arus listrik.
Carl I. Hovland mempelajari
komunikasi dalam hubungannya dengan perubahan sikap manusia.
I Charles E. Osgood
mempelajari studi empirik tentang arti pesan
Paul L.Lazarfield mempelajari
komunikasi pribadi (personal) kaitannya dengan komunikasi massa.
L. Festinger, Elihu Katz,
Mc.Guire mempelajari teori ketidakcocokan (dissonance theory), teori konsistensi dan faktor-faktor
psikologis lainnya yang erat hubungannya dengan komunikasi.
Ithiel de Sola Pool,
Deutsch, Davidson dll mempelajari teori komunikasi internasional.
Newcomb, Asch, Muzafir,
Sherif, Leavitt, Baveas, mempelajari proses kelompok dalam kaitannya
dengann komunikasi
GA Miller, Colling Cherry
menerapkan teori matematika dari Claude E. Shannon dan Warron Weaver
terhadap persoalan-persoalan komunikasi antar manusia.
B. Barelson, O Hosti
mempelajari analisa isi pesan (content
analysis)
Miller mempelajari teori
sistem
Carter mempelajari studi
orientasi
N. Chomsky mempelajari komunikasi
dari segi bahasa
M.A May dan AA Lumsdaine
mempelajari proses belajar melalui komunikasi massa
(Schramm, 1971)
Dikutip dari : Buku Pengantar Ilmu Komunikasi : 2014