Sunday, 29 December 2013

Cintaku, Cinta Monyet ?



CINTAKU, CINTA MONYET ?

Banyak orang berasumsi bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah. Masa cinta putih abu – abu bersemi. Percaya atau tidak, pada masa putih abu- abu segala macam problematika kehidupan seakan datang mendera dalam proses pendewasaan. Mulai dari  problematika cinta hingga persahabatan. Mulai dari cinta monyet yang berawal dari persahabatan hingga cinta lokasi. Eiits ... cinta lokasi yang dimaksud karena kedekatan jarak yang sangat intens.

Sunday, 22 September 2013

Berlabuh di Dharma Kencana II



BERLABUH DI DHARMA  KENCANA II




“Allahu akbar ... Allahu akbar ... Allahu akbar ... Laa ilaaha illallahu Allahu akbar ...”. Gema takbir berkumandang di alam semesta, seluruh umat muslim diseluruh jagad raya ini menyerukan asma Allah, takbir, tasbih, tahmid dan tahlil. Dengan penuh keharuan, kulalui hari raya idul fitri tanpa keluarga. Sudah lima tahun ini aku tidak pulang ke kampung halaman di Lampung. Itu semua aku lakukan karena ada beberapa target yang ingin kucapai di kota metropolitan.

Yah ... Inilah yang harus kujalani untuk mencapai target yang telah aku tentukan sebelum aku memutuskan untuk pergi merantau ke Jakarta. Disini aku harus belajar untuk bekerja keras dan bekerja cerdas. Aku harus pandai dalam memanage segala keperluanku. Jika dulu segala keperluanku telah diatur oleh orang tuaku, maka mulai saat inilah aku harus belajar untuk mandiri. Selain bekerja, aku juga menjalani studi disalah satu universitas terkemuka di Jakarta. Oleh karena itu, mulai saat inilah aku harus bisa mengatur waktu dan mangatur pengeluaranku.

Memang, awalnya terasa sulit, namun seiring berjalannya waktu, apa yang kita lakukan secara terus menerus akan menjadi sebuah habit (kebiasaan). Ketika semua orang sedang terlelap dalam tidurnya, aku sudah berangkat bekerja. Menjalani rutinitas bekerja, segala macam persoalan datang silih berganti. Ketika persoalan tersebut telah terselesaikan, kini saatnya aku harus bergegas berangkat ke kampus untuk menuntut ilmu. Pikiraku mulai terbagi dengan aktifitas lainnya. Malam ini ada kelas pengganti, aku harus pulang larut malam. Pergi pagi, pulang larut malam. Tapi, itulah tantangan hidup.

Kubaringkan tubuhku diatas tempat tidur, kutatap langit – langit ruang kamarku. Kulepaskan semua keletihanku. Dalam keletihan tersebut, aku merasakan sedang dalam suatu titik kejenuhan. Aku berpikir tentang target yang ingin kucapai. Aku berpikir kembali, memang target itu akan menjadi tolak ukur dan tujuan yang harus kita tempuh, namun dengan target tersebut aku justru bukan semakin termotivasi, malah mengalami suatu kemunduran. Aku semakin lelah mengejar target tersebut, semakin kukejar, target itu semakin menjauh. Target itu seakan – akan bergerak mengikuti segala pergerakanku. Apakah hidup dengan sebuah target dan ekspektasi itu salah? Apakah konsep hidup itu telah teraktualisasi dalam diriku?

Evaluasi diri, aku harus melakukan evaluasi. Aku tidak mungkin terus begini, aku harus berubah. Setelah melakukan evaluasi, ternyata aku salah menyikapi semua ini. Kini aku tahu, mengapa setiap kali target itu kukejar selalu bergerak menjauh? Karena aku membiarkan diriku menutup segala kebaikan yang datang padaku. Aku terlalu keras kepala dan menganggap semua yang ada dalam pikiranku adalah suatu kebenaran yang hakiki dan absolut.

Dimalam yang sunyi senyap ini, kutengadahkan tanganku, ku lafadzkan bibirku untuk menyebut asma Allah sembari berdoa. Aku tahu, selama ini aku semakin jauh dari perintah – Nya.
“Ya Allah, ampunilah segala dosa – dosa yang telah kuperbuat. Selama Kau berikan nikmat dan karunia – Mu, aku selalu ingkar. Padahal suatu kebenaran yang hakiki dan absolut hanya datang dari – Mu Ya Allah. Ya Allah, mohon bantu dan bimbing aku untuk selalu berbuat yang terbaik, bukan hanya untuk diriku sendiri ya Allah, tapi untuk orang tua dan masyarakat yang lebih luas. Aamiin”.

Orang tuaku tinggal di kampung halaman. Sebenarnya mereka melarangku untuk merantau ke Jakarta. Namun, aku bersikeras untuk meraih karir dan impianku di kota metropolitan. Mereka melarangku karena mereka mengharapkan keberadaanku diusia mereka yang sudah mulai senja.

Selama ini aku berpikir, kebahagiaan orang tuaku hanyalah kebahagiaan material yang kuberikan pada mereka. Padahal diusia yang sudah mulai menua, mereka hanya membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari anak – anak yang mereka sayangi.

Ternyata, apa yang kupikirkan salah. Aku sadar, apa yang kuperoleh selama ini, tak lepas dari campur tangan orang tuaku yang selalu merestui dan mendoakan dalam setiap langkahku. Setelah melakukan evaluasi dan berpikir berulang kali, kuputuskan untuk berhenti sejenak dari titik kejenuhan ini. Kini, target utamaku adalah menjadi yang terbaik untuk orang tuaku. Aku ingin menjadi bintang yang selalu berpijar untuk orang tuaku.

BE 3783 YW adalah salah satu plat mobil agen travel yang telah mengantarkanku menuju dermaga di pelabuhan Merak. Hmmm ... Lampung .. Lampung ... Kota kelahiran yang hampir terlupakan oleh ambisiku di kota metropolitan.

Kali ini aku beruntung, karena armada kapal yang kutumpangi dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai. Mulai dari toilet yang bersih, tempat istirahat yang nyaman, ruang tunggu indoor maupun outdoor. Perlahan ku langkahkan kakiku menuju ruang tunggu outdoor di geladak kapal.

Kunikmati perjalananku malam ini dengan ditemani secangkir kopi susu, desiran angin laut yang dingin menusuk tulang, suara deru ombak dan bermandikan cahaya bulan purnama yang indah. Subhanallah, inilah ciptaan Allah yang Maha sempurna.

Disela – sela kekagumanku terhadap penciptaan alam semesta ini, kedengar dari kejauhan suara tangisan wanita. Karena saking penasaran, kucari sumber suara tersebut. Disudut ruangan, kulihat seorang wanita menangis tersedu – sedu. Dengan penuh keraguan, kudekati wanita itu. 
“Hai, maaf ya kalo ganggu. Boleh enggak aku duduk di kursi ini?” (sambil menunjuk kursi)
“Hmm ... iya boleh, silahkan!”.
“Maaf kalo boleh aku tahu, kenapa kamu duduk disini sendirian? Apa yang kamu lakukan disini?”.
“Hmmmm... ( sambil menatapku dengan wajah yang murung)”.
“Ehh .. maaf maaf, kalo emang kamu enggak mau cerita juga enggak apa – apa. Siapa tahu aku bisa bantu kamu, tapi kalo kamu keberatan juga enggak apa – apa”.
“Sebenernya aku malu mau cerita sama kamu”.
“Ohh ... ya enggak apa – apa, kenapa kamu mesti malu. Cerita aja, siapa tahu aku bisa bantu problem kamu. Kamu udah makan?” (sambil menatap wajahnya yang pucat dan lesu).
“Belum”.
“Ya udah ayo kita makan dulu! Kamu pasti laper ya?”.
Wanita itu tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepala.
“Kenapa kamu enggak mau? Ya udah kamu tunggu disini ya?”.
Aku bergegas membeli makanan dan minuman untuk wanita itu.
“Nih, kamu minum dan makan dulu ya?” (Sambil memberikan secangkir teh dan makanan ringan) Kenapa? Ayo, nih ambil! Kamu tenang aja, aku enggak ada niat jahat kok sama kamu. Aku tulus mau bantu kamu”.
“Terima kasih ya?”.
“Iya, udah kamu minum dulu ya tehnya, nanti keburu dingin”.
“Iya”.
“Kamu asli orang Lampung ya? tinggal dimana?”.
“Iya, aku tinggal di Bandar Lampung”.
“Oh ya? aku juga tinggal di Bandar Lampung? Ternyata aku ketemu sama tetanggaku ya? Oh ya sorry, kalo boleh tahu, kamu tadi kenapa nangis disini?”.
“Aduh, gimana ya mas? Sebenernya aku malu mau cerita sama mas?”.
“Jangan panggil mas dong, panggil aja Gandi. Nama kamu siapa?”.
“Nama saya Malika, mas, eh Gandi maksudnya”.
“Nah sekarang udah enggak sedih lagi, sekarang cerita dong Malika, tadi kamu kenapa?”.
“Sebenernya gini Gan, aku ke Jakarta tuh Cuma mau nyari orang, eh apes banget, baru pertama kali menginjakkan kaki di ibukota, malah semua barang – barangku ludes dicopet sama orang”.
“Hahahahahahhaahahha (tertawa terbahak – bahak). Oh jadi ceritanya kamu tuh abis kecopetan gitu?”.
“Kok ketawa? Aku keliatan bodoh banget ya sampe – sampe baru pertama kali ke Jakarta udah kecopotan”.
“Enggak – enggak, tadi aku cuma bercanda kok. Lagian kamu kenapa sendirian ke Jakarta? Harusnya kamu minta didampingi supaya lebih safety, apalagi kamu perempuan dan kesempatan itu pertama kalinya kamu ke Jakarta. Kamu belum tahu gimana kerasnya hidup di kota metropolitan?”.  
“Iya, aku salah, aku enggak tau apa yang harus kulakuin? Nah mungkin ketika aku bingung itu, para copet itu memanfaatkan kesempatan itu”.
“Memang orang yang kamu cari itu tinggal dimana?”.
“Aku juga enggak tahu dimana keberadaannya”.
“Boleh aku lihat fotonya?”.
“Nah itu dia, aku ke Jakarta cuma modal nekad. Foto dan keberadaanya pun aku enggak tahu dimana?”.
“Hahh? Kamu enggak tahu orangnya gimana dan tinggal dimana? Gimana kamu mau nyari dia?”.
“Iya, itu salahku. Aku terlalu berambisi untuk mempertemukan orang itu dengan orang paling kusayangi selama ini tanpa memikirkan resiko yang harus kuhadapi. Ibarat aku berjalan, aku berjalan untuk mencapai tujuanku tanpa adanya pedoman dan petunjuk”.
“Nah itu kamu tahu, tapi ya udahlah, jadikan itu semua pelajaran untuk kita. Kita enggak akan pernah tahu apa yang akan terjadi dimasa depan kalo kita takut untuk melangkah. Kalo aku boleh tahu, seberapa berarti orang itu untuk kamu, sampe kamu benar – benar berambisi seperti itu?”.
“Mereka adalah orang yang paling berharga dalam hidupku. Meskipun aku baru mengenal mereka beberapa tahun yang lalu”.
“Kamu memang wanita yang baik, kamu rela mengorbankan segala kepentingan kamu untuk orang yang kamu sayang. Aku salut sama kamu, Mereka adalah orang yang paling beruntung didunia ini”.
“Enggak Gan, apa yang kulakukan hanyalah suatu bagian kecil dari semua pengorbanan mereka selama ini”.
“Terus gimana kalo kamu pulang tanpa orang yang kamu cari itu?”.
“Ya mungkin mereka kecewa meskipun sikap itu tidak mereka tunjukkan langsung padaku, namun aku akan terus berusaha demi mereka. Aku janji!”.  
“Iya, semoga Allah selalu bersamamu dan memberikan petunjuk untuk semua cobaan ini?”.
“Aamiin”.
“Ehh itu pelabuhan Bakaheuni ya?”.
“Iya”.
“Kangen sama Lampung dan kangen sama Ibu dan Bapak”.
“Hmmm ... emang sudah berapa lama kamu enggak pulang ke Lampung?”.
“Aku pun sudah lupa berapa lama aku tidak pulang kampung, yang kuingat hanyalah ketika aku lulus SMA, aku langsung merantau ke Jakarta”.
“Sepertinya kamu udah lama enggak pulang kampung ya? sampe – sampe kamu lupa begitu”.
“Bukan lupa, terlalu sakit untuk mengingat semua itu”.
“Kamu yang sabar ya? itulah cobaan hidup”.
Nooootttt ... Noooottt ( Suara kapal membunyikan pertanda sudah mendekati pelabuhan)
“Selamat malam para penumpang, dalam waktu beberapa menit, kapal Dharma Kencana II telah bersiap untuk berlabuh di pelabuhan Bakaheuni. Mohon periksa kembali barang – barang bawaan Anda jangan sampai ada yang tertinggal. Terima kasih dan selamat malam”.
“Ehh kita sudah sampe, siap – siap yuk! Kamu naik travel apa?”.
“Aku naik travel Lintas Jaya”.
“Kamu ada ongkos sampe ke rumah kan?”.
“Ada kok, masih ada”.
“Oh ya udah, kamu hati – hati dijalan. Semoga nanti kita bisa ketemu lagi ya?”.
“Iya, terima kasih ya atas bantuannya. Kamu juga hati – hati ya?”.
Sepanjang perjalanan dari pelabuhan Bakaheuni menuju Bandar Lampung aku berpikir,
kasian sekali wanita itu, baru pertama kali ke Jakarta sudah kecopetan. Tapi kenapa dia bisa gitu ya? mengorbankan semuanya demi orang yang baru ia kenal. Ia ke Jakarta hanya bermodalkan keyakinan dan tekad untuk mempertemukan orang ia cari. Ya Allah, Kumohon lindungilah Malika dimanapun ia berada, aku tahu ia wanita yang baik dan tulus. Mungkin perasaanku ini salah, aku baru mengenalnya dan aku menyukainya. Ya Allah, jika memang ia jodohku, maka dekatkan dan biarkanlah aku bersatu dengannya. aamiin.
Dari seorang wanita yang baru saja kukenal di Dharma Kencana II, aku belajar memaknai hidup.
Setelah 3 jam perjalanan, akhirnya aku sampai di kampung halamanku tercinta. Aku sangat merindukan Bapak dan Ibuku, disinilah mereka membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan perjuangan yang sangat panjang.
“Assalamu’alaikum”.
“Walaikum salam”
Jantungku berdebar begitu kencang, rasanya aku sudah tak dapat membendung kerinduanku ini pada pada orang tuaku. Pintu rumah mulai terbuka perlahan.
“Ibu (Memeluk ibu dengan erat dan air mata yang berlinang). Aku sangat merindukan ibu, aku sayang sama ibu”
Aku sadar, aku memiliki banyak salah dan dosa pada ibuku. Dengan efek refleks yang luar biasa, aku berlutut dan mencium kaki ibuku.
“Ibu, maafin Gandi, bu. Gandi banyak salah dan dosa sama ibu. Gandi minta maaf, bu. Ibu, Gandi minta maaf, Gandi sayang sama ibu”.
“Sudah nak, ibu sudah memaafkan kamu. Ibu senang sekali kamu pulang, nak”.
“Iya bu, Gandi kangen sama ibu. Bapak mana, bu?”.
“Sebentar, kamu tunggu disini ya biar ibu panggil Bapak dulu!”.
Tak lama kemudian keluar seorang pria paruh tua yang berjalan dengan perlahan, ia adalah Bapakku. Ku perhatikan kerutan diwajahnya yang mulai dimakan usia. Tangannya yang dulu kokoh berjuang, kini mulai melemah. Dari guratan itu menunjukkan betapa berat perjuangan yang harus mereka lalui.
Dengan perasaan yang menggebu – gebu, kupeluk erat Bapakku. Rasanya aku tak sanggup untuk menahan air mataku. Dengan terisak – isak, aku memohon maaf pada Bapak dan ibuku.
Pagi ini, bertempatkan disebuah rumah sederhana, dengan penuh keharuan dan kesedihan, aku mendapatkan kebahagiaan yang berlimpah. Kini kusadari, kebahagiaan itu bukan hanya dilihat dari sudut pandang material. Materi merupakan sebuah sarana, namun tidak semua kebahagiaan bisa dihargai dalam wujud material. Bukan seberapa banyak materi yang telah kuberikan pada mereka, bukan dengan sebuah kemewahan maka kebahagiaan itu akan datang. Aku bersyukur memiliki orang tua yang tulus, ikhlas dan selalu sabar membimbingku.
Mungkin kita pernah mendengar kalimat ini “kasih anak sepanjang jalan, kasih ibu sepanjang zaman”. Ternyata isi pernyataan itu benar, setelah semua kejadian yang kualami selama ini.
Aku adalah anak tunggal. Selama kepergianku, lalu siapa yang mengurus mereka? Sedangkan di rumah ini, mereka hanya tinggal berdua tanpa adanya asisten rumah tangga. Dengan penuh keraguan, akhirnya kuberanikan diri untuk mendapatkan jawaban dari rasa penasaranku.
“Ibu, Bapak, ternyata enggak ada satu ruangan pun yang berubah selama aku pergi”.
“Iya nak, ibu dan bapak enggak mau mengubah sedikitpun struktur ruangan yang ada di rumah ini”.
“Kenapa bu?”.
“Karena semua ruangan disini memiliki nilai historis yang tak dapat dilupakan, terutama tentang kamu,nak? Tentang buah hati yang ibu sayangi”.
“Iya bu, terima kasih ya atas semua kasih sayang dan doa restu ibu. Oh ya, selama ini ibu dan bapak Cuma tinggal berdua aja?”.
“Iya nak”.
“Kenapa ibu enggak cari asisten rumah tangga untuk membantu ibu menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengurus ibu?”.
“Tidak nak, yang ibu butuhkan hanya kamu, nak”.
“Gandi janji akan selalu ada untuk ibu”.
“Oh ya ibu lupa mau kasih tau kamu, sudah dua tahun terakhir ini ada yang membantu ibu di rumah ini. Ibu menyayangi dan sudah menganggap dia seperti anak ibu sendiri”.
“Siapa, bu?”.
“Sebentar, ibu panggilkan!”.
Benakku berkata “siapa yang membantu ibu? Ibu kan enggak punya asisten rumah tangga? Saudaraku? Semua saudaraku baik dari Bapak dan ibu sudah merantau jauh dan jarang pulang? Lalu siapa?”
“Malika?”.
“Gandi? Jadi orang yang selama ini dicari bapak dan ibu adalah kamu?”.
“Ibu? jadi selama ini Malika yang membantu mengurus Bapak dan ibu?”.
“Iya nak, sepertinya kalian sudah pernah bertemu ya?”.
“Iya bu, dikapal” (Tanpa disengaja Gandi dan Malika menjawab dengan serentak)
Aku hanya terdiam. Seolah – olah mulutku bungkam dan tak sanggup berkata. Aku tak percaya jika selama ini yang merawat dan menyayangi orang tuaku dengan tulus adalah sosok wanita yang kutemui di geladak kapal Dharma Kencana II.
Dan disaat bersamaan pula, Allah menjawab semua doaku. Aku dipertemukan dengan sosok wanita yang sederhana, baik, tulus, sabar, ikhlas dan menyayangi orang tuaku.
Perjalanan Jakarta – Lampung telah mengajarkanku pengalaman hidup yang berharga, Jika apa yang kita lakukan dilandasi dengan penuh ketulusan, maka kebahagiaan itu akan mengikuti seiring dengan langkah yang kita tempuh.

********
Sunday, 15 September 2013

Apakah Hukum Itu Sebuah Pisau?



Apakah Anda tahu pisau? Apakah kegunaan pisau? Tentu sebagian besar sudah mengetahui apa itu pisau dan apa kegunaannya. Pisau dipergunakan untuk memotong daging, buah, sayur dan lain – lain. Apakah Anda mengetahui bentuk pisau? Pisau memiliki dua sisi, yaitu sisi bawah, sisi yang tajam, yang sering dipergunakan untuk memotong suatu benda, dan sisi tumpul dibagian atas.


Ketika Harga Diri Dibela

 KETIKA HARGA DIRI DIBELA


Manusia sebagai mahkluk sosial, tentu akan membutuhkan bantuan dari orang lain dan selalu bergantung kepada orang lain serta melakukan interaksi social dengan orang lain. Dalam interaksi tersebut, tentunya dapat terjadi konflik seperti perselisihan dan perseteruan yang menjadi masalah hingga berujung ke jalur hukum. Salah satu contoh, tawuran pelajar SMP yang terjadi 29 Mei 2008 di Jakarta Barat. Pemicu dan pendorong tawuran tersebut yaitu kesalahpahaman akibat aksi yang saling mencela antar kelompok yang satu dengan yang lain. Seringkali anak-anak muda zaman sekarang lebih memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah, itu terjadi mungkin karena sifat agresifitas diri mereka yang tidak terkendali dan meniru kakak-kakak kelas sebelumnya.

Peristiwa tersebut telah mencoreng nama baik sekolah mereka meskipun secara tidak langsung. Namun mereka tidak bermaksud demikian, justru sebaliknya, mereka berusaha membela citra sekolah masing-masing dari kaum jahil yang melecehkan martabat sekolah mereka. Hanya jalan yang mereka tempuh salah. Seharusnya mereka membawa nama baik sekolah dengan segudang prestasi yang diraih. Dampak yang dapat ditimbulkan dari tawuran pelajar tersebut :

Ø      Dominan tawuran terjadi di Jalan / jalur lalu lintas kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kendaraan serta masyarakat yang melintasi daerah sekitar terjadinya tawuran.
Ø      Cita-cita pelajar menjadi suram.
Ø      Pendidikan para pelajar mengalami kendala.
Ø      Pendidikan yang mereka jalani selama ini tidak membuahkan hasil sehingga tidak mempunyai prestasi yang membanggakan.
Ø      Para pelajar akan dikenakan sanksi dari sekolah, bahkan yang lebih tragis, mereka harus menebus kesalahan yang dilakukan dengan mendekam dibalik trail besi.
Ø      Dicap sebagai pelajar yang arogan, urakan dan tidak berguna bagi public.

Perlu diperhatikan dalam beberapa tindakan anarkisme seperti tawuran beberapa orang pasti membawa senjata tajam, senjata api, senjata tumpul yang dapat melukai bahkan membunuh lawannya. Para pelajar tidak berpikir panjang akibat tawuran itu. Jika para pelajar terus menerus melakukan tawuran tersebut, maka kepribadian para pelajar menjadi terganggu dan akan merusak perilaku para pelajar Bangsa Indonesia. 
Saran untuk menindaklanjuti hal tersebut:
Ø      Perlu adanya pengawasan&pemantauan terhadap anak oleh orang tua di rumah dan Guru di Sekolah serta serta bimbingan agar anak dapat menjadi lebih terarah dan berkembang lebih dewasa.
Ø      Membentuk kesadaran masing-masing individu.
Ø      Belajar dari pengalaman yang dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain.
Ø      Menghormati perbedaan-perbedaan yang ada, jadikanlah perbedaan menjadi warna.
Ø      Berlaku arif dan bijak.



#On Majalah Sm@art Tangerang tahun 2008 written by Sri Patmi #
www.masterpieceofsrievadmy.blogspot.com/ketikahargadiridibela

Dimana Moral Pelajar Indonesia?

                                

Banyak yang beropini pelajar SMA adalah pelajar yang masih lugu. Dimasa SMA adalah masa – masa untuk mencari jati diri seorang pelajar. Namun apa yang terjadi dibalik semua keluguan itu? Dibalik keluguan mereka tersimpan berjuta rahasia yang sudah umum.

Kutunggu Lamaranmu Setelah Wisuda





Aku adalah seorang wanita lajang berusia 29 tahun. Bagiku, usia tersebut bukanlah usia yang muda lagi. Meskipun orang disekitarku selalu beranggapan jika aku adalah seorang wonder woman, namun aku hanyalah seorang manusia biasa. Manusia yang terlahir sesuai dengan fitrahnya yaitu sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk ekonomi.

Wednesday, 3 April 2013

Pendidikan, Siapa yang Berhak ?


SIAPA YANG BERHAK MENGENYAM PENDIDIKAN ?



 Generasi muda adalah asset berharga yang dimiliki bangsa Indonesia. Generasi yang dibutuhkan bangsa ini adalah generasi yang berkualitas,intelek,bermoral,berperangai baik,bertanggung jawab dan jujur. Generasi muda merupakan titian pembangunan bangsa Indonesia. Titian untuk selangkah lebih maju. Untuk melahirkan generasi yang intelek,bermoral,berperangai baik,bertanggung jawab dan jujur perlu adanya bimbingan intensif baik dari lingkungan formal,nonformal dan informal.

Jika dari sudut pandang lingkungan informal adalah bimbingan yang tumbuh dalam lingkungan keluarga, bimbingan ini lebih cenderung membentuk perangai dan moral seseorang. Sedangkan dari sudut pandang lngkungan nonformal tumbuh dari ruang lingkup sosial, seperti pengalaman,pergaulan dan peranan seseorang dalam masyarakat. Peranan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengembangkan sikap tanggung jawab, mandiri dan jujur.

Jika ditinjau dari kacamata lingkungan formal, salah satunya adalah melalui lingkungan sekolah. Dalam lingkungan sekolah inilah kita diorientasikan mengenai segalanya, baik itu moral,perangai yang baik,rasa tanggung jawab,kejujuran, bagaimana cara amengembangkan bakat, mengendalikan EQ (Emotional Quostion) dan meningkatkan IQ ( Intelektual Quostion). Dalam lingkungan sekolah ini pendidikan jauh lebih diprioritaskan pada pengembangan bakat,EQ dan IQ. Pengembangan dan bimbingan untuk menjadi generasi yang berkualitas ini dapat diwujudkan dan diinterprestasikan dalam bentuk sikap, moral dan kecerdasan emosi maupun intelektual seseorang yang tercermin dalam kehidupan sehari – hari.

Oleh karena itu, sekolah memegang peranan penting dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu membangun bangsa ini. Tak kalah pentingnya juga dengan peran serta pemerintah, masyarakat dan minat seseorang. Karena pentingnya pendidikan dalam pembangunan bangsa inilah seseorang diwajibkan untuk mengenyam pendidikan, seperti yang dijelaskan dalam UUD 1945 bab XIII mengenai pendidikan dan kebudayaan, pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.  Pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

Pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satut sistim pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang – undang”. Pasal 31 ayat 4 yang berbunyi “Negara memprioritaskan pendidikan sekurang – kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”. Pasal 31 ayat 5 yang berbunyi “ Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai – nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia”.

                                

Dalam UUD 1945 telah dijelaskan mengenai pentingnya pendidikan, bahkan pemerintahpun memprioritaskan 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pemerintahpun telah memperbaiki sistem pendidikan serta infrastruktur bangunan sekolah. Disetiap daerah telah dilaksanakan pembangunan sekolah demi memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Namun itu semua belum dapat memperbaiki kualitas pendidikan secara signifikan. Meskipun kuantitas sekolah telah ditambah,namun mutu pendidikan didaerah pedesaan atau tingkat daerah masih mengalami keterbelakangan.

Standar sekolah yang baik hanya diperuntukkan pada sekolah yang elite dan bertaraf internasional dengan biaya pendidikan yang cukup besar, sedangkan perekonomian masyarakat masih sangat lemah. Sekolah dengan mutu pendidikan yang baik dengan biaya yang cukup besar hanya mampu dijangkau oleh kalangan atas dan menengah keatas. Lalu bagaimana dengan golongan menengah kebawah? Apakah mereka hanya sebatas memandang dan bermimpi tanpa harus mengenyam dan pendidikan tersebut?

Sampai dengan tahun 2009 ini, 15,04 juta orang masih mengalami buta huruf. Sungguh angka yang fantastis, padahal media sekolah telah tersedia dan pemerintah telah memberikan anggaran pendidikan. Masalah pendidikan memang masalah yang dilematis. Dalam hal ini pendidikan masih erat kaitannya dengan kemiskinan dan ketidakberdayaan manusia. Orang yang berhak mengenyam pendidikan hanyalah orang yang mampu dalam segi ekonomi karena biaya yang ditawarkan cukup mahal.

Dikota metropolitan seperti Jakarta, mungkin acapkali kita menjumpai banyaknya kuantitas pengemis, gelandangan dan pengamen, terutama disepanjang jalur lalu lintas kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Namun yang disesali adalah sebagian dari mereka merupakan anak – anak dibawah umur yang seharusnya masih mengenyam pendidikan sekolah. Namun yang kita lihat justru terbalik, mereka harus bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup, padahal usia mereka belum mencapai usia produktif. Usia produktif seseorang adalah sejak umur 15 tahun - 65 tahun, namun anak – anak umur 6 – 13 tahun sudah bersusah payah mencari uang demi memenuhi kebutuhan mereka dibawah terik matahari, hinaan bahkan rasa malu.

                               

Semua itu mereka lakukan karena tuntukan ekonomi. Kebutuhan manusia tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan bersifat terbatas, ditambah lagi dengan kompetitor yang ada dan kebutuhan serba mahal harganya. Itulah yang memaksa mereka untuk terjun bekerja dibawah usia produktif. Bahkan yang marak terjadi saat ini adalah anak – anak dibawah umur yang bekerjas sebagai pekerja rumah tangga anak. Seharusnya anak- anak seusia mereka masih duduk dibangku sekolah, mengenyam pendidikan dan menikmati masa bermain dengan dengan teman – teman. Tetapi kenyataannya mereka harus membanting tulang mencari nafkah. Anak-anak masih memerlukan bimbingan dan perhatian secara intensif.

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani masalah pendidikan seperti ini adalah GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh) untuk meringankan biaya pendidikan dan beasiswa bagi mereka yang memiliki kemampuan akademis tetapi tidak memiliki biaya serta program wajib belajar 9 tahun.

Salah satu contoh kepedulian pemerintah terhadap masalah pendidikan ini adalah mengenai program wajib belajar 9 tahun. Warga Negara Indonesia diwajibkan untuk mengenyam pendidikan dasar dan lanjutan tingkat pertama atau SD dan SMP. Itulah perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap masalah pendidikan anak – anak bangsa.

Tapi itu semua belum cukup untuk mendukung kinerja pemerintah secara optimal. Perlu adanya kerja sama orang tua dan instansi terkait seperti lembaga sekolah. Orang tua didaerah pedesaan pada umumnya belum menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan anak. Mereka cenderung menganggap asal anak mereka mampu membaca, menulis dan berhitung itu semua sudah cukup terutama bagi anak perempuan. Ada yang beropini “Untuk apa sekolah tinggi – tinggi toh nantinya juga akan ke kasur, dapur, sumur”.

                        

Sebagian besar mereka belum menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi secara luas kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menghilangkan sikap apriori terhadap masalah pendidikan. Selain pemerintah diperlukan peranan masyarakat dalam menangani masalah pendidikan. Peran masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk motivasi dan semangat kepada anak –anak bangsa untuk giat menuntut ilmu. Salah satu peran kita sebagai generasi penerus bangsa ini adalah dengan menumbuhkan rasa cinta membaca terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tetapi yang sangat penting adalah tumbuhkan minat dan kesadaran diri sendiri untuk membantu mencerdaskan bangsa.

Salah satu contoh mengenai pentingnya pendidikan adalah dibidang pembangunan dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Dalam pembangunan Bandara serta pembuatan pesawat terbang, bangsa Indonesia bergantung pada ilmuwan negara lain dan ada campur tangan pihak asing dalam pembangunan bangsa. Apa jadinya nasib bangsa ini jika selalu bergantung pada pihak asing? Oleh karena itu pendidikan sangat penting dan dibutuhkan untuk mengembangkan potensi anak – anak bangsa menjadi generasi yang cerdas, jujur dan mampu membangun bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan mandiri.

Oleh karena itu, kepada anak – anak bangsa yang berkesempatan mengenyam pendidikan, belajarlah dengan penuh kesungguhan dan pergunakanlah ilmu yang kita dapat untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik.

Generasi muda, kaulah masa depan bangsa....

# On CARE International "Peduli pendidikan Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)" tahun 2008