Wednesday, 4 February 2015

RAHASIA KEMENANGAN TIGA KARTU

RAHASIA KEMENANGAN TIGA KARTU







Herman, seorang pemuda, tinggal di Saint Petersburg, Rusia. Ayahnya orang Jerman yang bekerja di Rusia sebelum Herman lahir. Waktu ayahnya meninggal, Herman menjadi tentara Rusia. Herman tak punya banyak uang. Tapi banyak tentara muda sering suka menghamburkan uangnya. Mereka gemar menghabiskan uang dengan minum anggur tiap malam dan bermain kartu. Kadang-kadang mereka berjudi sampai semalaman.

Herman tidak pernah minum dan berjudi. Dia sangat berhati-hati dalam menggunakan uangnya. Tapi dia suka menonton para pemuda kaya bermain judi tiap malam. Dia ingin sekali menjadi kaya, tapi dia tidak pernah cukup punya uang untuk berjudi.

Salah seorang pemuda kaya yang sering berjudi tiap malam adalah Tomsky. Tomsky sering melihat Herman duduk di dekat meja judi dan terheran karena Herman tak pernah ikut main kartu.
Pada suatu pesta di satu malam, saat menjelang pukul empat pagi, Tomsky kalah dan uangnya habis sampai dia menjadi sedih. Dia menginginkan seseorang untuk menjadi teman bicara, lalu dia duduk di samping Herman.

Kenapa kau tak pernah main kartu?” Tomsky bertanya pada Herman.

Uangku cuma sedikit,” jawab Herman. “Aku tak mau uangku habis di meja judi.”

Tapi kau duduk di sini tiap malam dan cuma menonton kami yang kalah dan yang menang.” Kata Tomsky.

Ya,” Herman tak menyangkal. “Aku sangat suka permainan judi kartu.”

Terus, kau tak mau ikutan main walaupun kau tahu kau akan menang?” Tanya Tomsky dengan 
senyuman.

Mungkin,” jawab Herman pelan. “Tapi itu tak mungkin.”

Mungkin tak juga,” kata Tomsky. “Nenekku, Istri Bangsawan Anna Fedotofna, dia tahu rahasia Kemenangan Tiga Kartu. Tapi dia tak mau memberi tahu orang lain dan dia tak pernah berjudi."

Aku tak percaya padamu,” kata Herman.

Kalau begitu dengarkan dulu cerita ini,” kata Tomsky. “Nenekku sudah lebih dari delapan puluh tahun umurnya, tapi dia sangat cantik waktu masih muda. Sekitar enam puluh tahun yang lalu, nenekku pergi ke Paris. Dia main kartu bersama Bangsawan dari Orleans dan menghabiskan semua uang kakekku. Kakekku sangat marah sekali dan mengatakan bahwa dia tak mampu membayar kekalahan itu. Uangnya tak cukup untuk  menutupi seluruh hutangnya. Nenekku jadi cemas bercampur sedih dan mencoba untuk meminjam uang dari temannya – seorang ternama yang dikenal sebagai Bangsawan Jerman. Bangsawan Jerman itu orangnya sangat misterius. Dia sangat kaya raya, tapi tak ada seorangpun yang tahu dari mana sumber kekayaannya itu. Dia mengetahui banyak rahasia dan dia menceritakan salah satunya pada nenekku tentang rahasia Kemenangan Tiga Kartu. Mungkin Bangsawan dari Jerman itu jatuh cinta pada nenekku, siapa tahu? Malam berikutnya, nenekku kembali main kartu dengan Bangsawan dari Orleans itu. Dia memainkan tiga kartu – satu kartu untuk tiap malam. Ketiga-tiganya membuat dia menang. Dia langsung membayar semua hutang-hutangnya dan tidak pernah berjudi lagi. Dan dia tidak pernah meberitahukan pada siapapun tentang rahasia Kemenangan Tiga Kartu itu!

Itu tak benar,” kata Herman pelan. “Itu cuma cerita belaka, kan?

Tak juga,” kata Tomsky. “Tapi waktunya sudah tak memungkinkan! Ini sudah hampir pagi. Enam seperempat dan ini waktunya untuk tidur.”

Seluruh anak muda menghabiskan minuman mereka dan pulang ke rumah masing-masing. Pagi ini adalah awal musim dingin. Sepanjang perjalanannya di atas jalanan Saint Petersburg yang bersalju, Herman tak bisa berhenti berpikir tentang cerita Tomsky. 

Kalo aku tahu rahasia Kemenangan Tiga Kartu itu, aku pasti bisa kaya!” pikir Herman pada dirinya sendiri. “Dan kalo aku kaya, aku akan berfoya-foya seperti Tomsky.

Herman tahu di mana rumah nenek Tomsky dan dia memutuskan untuk berjalan melewatinya. Dia berdiri di seberang jalan dan melihat ke arah rumah si Janda Bangsawan yang besar itu. Dalam semburan cahaya pagi, dia melihat seorang gadis cantik duduk di jendela. Wajahnya murung, seperti sedang menangis. Gadis itu berpaling dan melihat Herman sedang menatap kepadanya. Herman senyum dan wajah si Gadis jadi memerah. Dia bergerak cepat menghindari jendela. Herman jadi tersenyum pada diri sendiri.

Kemudian hari, Herman bertanya pada teman-teman Tomsky tentang si Gadis yang tinggal di rumah si Janda Bangsawan tua itu.

Itu Lizavyeta Ivanovna,” jawab salah satu teman Tomsky. 
Orangtuanya meninggal waktu dia masih sangat muda dan dia dititipkan pada si Janda Bangsawan tua itu. Tapi si Janda Bangsawan tidak memperlakukan dia dengan baik. Si miskin Lizavyeta tinggal di rumahnya seperti seorang pembantu yang tak digaji. Dia tidak diperlakukan seperti layaknya seorang anggota keluarga.”

Herman membuat rencana untuk bisa masuk ke dalam rumah si Janda Bangsawan tua itu. Tiap hari dia berdiri di luar rumah besar itu dan berusaha menarik perhatian Lizavyeta. Setelah seminggu, dia menulis surat untuknya.

Pagi berikutnya, seperti biasanya Lizavyeta Ivanovna keluar rumah bersama si Janda Bangsawan tua, Herman menyebrangi jalan menuju ke arah mereka. Saat si pelayan sedang menolong si Janda Bangsawan menaiki keretanya, Herman memberikan suratnya pada Lizavyeta dan buru-buru berjalan menjauh.

Lizavyeta menyimpan surat itu. Dia membacanya, saat dia sudah sendirian di kamarnya.
Dalam suratnya, Herman menulis;
Buat Lizavyeta Ivanovna. Saya cinta kamu. Saya harus menjumpai kamu. Dari pengagummu, Herman.

Gadis miskin itu tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia hidup seperti seorang narapidana di dalam sebuah rumah besar. Dia tak memiliki seorang temanpun. Dia tak memiliki seseorang untuk dimintai nasehat. Dia memutuskan untuk membalas surat Herman. Hari berikutnya, ketika dia melihat Herman berdiri di seberang jalan, dia membuka jendela dan melemparkan suratnya padanya. Herman memungutnya dan lalu pergi.



Surat balasan Lizavyeta berbunyi:
Tidak baik buat saya menerima sepucuk surat dari orang asing. Saya harus membalas surat anda karena saya tidak tahu siapa anda. Tapi saya percaya anda adalah orang baik.

Herman berharap Lizavyeta dapat memberikan jawaban atas misteri Kemenangan Tiga Kartu dengan cara ini. Untuk hari-hari berikutnya, dia memberikan surat pada Lizavyeta setiap pagi. Lizavyeta membalas suratnya dan balasannya kian hari kian panjang dan panjang.

Seminggu kemudian, Lizavyeta melemparkan suratnya keluar jendela:
Si Janda Bangsawan akan keluar malam ini. Dia tidak akan pulang sampai jam dua pagi. Saya akan biarkan pintu depan tak terkunci. Para pelayan akan tidur. Datanglah setengah sebelas. Naik ke atas dan belok kiri. Kamu akan melihat kamar si Bangsawan tepat di depan kamu. Masuklah kekamar si bangsawan itu. Di sana ada dua pintu besar di belakang tirai merah di kamarnya itu. Pintu sebelah kanan akan mengarah ke ruang baca, tak ada seorangpun yang pernah masuk ke sana. Di balik pintu yang lain, ada tangga yang akan menuntun kamu ke kamar saya.”

Sepanjang hari Herman menunggu dengan penuh ketaksabaran. Tepat jam sepuluh malam, dia sudah berada di luar rumah si Janda Bangsawan. Saat ini angin dingin dan salju turun, tapi dia tak merasakan semua itu. Herman melihat si Janda Bangsawan menaiki kereta kudanya dan berlalu dari situ. Pada saat tepat jam setengah sebelas, dia masuk ke dalam rumah. Dia bergegas menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar si Janda Bangsawan. Cahaya keemasan memancar dari lampu minyak di kamar itu.

Herman tak beranjak ke kamar Lizavyeta. Tapi dia malah memasuki pintu sebelah kanan, ke kamar baca. Dia berdiri di kegelapan dan keheningan, mendengarkan detak jam yang tak terasa telah menunjuk jam dua belas, lalu satu, kemudian dua. Menit-menit berlalu, seorang pelayan membawa lilin menyala memasuki kamar tidur, diikuti si Janda Bangsawan.

Herman memperhatikan dari balik tirai merah. Si pelayan menggantikan pakaian wanita tua itu dengan pakaian tidur. Tapi si Janda Bangsawan tak mau tidur. Dia cuma duduk di kursi goyang dekat jendela dan memandangi lampu jalanan. Si pelayan meniup lilin dan meninggalkan dia sendirian.
Si Janda Bangsawan melihat ke arah munculnya Herman dari balik tirai merah.

Jangan takut,” kata Herman. “Saya tak akan menyakiti anda. Saya datang cuma ingin mengajukan satu pertanyaan.

Si Janda Bangsawab tercekat.

Anda tahu rahasia Kemenangan Tiga Kartu,” kata Herman. “Katakan pada saya rahasia itu dan saya akan membiarkan anda selamat.

Jangan, jangan” bisik si Janda Bangsawan. “Saya tak bisa mengatakannya padamu.”

Kenapa?” Tanya Herman penuh geram. “Anda tahu rahasia itu, kan?
Si Janda Bangsawan terdiam.

Apa gunanya rahasia itu buat anda?” pinta Herman. “Anda sudah tua. Anda tak butuh uang. Sebentar lagi anda mati. Bikin saya bahagia. Katakan rahasia itu!

Si Janda Bangsawan terus diam.

Perempuan tua bodoh,” kata Herman. “Saya akan paksa kamu bicara!

Herman mengeluarkan pistol dari sakunya. Si Janda Bangsawan mengangkat kedua tangannya menutupi sebagian wajahnya, lalu seketika terjungkal ke belakang di sandaran kursi goyangnya dan tak bergerak lagi. Matanya terus menatap Herman, tapi tatapan matanya itu kosong. Herman langsung mengira dia sudah mati.

Herman buru-buru membuka pintu menuju kamar Lizavyeta dan bergegas menaiki tangga. Lizavyeta masih menunggu kedatangan Herman. Dia mengenakan pakaian terbagusnya. Wajahnya pucat.

Dari mana saja kamu?” dia berbisik.
Di dalam kamar si Janda Bangsawan,” jawab Herman. “Si Janda Bangsawan itu mati.”
Lizavyeta setengah tak percaya mendengarnya.

Saya datang ke sini untuk sebuah rahasia,” Herman menjelaskan. “Saya mau mempelajari rahasia kemenangan tiga kartu. Saya menanyakannya pada si Janda Bangsawan. Tapi dia menolak. Lalu tiba-tiba, dia mati di kursinya. Saya tak membunuhnya.”

Mata Lizavyeta berurai air mata. Dia mengerti sekarang kalau surat-surat cintanya adalah sesuatu yang hampa! Dia mulai menangis sesegukan. Dia menginginkan Herman untuk segera keluar dari rumah itu secepatnya. Dia tak ingin melihatnya lagi. Lizavyeta menghapus air matanya.

Ada tangga rahasia dari ruang baca si Janda Bangsawan,” katanya. “Tangga itu menuju ke bawah menuju jalanan belakang rumah. Ini – ambil kuncinya. Pergi sekarang!

Herman meninggalkan kamar Lizavyeta menuruni tangga. Dia melewati kembali kamar si Janda Bangsawan. Wajah si Janda Bangsawan nampak damai. Herman tak bersedih atas kematian si Janda Bangsawan. Tapi sangat sedih karena dia mati tanpa sempat memberitahukan rahasianya.
Lalu dia menemukan pintu rahasia di kamar baca. Dia membukanya dan segera menuruni tangga yang gelap itu. Anak kunci membuka pintu kecil menuju ke jalanan. Dia berjalan keluar bergegas meninggalkan rumah itu.

* * * *

Tiga hari kemudian, Herman datang melayat kematian si Janda Bangsawan. Gereja penuh. Orang-orang datang dan pergi untuk memberi ciuman terakhir di wajah si Janda Bangsawan yang terbaring di dalam peti jenazahnya. Herman mengikuti mereka dan sampai gilirannya berada di depan peti jenazah. Dia melihat ke bawah kepada jenazah si Janda Bangsawan. 

Lalu tiba-tiba, sesuatu yang aneh terjadi. Nampak oleh Herman, sebelah mata si Janda Bangsawan itu terbuka dan berkedip padanya. Herman termundur karena terkejut, terpeleset dan jatuh di lantai. Orang-orang yang berada di sekitar peti jenazah menolong membangunkan Herman dan lalu dia cepat-cepat meninggalkan gereja itu. Pada saat yang sama, Lizavyeta dalam keadaan lemah karena sakit hatinya.

Siang harinya, Herman minum banyak anggur. Dia tertidur di ranjangnya tanpa busana.
Hari sudah gelap saat dia bangun. Sekitar jam tiga seperempat pagi. Dia pikir ada orang yang sedang memandanginya lewat jendela. Dia duduk di ranjangnya. Sesaat kemudian pintu terbuka dan seorang perempuan dalam baju panjang putih, datang. Dia adalah jenazah si Janda Bangsawan!

Saya datang untuk mengatakan rahasia itu,” kata si Janda Bangsawan. “Kamu cuma boleh memainkan satu kartu pada tiap malam selama tiga malam berturut-turut. Setelah itu kamu tak boleh main kartu lagi seumur hidup. Juga, kamu tak boleh memberitahukan rahasia ini pada orang lain. Tiga, Tujuh dan As akan memenangkan setiap taruhan kamu.

Janda Bangsawan itu berbalik keluar melalui pintu yang masih tertutup di belakangnya. Ini terjadi lama berselang sebelum Herman terjaga dari tidurnya. Dia coba membuka jendela dan menemukan bahwa pintu itu masih terkunci.

*****

Seorang penjudi kawakan dikenal dengan nama Chekalinsky tinggal di Saint Petersburg. Dia telah memenangkan jutaan rubel dari permainan kartu dan siapapun boleh datang ke rumahnya untuk bermain judi dengannya. Seluruh orang kaya biasa datang untuk berjudi di mejanya dan Tomsky adalah salah satu pengujung tetapnya. Herman meminta Tomsky untuk mengajaknya datang ke rumah Chekalinsky.

Permainan judi telah dimulai ketika mereka sampai. Chekalinsky sedang membagikan kartu. Herman menunggu sampai akhir permainan dan dia berkata, “Boleh saya main?
Chekalinsky cuma senyum dan mengangguk. Herman mengambil tiga kartu dari tumpukannya dan meletakkannya di meja. Lalu mengeluarkan uang taruhan dari kantongnya dan mulai menutupi kartu dengan uang itu.

Chekalinsky sempat terkejut. “Kamu mau taruhan berapa?” tanyanya, sambil mengeluarkan catatan banknya.

Empat puluh tujuh ribu rubel,” jawab Herman.
Semua orang seketika berbalik memandang padanya.

Gila dia,” seru Tomsky.

Dia mabuk,” kata penjudi lain.

Maaf,” kata Chekalinsky, “tapi itu banyak sekali- belum ada orang yang taruhan sebanyak itu.”

Anda terima taruhannya apa tidak?” Tanya Herman.

Chekalinsky mengangguk dan memulai membagi kartu. Kartu di tangan kanannya adalah kartu yang kalah – kartu di tangan kiri kartu yang menang. Dia membuka kartu sembilan dari kanan dan kartu tiga dari kiri.

Saya menang,” kata Herman, sambil menunjukkan kartunya – kartu tiga.

 

Chekalinsky senyum perlahan, lalu menghitung uangnya. Herman meraup uangnya dan pergi.
Malam berikutnya, Herman datang lagi ke rumah Chekalinsky. Saat ini, dia mengambil kartu tujuh dari tumpukan kartunya, meletakkannya di atas meja dan menutupinya dengan semua uang yang 
dimilikinya.


 

Chekalinsky membagi kartunya. Kartu jack di kanan dan, di kiri – kartu tujuh. Herman membuka kartunya. Dia menang lagi. Wajah Chekalinsky pucat saat dia menghitung kekalahannya sampai sembilan puluh empat ribu rubel. Herman memasukkan seluruh uangnya ke dalam saku dan pergi.
Ketika Herman muncul di malam ketiga, semua orang sudah menantikannya. 

Para Jendral dan orang-orang penting lainnya datang untuk melihat. Mereka semua berdiri dalam keheningan saat Herman duduk berhadapan dengan Chekalinsky. Herman meletakkan kartu tertutupnya di atas meja. Di atas kartunya itu, dia meletakkan semua uang miliknya – seratus delapan puluh delapan ribu rubel.

Chekalinsky membagi kartu. Tangannya gemetar. Lalu, saat dia meletakkan kartu ke sebelah kanan dan ke sebelah kirinya, kartu queen terjatuh di sebelah kanan dan kartu as di sebelah kiri.

As menang!” Keluh Herman dan menunjukkan kartunya.

Queen kamu kalah,” kata Chekalinsky tenang.



 

Herman melihat lagi kartu di tangannya. Bagaimana dia bisa melakukan kebodohan ini? Tentu saja kartu as menang, dan dia memegang kartu queen hati ! Saat dia melihat kartunya, kartu queen hati nampak mengedipkan sebelah matanya. Dia nampak seperti si Janda Bangsawan yang telah mati itu.


Si Janda tua!” Herman teriak ketakutan.

Tapi tak ada seorangpun yang mendengar teriakannya. Mereka semua sedang tenggelam dalam kegembiraan bersama Chekalinsky. Dialah pemenangnya.

Penjudi ulung!” teriak Tomsky.

Tak ada seorangpun yang tahu saat Herman berjalan gontai keluar dari ruangan itu. Tak seorangpun yang pernah melihat dia lagi di Saint Petersburg.

* * * * *


Herman jadi gila dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Dia terus menerus mengocehkan hal yang sama. Dia tidak pernah bicara yang lain. 

Tiga! Tujuh! As!…Tiga! Tujuh! Queen!

Temannya Tomsky menikah dengan seorang putri bangsawan dan Lizavyeta Ivanovna pun akhirnya menikah dengan seorang tentara dan mereka hidup bahagia.


* * * * *



The Queen of Spades - Aleksandr Pushkin (1834)

TEBAKAN CINTA SANG BANDAR TOGEL

TEBAKAN CINTA SANG BANDAR TOGEL




Angka yang keluar hari kamis, 8 Januari 2015 adalah 6994. Ya itulah pekerjaanku, selalu berkutat dengan angka, tapi aku bukanlah seorang praktisi ekonomi. Pekerjaanku memiliki korelasi yang sangat erat dengan penalaran, statistic dan peluang angka.

“waduh kepalanya pencari jejak, buntutnya kok ikan kakap ya? Padahal binatangnya banyak buahnya” ujar salah seorang pria tua yang kerap dipanggil Pak Min disebuah warung kopi.

Riuh kerumunan orang yang sibuk menyusun dan menentukan strategi peluang angka. Ngecak, mereka kerap kali menyebut istilah itu. Aktivitas ngecak selalu dilengkapi dengan buku tafsir mimpi, deret angka pengeluaran yang telah lalu, kertas, pulpen dan rumus – rumus yang tak dapat dipahami secara logis.

Disela – sela kerumunan tersebut, muncul sesosok pria muda berbadan piknis dan memberikan secarik kupon togel.


“mbak, saya mau ambil uang untuk keluaran angka hari ini 6994” ujarnya dengan tatapan dingin.

“Boleh saya lihat, mas?” ujarku dengan tatapan heran karena orang tersebut terkesan asing buatku.

“Dapat 4 angka, 3 angka, sama 2 angka ya, mas? Totalnya Rp.3.960.000, ini mas uangnya, mohon dihitung dulu ya?” sambil memberikan uang tersebut.

“Saya ambil 3.700.000 saja, selebihnya buat kamu aja mbak! Bapak – bapak, ini buat beli kopi rame – rame ya?” sambil menyerahkan dua lembar uang kertas bergambar Soekarno – Hatta.

“Iya terima kasih ya mas? Dapet ngeret ya, mas? Wah dapet angka dari mana nih? Kode alam ya?” Pak Min nyeletuk penuh dengan heran.


Pak Min sering mengikuti judi togel, tapi tak pernah tembus angkanya, jangankan 4 angka, 3 angka ataupun 2 angka, bolak balik angkanya saja tidak pernah.


“Mas, bagi – bagi dong caranya? Semalem saya mimpi digigit uler, menurut kamu, angka 32 cocok enggak buat senin?” Pak Min kepo.

Pria berbadan piknis itu langsung berlalu tersenyum ramah.

“Ahh Pak Min, mimpi digigit uler mau dapet jodoh tuh?” canda tawa mengejek Pak Min yang lucu.

“Iya sih, ulernya pendek berarti jodohnya deket nih, mbak Ria kali ya jodoh saya?”

“walah maunya Pak Min itu mah. Masalahnya, mbak Ria mau enggak sama Pak Min? nebak angka togel aja enggak pernah tembus, apalagi nebak harinya mbak Ria, ya enggak  mbak?” sambil melirik kepadaku.

“Ramalan buat hari senin apa nih? Binatang bersenjata, shionya monyet, angka maen 0,4,5,3, masa mau keluar angka taysen sih?” kesibukan Pak Min berjam – jam di warung kopi hanya untuk ngecak togel.


Pak Min tidak bekerja, dia hanya menggantungkan nasib hanya pada keberuntungan dimeja judi, tanpa mengetahui ilmunya. Terkadang, ia pulang hanya karena disusul oleh istrinta. Judi togel makin membuatnya ketagihan, karena dapat menikmati hasilnya tanpa harus bersusah payah.

Aku merantau di Jakarta sejak lulus SMA. Keuntungan dari judi togel ini mampu mencukupi biaya hidup dan kuliahku. Menyandang predikat bandar togel tak membuatku bangga, bahkan aku berusaha menutupi profesiku dihadapan teman – temanku dikampus.




Hari ini, Hari Jumat, judi togel Singapore libur. Jadwal Singapore toto yaitu senin dan kamis, sedangkan Singapore pools rabu, sabtu dan minggu.

Mata kuliah statistik telah membangkitkan semangatku untuk bergegas menuju kampus. Aku memilih salah satu bangku disudut ruangan. Mata kuliah telah dimulai 15 menit, terdengar suara ketukan pintu. Dosen mempersilakan pria muda itu masuk. Bola mataku terbelalak kaget memandangi pria itu. Begitupun sebaliknya. Usai mata kuliah statistic, kutemui pria itu.


“Hallo, maaf mas, kalo enggak salah sebelumnya kita pernah bertemu?’


Pria berbadan piknis itu mendangiku dan berlalu pergi. Aku takut, khawatir dan cemas, bila ia mempublikasikan profesiku sebagai bandar togel. Hari silih berganti, namun kekhawatiranku tidak terbukti. Ia justru menutup rahasiaku dengan rapi. Hari ini aku mendapat tugas kelompok dengannya, ini adalah kesempatan untuk berbincang dengannya.


“Oh iya Elang, terima kasih ya?”
“Untuk?” Tanya Elang sambil mengerjakan tugas.
“Terima kasih karena kamu sudah bantuin ngerjain tugas dan nutupin rahasiaku”.
“Ini memang sudah jadi tugasku” jawabnya singkat, jelas dan padat.
“Kenapa?”
“Kenapa apa?”
“Kenapa baik sama aku?”


Elang tidak menjawab dan memberikan sebuah buku catatan padaku. Kubuka tiap lembar buku tersebut. Pada halaman pertama hingga sepuluh berisi rumus – rumus statistic, beberapa lembar setelah itu terdapat rumus – rumus judi togel, lembar berikutnya berisi untaian kata – kata yang begitu indah dan tak asing bagiku.


“Aku mengenalmu lebih dari sekedar deret angka yang selalu kau tulis.
Bagaikan sang kodok yang menanti hujan.
Putra raja selalu gusar memikirkan istri sejati.
Tetapi kepala polisi selalu mengawasi.
Karena sang raja tak mau anaknya salah pilih istri sejati.
Binatangnya : cinta dalam diam”

“Angka – angka inilah yang menuntunku untuk lebih dekat dan mengenalmu. Bagaikan pena dan kertas yang menghasilkan jutaan angka yang fantastis dan membuat sebagian orang, bahagia bahkan gila. Jika deret angka dapat dihitung dengan rumus? Apakah ada rumusan mengenai cinta ke hati kamu?” ujar elang terlihat gugup.

“Kalo cinta kenapa diam? Cinta itu tindakan!” ujarku dengan lugas.

“Dalam diam, aku mengamatimu. Aku jatuh cinta padamu jauh sebelum aku mengetahui meja judi dan meja mata kuliah statistic. Namun, lidahku kelu untuk berucap”.

“Buktikan!” sambil memberikan secarik kertas berisi ramalan togel Singapore.
“Maksudmu?”
“Tebak angka yang akan keluar untuk Rabu, 21 Januari 2015. Jika tebakan kamu tepat, maka aku bersedia untuk menjadi 20 dan 75” ujarku dengan jelas.
“Maksud kamu, istri sejati dan kita akan menjadi suami istri?”
“Tentu! Fight and get it!”


Sambil merekap omset penjualan judi togel, aku menyempatkan diri untuk menghubungi Elang. Ia memasang angka “9780”.


Tiga jam berlalu setelah closing, saat ini pukul 18.00 WIB, saatnya angka togel Singapore diumumkan. Elang mulai cemas, dag dig dug suara jantung Elang berdebar cepat dan makin tak menentu. Ia menunggu 4 angka yang akan menjanjikan masa depannya.

Betapa terkejutnya dia, ketika mengetahui angka yang keluar adalah 5963. Ia bergegas membuka analisa dan perhitungannya dalam sebuah buku. Ternyata setelah ia amati dengan teliti, ramalan togel Singapore yang kuberikan adalah untuk tanggal 22 Januari 2015. Sedangkan hari ini, 21 Januari 2015, jadwal untuk Singapore Pools. Jika jadwal Singapore Pools tentu angka yang dikeluarkan masing – masing bandar pasti berbeda.

Akhirnya Elang membenarkan kiasan “Orang bodoh kalah dengan orang pintar, orang pintar kalah dengan orang hoki”.


Semenjak kejadian itu, Elang menutup diri dan hanya mengamatiku dari kejauhan. Dalam sebuah pertemuan sambil lalu, aku memberikan sebuah buku dengan pita berwarna ungu kepada Elang. Dari kejauhan terdengar suara yang memanggil namaku. Langkahku terhenti dan menoleh.


“Ria, aku selalu berharap cinta kita bisa bersatu, tapi semua hanyalah utopia. Menebak hati kamu jauh lebih sulit dibanding menebak angka togel. Setelah membaca semua tulisanmu, aku sadar, bahwa prioritas utama dalam hidupku adalah memperjuangkanmu dimasa kini dan masa depan”.


Aku terdiam dan memberikan secarik kertas ramalan togel, Elang terperangah kaget.


“Enggak usah kaget, aku enggak akan nyuruh kamu untuk menebaknya lagi. Saat ini, aku sudah tidak menyandang predikat Bandar togel. Kamu tahu kenapa aku tidak menyuruhmu untuk menebak angka togel itu lagi?”

“Kenapa? Karena bukan bandar togel lagi?”

“Bukan itu alasannya. Karena cinta itu enggak perlu pake rumus. Cinta itu rasa yang tulus. Ketika dua hati yang berbeda mencoba bersama dan selalu percaya”.


CINTA TULUS TANPA RUMUS 

BAHASA CINTA 12.000 DETIK



BAHASA CINTA 12.000 DETIK








Ketika dua insan saling mencintai, ungkapan rasa itu merupakan bahasa cinta yang selalu dinanti. Dua manusia ini saling mencinta, namun mereka tak percaya rasa itu ada. Keterbatasan bahasa cinta telah membuat mereka tak saling bicara. Jemarinya bersiap menekan tuts angka yang selalu bermain dalam imajinasinya. Detak jantung makin tak menentu, terdengar suara nada sambung, sesaat kemudian terdengar jawaban “Hallo”.


Mukanya pucat pasi, dirundung rasa cinta yang terkungkung dalam sebuah gengsi. Mereka mulai melontarkan kalimat – kalimat kerinduan. Ia berusaha membendung rasa rindunya dan selalu mendengar celoteh yang membuat hidupnya berwarna. Ketika mereka bersama, selalu terukir kisah dalam ujung pena. Namun, kisah itu hanya tertumpuk dalam suratsurat yang tak pernah sampai kepada penerimanya. Coleteh itu terputus oleh sebuah kalimat.




“Untaian namamu selalu terselip dalam doa dan harapan untuk bersama”.


“Aku tahu kamu seorang idealis yang banyak pertimbangan, tapi apakah kamu tahu rasa sakitnya menanti hal yang tak pasti?”


“Apakah kamu pernah memposisikan dirimu seperti diriku? Yang selalu memperjuangkanmu tanpa henti namun tak pernah dihargai? EGOIS!!” ucapnya dengan penuh emosi, seakan rasa sakitnya akan terobati dalam perbincangan 12.000 detik.




Perasaannya makin tak terkendali, untaian bahasa cinta telah terangkai dalam memori otaknya. Pada hitungan detik ke – 11.700, keduanya terdiam. Mereka gusar, seakan rasa cinta tak mampu terungkap oleh untaian kata.



“Kini aku berharap doaku untuk bersamamu terwujud dalam hitungan 600 detik. Karena cinta itu sederhana, dua hati yang tak saling percaya, namun mencoba bersama dan saling menerima”.


“Mohon maaf, aku berharap kita mengakhiri perbincangan kita dalam hitungan 1 menit 30 detik dan bukalah pintu rumahmu!”.



Ia segera berlari, mengatur nafasnya yang terengah – engah dan membuka pintunya perlahan.


Sesaat kemudian, sebuah mobil SUV berhenti didepan rumahnya. Turun sosok lelaki tampan berbadan seperti seorang penderita skizophrenia, ia membawa seikat bunga. Betapa bahagianya, setelah satu tahun mempersiapkan mentalnya untuk mendengarkan ungkapan rasa cinta itu.




“Hallo Syabilla” sapa hangat lelaki itu.


“Ha .. Ha … Hallo Reynaldi” jawabnya sedikit gugup dan bahagia.



Seikat bunga itu diberikan kepada Syabilla.




“Terima kasih ya, Rey?”


Seikat bunga itu bagai sebuah pertanda baik, terbukanya pintu harapan untuk bersama.



“Iya sama – sama. Oh iya, aku lupa menceritakannya padamu, perkenalkan sosok wanita cantik yang berjalan kemari adalah calon pendamping hidupku, jika berkenan, datanglah ke acara pernikahan kami”.


“Hallo Syabilla, mohon datang ke acara pernikahan kami ya?”.


“Congrats ya Qinan dan Reynaldi” ujarnya dengan menahan rasa kecewa dan nampak terlihat bahagia dihadapan mereka.



Seiikat bunga itu hanya menjadi hiasan ditempat sampah berikut dengan undangan pernikahan Reynaldi Saputra dan Qinan Permata. Meskipun tumpukan suratsurat untuk Reynaldi telah menjadi abu, namun cinta masa lalunya akan menjadi sebuah kisah yang baru.




Inspired by true story




SP